Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Coretax Banyak Masalah, Aleg PKS Kholid : Evaluasi Total, Mitigasi Dampak Ke Penerimaan Negara !

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Jakarta (10/02) — Sistem Coretax yang dikembangkan dengan anggaran Rp1,3 triliun, kini menjadi sumber keluhan dari wajib pajak dan dunia usaha. Alih-alih mempercepat layanan perpajakan, sistem ini justru menghadirkan berbagai gangguan teknis seperti gagal login, kesalahan data, kendala penerbitan faktur pajak, serta validasi NIK-NPWP yang bermasalah.

Menanggapi hal ini, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XI DPR RI dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan RI di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, pada Senin (10/02), Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Muhammad Kholid, meminta Kementerian Keuangan, khususnya Direktorat jenderal Pajak agar melakukan evaluasi total terhadap implementasi Coretax dan tidak memaksakan sistem yang belum siap.

Ia mengingatkan bahwa jika gangguan ini terus berlanjut, dampaknya bisa merembet ke penerimaan negara akibat penurunan kepatuhan wajib pajak.

“Proyek Coretax sudah menghabiskan anggaran Rp1,3 triliun, tapi hasilnya justru saat ini menyulitkan wajib pajak. Jika sistem ini terus dipaksakan tanpa perbaikan mendasar, kepatuhan pajak bisa terganggu dan berimbas pada penerimaan negara. Kami meminta evaluasi total dan sanksi tegas bagi vendor yang tidak memenuhi target,” tegas Kholid, yang merupakan Anggota DPR RI dari Dapil Kota Depok dan Kota Bekasi.

Kholid juga menyoroti buruknya governance dalam pengelolaan proyek ini, termasuk transparansi dalam pemilihan vendor dan efektivitas pengawasan.

Menurut Kholid, Kementerian Keuangan seharusnya belajar dari kegagalan beberapa negara yang menerapkan sistem perpajakan berbasis perangkat lunak yang sudah jadi dan siap pakai atau Commercial Off-the-Shelf (COTS), seperti Kanada, Australia, dan Selandia Baru.

“Di negara-negara tersebut, sistem pajak digital berbasis COTS gagal karena tidak kompatibel dengan regulasi lokal, mengalami gangguan teknis berulang, dan menyebabkan pembengkakan anggaran,” ungkapnya.

Kholid meminta Kementerian Keuangan, khususnya Direktorat Jenderal Pajak agar kembali menggunakan sistem perpajakan yang lama sebagai langkah antisipasi dalam mitigasi implementasi Coretax, yang masih dalam proses penyempurnaan, agar tidak mengganggu kolektivitas penerimaan pajak.

“Kami mendukung digitalisasi pajak, tetapi inovasi harusnya mempermudah, bukan menambah masalah. Jangan jadikan wajib pajak sebagai korban uji coba sistem yang belum matang,” kata Kholid, yang juga alumni Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI).

Selain itu, Kholid meminta DJP memastikan interoperabilitas (kemampuan interaksi antar aplikasi) Coretax dengan sistem lama, meningkatkan uji coba teknis, serta memberikan pelatihan menyeluruh bagi pegawai pajak dan wajib pajak sebelum implementasi penuh.

Anggota Komisi XI DPR RI Muhammad Kholid berkomitmen untuk mengawal dan mengawasi proyek digitalisasi perpajakan ini agar transparan, akuntabel, dan tidak merugikan negara.

Kholid menegaskan bahwa transparansi pengelolaan anggaran dan kontrak dengan vendor harus menjadi prioritas utama. Jika ditemukan kelalaian dalam pengembangan sistem ini, maka harus ada pertanggungjawaban yang jelas dari semua pihak yang terlibat.

“Jika Coretax tidak segera diperbaiki, target penerimaan negara bisa terganggu. Kepatuhan pajak menurun, pembayaran tertunda, dan ekonomi akan terdampak. Kementerian Keuangan, khususnya Direktorat Jenderal Pajak harus segera bertindak sebelum dampaknya semakin luas!” tutup Kholid.