
Jakarta (24/01) — Anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Ateng Sutisna meminta Kementerian ATR/BPN memberikan klarifikasi terkait polemik yang ada tentang pemagaran laut sepanjang 30,16 kilometer yang ada di perairan Kabupaten Tangerang.
Terlebih, kata Ateng, wilayah yang dipagari disebut sudah tercatat memiliki sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) sebelum menjadi sebuah daratan.
“Permasalahan pagar laut di Tangerang ini perlu menjadi atensi serius bagi kita bersama, terutama bagi Kementerian ATR/BPN. Hal ini terkait temuan masyarakat akan adanya informasi bahwa wilayah laut tersebut telah memiliki HGB.” ujar Ateng
Diketahui, wilayah yang dilalui pagar laut tersebut dikabarkan telah mengantongi Hak Guna Bangunan (HGB) yang diterbitkan oleh Kementerian ATR/BPN.
Lebih lanjut, kata Ateng, kawasan laut tersebut telah dibagi menjadi kavling-kavling dengan luas yang bervariasi yang tercatat di situs peta BHUMI milik Kementerian ATR/BPN.
Situs peta BHUMI sendiri merupakan situs peta interaktif yang digunakan untuk menyebarkan informasi spasial. Situs tersebut terintegrasi dengan geoportal ATLAS sebagai platform penyimpanan data geospasial yang dikelola oleh unit-unit kerja di Kementerian ATR/BPN.
“Fenomena ini jika tidak ditangani serius dapat menimbulkan kontroversi yang lebih luas lagi di masyarakat. Saya pribadi heran mengapa bisa HGB terbit di wilayah perairan yang belum dibentuk menjadi daratan? Ini kan menunjukkan bahwa sudah terjadi pemecahan sertifikat tanah bahkan sebelum tanahnya ada,” tambah Ateng.
Ateng juga mengharapkan agar permasalahan ini dapat diselesaikan dengan baik. Hal ini karena menyangkut masyarakat luas terutama kelompok nelayan yang terdampak pekerjaannya akibat proyek pagar laut tersebut.
“Harus diselesaikan, jangan sampai merugikan masyarakat, terutama nelayan kita.” tegas Ateng.
Perlu diketahui, pada awal 2025 ini masyarakat dikejutkan dengan kemunculan rangkaian bambu yang ‘memagari’ laut di utara Kabupaten Tangerang sepanjang lebih dari 30 kilometer, meliputi 16 desa di 6 kecamatan.
Hingga saat ini masih terjadi polemik siapa pihak yang sebenarnya bertanggung jawab atas pembangunan pagar laut tersebut. Nelayan di Kabupaten Tangerang berharap pemerintah dapat menindak tegas kasus ini karena merugikan kelompok mereka yang terganggu mata pencahariannya karena harus memutar lebih jauh agar dapat melaut.