
Jakarta (04/02) — Revisi ketiga Undang-Undang Mineral dan Batubara dinilai membuka tabir eksklusivitas pengelolaan tambang. Sebab, kampus juga mendapat peluang untuk ikut mengelola tambang.
“Harapannya adalah kalau kampus yang mengelola, ada tata kelola pertambangan yang berkualitas,” kata anggota Komisi XII DPR RI Muhammad Haris di Ruang PPID Nusantara III, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (4/2).
Hal itu disampaikannya dalam diskusi Forum Legislasi bertema Keberlanjutan Sumber Daya Alam: Peran Perguruan Tinggi Menjamin Praktik Pertambangan yang Ramah Lingkungan. Menurutnya, tambang harus betul-betul dimanfaatkan sebagaimana semangat UUD 1945 Pasal 33 Ayat 2.
“Selama puluhan tahun – mungkin juga sejak kita merdeka – tambang adalah barang mewah dan eksklusif betul pengelolaannya. Kampus dapat mengimplementasikan idealisme mereka dalam konteks pengelolaan pertambangan,” ujarnya.
Hal itu juga memberi kesempatan bagi kampus untuk mendapatkan peluang keuangan yang lebih baik. Sehingga kesulitan untuk menjangkau pendidikan tinggi karena faktor UKT, bisa diatasi.
“Ada kesempatan bagi masyarakat karena kampus memiliki dana yang besar. Kalau sumber-sumber pendanaan ini diperbanyak, akan semakin banyak pula mobilitas vertikal yang terjadi pada anak bangsa,” tandasnya.
Dengan demikian, keluhan masyarakat bahwa kuliah identik dengan biaya tinggi, bisa teratasi. Yakni dengan izin usaha pertambangan diberikan kepada kampus.
“Aspek akademis bisa terpenuhi dan aspek ekonomis juga terpenuhi. Namun, pemberian izin usaha pertambangan kepada kampus harus betul-betul dipersiapkan oleh perguruan tinggi sebaik-baiknya,” tegas Haris.
Artinya, ekspektasi yang positif ini jangan sampai berbalik.