
Jakarta (20/12) — Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Surahman Hidayat menyampaikan bahwa kejahatan dengan menyalahgunakan air keras kian marak terjadi di Indonesia beberapa tahun terakhir.
Oleh karena itu, imbuh Surahman, hal tersebut perlu mendapatkan perhatian khusus agar tindak kejahatan penyiraman air keras tidak kembali terjadi di Indonesia.
“Di Indonesia, pemakaian air keras untuk tindak kriminal meningkat sejak tahun 1970-an. Bahkan pada tahun 1971 penyalahgunaan air keras pernah mencoreng wajah pendidikan di Indonesia, kasus saat itu air keras digunakan untuk menyerang mahasiswa baru saat masa orientasi mahasiswa di salah satu kampus negeri,” kata legislator yang pernah bertugas di Komisi X DPR RI.
Surahman lanjut memaparkan beberapa kasus kejahatan penyiraman air keras yang telah terjadi di Indonesia, antara lain pada tahun 2017, kasus penyiraman air keras terjadi pada mantan penyidik KPK Novel Baswedan, kasus pelaku H yang menyiram air keras pada isteri dan dua anaknya karena cemburu, dan kasus pelaku L yang menyiram air keras hingga menewaskan korban D.
“Tahun 2019, kasus penyiraman air keras pada siswi SMP di NTT yang dilakukan oleh sepupunya dengan motif dendam karena cinta ditolak. Kemudian pada tahun 2024 kembali beberapa kasus terjadi berturut-turut, mulai dari kasus penyiraman air keras yang terjadi pada korban MAS di Cengkareng Jakarta Barat, kasus dua orang petugas dari tim patroli perintis presisi Polda Metro Jaya yang disiram air keras saat hendak membubarkan tawuran di Kembangan Jakarta Barat,” papar Surahman.
Kini, lanjut Surahman, kembali terjadi lagi kasus penyiraman air keras yang dilakukan oleh pelaku AR terhadap korban perempuan berinisial F di Bekasi Utara dikarenakan cemburu.
Kasus kejahatan penyiraman air keras, kata Surahman, kerap kali dilakukan oleh pelaku yang merupakan orang dekat korban dengan motif masalah pribadi seperti sakit hati, dendam, cemburu, dan lain-lain.
“Ada beberapa kemungkinan alasan pelaku memilih menggunakan air keras sebagai alat untuk menyakiti korban dikarenakan air keras mudah dan murah untuk didapatkan, tidak memerlukan keahlian khusus untuk menggunakannya, dianggap efektif oleh pelaku untuk mendukung misi kejahatannya untuk membuat kecacatan pada korban, dan memungkinkan pelaku untuk melarikan diri dari TKP,” ujar Surahman.
Surahman menyampaikan bahwa air keras adalah larutan asam kuat yang pekat dan memiliki beberapa jenis, di antaranya sering digunakan oleh masyarakat yakni asam klorida (HCl) yang biasa digunakan untuk membersihkan logam sebelum disoldir, menghilangkan karat, dan mengukur kadar asam basa. Kemudian, ada asam sulfat (H2SO4) yang biasa digunakan untuk menghidupkan aki kendaraan bermotor, membersihkan kamar mandi, logam, dan cairan baterai. Serta Asam fosfat (H3PO4) yang biasa digunakan dalam pembersih logam, desinfektan, dan deterjen.
“Pelarangan terhadap penjualan air keras memang tidak bisa dilakukan dikarenakan keberadaan air keras seringkali dibutuhkan masyarakat. Air keras ibarat pedang bermata dua, di satu sisi memungkinkan manusia menggunakannya sebagai senyawa bermanfaat tapi disisi lain juga memungkinkan manusia menyalahgunakan untuk mengancam dan menyerang orang lain. Namun, pencegahan penyalahgunaan air keras untuk tindak kejahatan bisa dilakukan, yakni pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat melakukan pengawasan dan pengaturan terkait jual beli air keras,” imbuh Surahman.
Surahman mengatakan selain melakukan penegakan hukum atas tindak kejahatan penyiraman air keras, diperlukan pendekatan lain yang harus dilakukan yakni pengaturan penjualan dan pembelian bahan kimia berbahaya, karena salah satu sebab air keras digunakan pelaku untuk menyerang dan menyakiti korban dikarenakan air keras mudah didapatkan dengan harga yang murah, bahkan dapat saat ini sangat mudah dapat dibeli di toko online.
“Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sebaiknya mengatur kebijakan yang lebih ketat terkait jual beli air keras, seperti membatasi tempat penjualan, memerlukan izin khusus untuk membelinya atau penjual bisa meminta identitas pembeli dan membatasi jumlah yang dibeli,” pungkasnya.
Pemerintah dan pemerintah daerah, ungkap Surahman, juga perlu memperbanyak CCTV sehingga mempersulit masyarakat untuk melakukan kejahatan penyiraman air keras dan tindak kejahatan lainnya. Disamping itu, diperlukan sosialisasi terkait bahaya dan pidana penyalahgunaan air keras dan edukasi terkait pertolongan pertama jika terkena air keras.
“Selain itu, pemerintah dan pemerintah daerah perlu lebih berupaya dalam melakukan penanaman dan penguatan nilai-nilai agama dan moral agar masyarakat terhindar dari sikap pendendam, dengki, dan keinginan menyakiti orang lain,” saran Surahman.