
Jakarta (21/01) — Anggota Komisi XII DPR RI dari Fraksi PKS, Muh Haris, menegaskan dukungannya terhadap rencana revisi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
Namun, Muh Haris menekankan pentingnya mendengar dan mempertimbangkan masukan dari masyarakat sebelum keputusan final diambil.
Revisi UU Minerba, yang kini menjadi salah satu agenda prioritas, memunculkan sejumlah isu strategis, seperti pemberian prioritas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) Mineral Logam kepada Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Keagamaan, Perguruan Tinggi, dan Usaha Kecil Menengah (UKM), serta pemberian prioritas mendapatkan IUPK untuk Badan Usaha milik Ormas Keagamaan tersebut.
Menurut Muh Haris, langkah ini perlu disikapi secara bijak dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat luas serta dampak yang mungkin timbul.
“Kami mendukung revisi ini sebagai bagian dari upaya menciptakan tata kelola sektor pertambangan yang lebih baik. Namun, pemerintah dan DPR harus membuka ruang dialog dengan masyarakat, khususnya mereka yang terdampak langsung oleh kebijakan ini,” ujar Muh Haris dalam pernyataannya.
Perlunya Evaluasi dan Masukan dari Publik
Muh Haris menyoroti bahwa keputusan terkait pengelolaan sumber daya alam harus berpijak pada prinsip keberlanjutan, keadilan, dan kepentingan nasional. Oleh karena itu, ia menilai penting untuk mengakomodasi suara masyarakat, terutama terkait dampak lingkungan, sosial, dan ekonomi yang sering kali menjadi polemik di sektor pertambangan.
“Kami di DPR harus memastikan revisi ini tidak hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu, tetapi juga memberikan manfaat nyata bagi masyarakat. Aspirasi masyarakat adalah kunci untuk menghasilkan kebijakan yang komprehensif dan berkeadilan,” tegasnya.
Momentum Perbaikan Tata Kelola SDA
Muh Haris juga berharap revisi UU Minerba dapat menjadi momentum untuk memperbaiki tata kelola sektor pertambangan. Ia menegaskan bahwa tata kelola yang baik akan meminimalkan potensi kerusakan lingkungan, konflik sosial, dan pelanggaran hak masyarakat lokal yang kerap terjadi dalam pengelolaan tambang.
“Kami ingin memastikan bahwa setiap pihak yang mendapatkan izin usaha pertambangan, termasuk Ormas Keagamaan, Kampus, dan UKM, agar mampu menjalankan kewajibannya secara profesional. Hal ini mencakup kemampuan teknis, pengelolaan lingkungan, hingga manajemen administratif yang baik,” jelasnya.
Dukungan dengan Catatan Kritis
Meski mendukung gagasan pemberian IUPK kepada badan usaha milik Ormas keagamaan, Muh Haris memberikan catatan bahwa pemberian prioritas ini harus tetap sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Kita harus memastikan kebijakan ini tidak bertentangan dengan prinsip hukum dan tidak mencederai kepercayaan publik. Untuk itu, masukan masyarakat harus menjadi landasan kuat dalam proses revisi ini,” tutupnya.
Dengan pendekatan yang melibatkan partisipasi publik, Muh Haris optimistis revisi UU Minerba dapat menghasilkan kebijakan yang lebih baik dan bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat.