
Makassar (06/01) — Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) dari Fraksi PKS, Meity Rahmatia menggelar acara kuliner yang melibatkan masyarakat di Kecamatan Bajeng, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan (Sulsel) pada Ahad (05/01/2024).
Anggota Komisi Tiga Belas DPR RI itu menerangkan, kegiatan ini bertujuan, mengampanyekan kuliner khas Makassar dan sebagai bentuk dukungannya pada program makan gratis yang dicanangkan dan segera dimulai oleh pemerintah di sejumlah daerah di Indonesia.
“Sudah kewajiban moral saya, untuk menemui kembali masyarakat di Gowa. Ini adalah silaturahmi dan syukuran bersama masyarakat desa. Namun kami berupaya agar perhelatan ini memiliki aspek edukasi untuk mengampanyekan kebudayaaan di bidang kuliner. Makanan khas daerah ini. Coto Makassar,” terangnya kepada media.
Sejalan pula dengan visi pemerintah, imbuh Meity, yaitu program makan gratis yang akan akan dimulai Pemerintah di seluruh wilayah tanah air.
“Menu saja yang berbeda. Di sini, kita makan Coto Makassar bersama-sama,” imbuhnya.
Sementara itu, sebagai tuan rumah, mantan Kepala Desa Lempangan, Haji Bohari pun menyampaikan hal serupa.
“Sebagai tokoh masyarakat saya sangat bersyukur sekali atas kedatangan ibu dewan. Momen ini sudah lama dinantikan oleh masyarakat di sini. Karena itu saya sangat berharap beliau setelah terpilih bisa memperhatikan kondisi daerah kami di sini. Saya memahami, posisinya di Komisi Tiga Belas DPR RI tidak bersentuhan langsung dengan pembangunan masyarakat di desa-desa. Tapi minimal, ia menyambungkan aspirasi kami melalui fraksi dan partainya di sana,” harapnya.
Tak hanya warga dan mantan kepala desa, sejumlah tokoh masyarakat turut meramaikan makan coto bersama ini. Terdapat pula politisi daerah, akademis dan pejabat desa dari desa tetangga.
Diantaranya adalah Ketua Dewan Pimpinan Daerah PKS Kabupaten Gowa, Suwardi Balla.
Setelah Desa Lempangan di Gowa, Meity rencana akan melanjutkan program serupa di desa dan daerah lain. Namun menurutnya, kegiatan tersebut akan disesuaikan dengan kondisi sosial dan budaya masyarakat setempat.
“Tidak selamanya harus makan coto bersama, toh. Bisa juga dalam bentuk kegiatan lainnya. Yang penting, substansinya adalah silaturahmi. Kegiatan itu memiliki nilai sosial, mencerminkan budaya ketimuran dan sejalan dengan visi pembangunan pemerintah,” tuturnya.