
Oleh: Drs. H. Adang Daradjatun
(Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKS)
Senjata api adalah alat penting dalam penegakan hukum, namun penggunaannya harus dikelola dengan sangat hati-hati.
Penyalahgunaan senjata api oleh anggota Polri bukan hanya mengancam keselamatan individu, tetapi juga menimbulkan keresahan publik dan mencoreng citra institusi kepolisian sebagai penegak hukum yang profesional.
Belakangan, sejumlah kasus penembakan yang melibatkan anggota Polri menjadi perhatian masyarakat.
Salah satunya adalah insiden di Solok Selatan, Sumatera Barat, pada 22 November 2024, di mana seorang anggota Polri menembak rekannya hingga meninggal dunia. Kasus serupa terjadi di Semarang, Jawa Tengah, pada 24 November 2024, ketika seorang siswa SMK tewas ditembak oleh anggota Polri.
Kedua kasus ini tidak hanya memicu protes publik tetapi juga menyoroti adanya celah dalam pengawasan internal Polri terkait penggunaan senjata api.
Fakta menunjukkan bahwa penggunaan senjata api dalam kasus-kasus tersebut tidak sesuai dengan prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan Polri No. 1 Tahun 2022. Aturan tersebut secara tegas menyatakan bahwa senjata api hanya boleh digunakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, didukung pelatihan, serta evaluasi psikologis yang memadai. Kegagalan dalam memastikan kepatuhan terhadap aturan ini mengindikasikan lemahnya pengawasan dan evaluasi.
Urgensi Evaluasi dan Pengawasan
Penyalahgunaan senjata api oleh anggota Polri tidak boleh dianggap enteng. Peraturan Polri No. 1 Tahun 2022 harus dievaluasi secara menyeluruh untuk memastikan implementasinya berjalan dengan baik.
Pemberian izin senjata api harus melalui prosedur ketat yang mencakup pemeriksaan kesehatan fisik dan mental, serta audit berkala untuk memastikan dokumen perizinan tetap valid. Proses ini perlu diawasi secara ketat agar senjata api hanya berada di tangan anggota Polri yang benar-benar memenuhi syarat.
Selain itu, pengawasan penggunaan senjata api perlu ditingkatkan.
Inspeksi mendadak dan penggunaan teknologi seperti pelacakan elektronik dapat membantu memantau senjata api yang terdaftar. Jika terjadi pelanggaran, penanganannya harus tegas melalui mekanisme internal maupun hukum yang berlaku.
Pengendalian senjata api juga menjadi elemen penting. Transparansi dalam pengendalian ini dapat ditingkatkan dengan melibatkan lembaga pengawas eksternal. Pelatihan berkala yang mencakup aspek etika dan tanggung jawab penggunaan senjata api juga harus menjadi prioritas untuk memastikan setiap anggota Polri memahami konsekuensi dari penggunaan senjata api yang tidak tepat.
Rekomendasi Kebijakan
Untuk memperkuat penerapan Peraturan Polri No. 1 Tahun 2022, beberapa langkah strategis perlu diambil. Pelatihan intensif dan simulasi situasi darurat harus rutin dilakukan untuk meningkatkan kesiapan anggota Polri dalam menggunakan senjata api secara tepat. Selain itu, penilaian psikologis berkala menjadi kebutuhan mutlak untuk memastikan kesiapan mental anggota Polri yang memegang senjata api.
Kasus-kasus penyalahgunaan senjata api menunjukkan bahwa reformasi pengawasan dan pengendalian senjata api di tubuh Polri adalah hal yang mendesak.
Dengan evaluasi yang menyeluruh, pengawasan yang ketat, dan kebijakan yang proaktif, Polri dapat memperbaiki citra institusinya dan memastikan bahwa senjata api hanya digunakan untuk melindungi masyarakat, bukan menjadi ancaman bagi mereka.