
Jakarta (15/01) — Anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Alifudin, (Dapil Kalimantan Barat I), mengecam putusan Pengadilan Tinggi Pontianak yang membebaskan pelaku penambangan ilegal di Ketapang, Kalimantan Barat.
Kasus ini bermula ketika pelaku YH yang merupakan WNA Cina ditangkap oleh aparat penegak hukum karena terlibat dalam kegiatan penambangan ilegal di daerah Ketapang yang mengeruk 774,27 kg emas dan 937,7 kg perak. Pelanggaran yang dilakukan YH telah merugikan negara sebesar Rp 1,020 triliun.
Sebelumnya, pada persidangan tingkat pertama di Pengadilan Negeri Ketapang, pelaku dijatuhi hukuman penjara selama 3 tahun 6 bulan dan denda sebesar 30 miliar rupiah. Namun, keputusan tersebut berubah setelah pelaku melakukan banding di Pengadilan Tinggi Pontianak yang memutuskan untuk membebaskan pelaku dari hukuman yang telah dijatuhkan.
Menurut Alifudin, keputusan ini menunjukkan keanehan, dan ketidakpekaan terhadap masalah pertambangan ilegal.
“Putusan yang membebaskan pelaku penambangan ilegal ini sangat mengecewakan bahkan ada keanehan, karena sudah diputuskan bersalah di pengadilan Ketapang, kenapa di PT Pontianak jadi bebas, perlu diusut lebih jauh, di mana perbedaan keputusan tersebut,” ujarnya di komplek DPR RI, Jakarta.
Ia juga menambahkan bahwa tindakan penambangan ilegal harus dihukum dengan tegas dan adil agar memberi efek jera kepada para pelaku dan mencegah kerusakan lebih lanjut.
“Pemerintah dan aparat penegak hukum harus lebih serius dalam menanggulangi masalah penambangan ilegal, baik di Kalimantan Barat maupun di seluruh Indonesia. Menurutnya, pembebasan pelaku penambangan ilegal ini dapat menjadi preseden buruk bagi upaya perlindungan lingkungan dan sumber daya alam Indonesia,” tambahnya.
Lebih lanjut, Alifudin juga meminta kepada Mahkamah Agung untuk mengkaji kembali putusan Pengadilan Tinggi Pontianak, agar pelaku penambangan ilegal dihukum secara adil dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Alifudin juga meminta agar MA memeriksa para hakim yang memutuskan bebas pelaku penambangan ilegal YH tersebut.
“Keputusan yang tidak adil ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga masyarakat yang bergantung pada sumber daya alam secara berkelanjutan. Saya mengecam putusan hakim di PT Kalbar yang jelas-jelas merugikan masyarakat. Saya minta agar MA dapat memeriksa hakim-hakim di PT Kalbar yang memutuskan perkara tersebut,” kecamnya.