Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Sampaikan Evaluasi, Fikri Faqih Harapkan Pelayanan Haji Kedepan Lebih Baik Lagi

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Jakarta (29/10) — Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PKS Abdul Fikri Faqih meminta penyelenggaraan haji tahun 2025 lebih baik dari tahun 2024, utamanya dalam hal pelayanan jemaah.

Hal itu disampaikan oleh pria yang akrab disapa Fikri ini saat Rapat Evaluasi Penyelenggaraan Haji 2024 bersama Menteri Agama (Menag) RI, Senin (28/10/2024) di Gedung senayan DPR RI.

Dalam rapat tersebut, hadir Menag Nasaruddin Umar didampingi Wakil Menteri Agama RI Romo Syafi’i. Juga hadir Kepala Badan Penyelenggara Haji (BPH) KH Mochamad Irfan Yusuf dan Wakil Kepala BPH Dahnil Anzar Simanjutak dan Dirjen PHU Hilman Latief.

Salah satu hal yang penting untuk dilakukan pelaksanaan haji tahun 2024, adalah perlu pendalaman lebih detil terkait evaluasi penyelenggaraan haji.

“Terkait evaluasi haji ini, kami mengusulkan perlu pendalaman, mungkin konsinyering, atau FGD atau sekarang namanya diskusi kelompok terpumpun (DKT), agar peristiwa yang terjadi oleh Menag sebelumnya jangan sampai terulang pada Menag baru,” kata Fikri.

Peristiwa yang dimaksud adalah pada rapat kerja terakhir Komisi VIII DPR-RI periode 2019-2024, Jumat 27 September 2024 yang mengagendakan evaluasi haji bersama Menag, Menag tidak hadir dengan alasan kegiatan di luar negeri.

Namun berdasarkan dokumen Laporan Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji 2024 dan Laporan Pertanggungjawaban Keuangan, seluruhnya dicetak dan ditandatangani per Oktober 2024, yang artinya patut diduga Kemenag memang belum menyelesaikan laporan per September 2024, sehingga Menag mangkir dari beberapa kali panggilan rapat di Komisi VIII.

Menurut Fikri, bahwa siklus pembahasan haji sebagaimana tercantum pada UU Nomor 8 Tahun 2019 adalah Menteri menyampaikan laporan evaluasi dan pertanggungjawaban kepada Presiden dan DPR-RI paling lambat 60 hari setelah penyelenggaraan haji berakhir.

“Kemudian Menteri menyampaikan usulan BPIH paling lama 30 hari setelah penyampaian laporan evaluasi tahun sebelumnya, dan persetujuan DPR-RI atas usulan BPIH diberikan paling lambat 60 hari setelah Menteri menyampaikan usulan BPIH tersebut,”ujar legislator dari daerah pemilihan IX Jawa Tengah ini.

Pada sisi lain, Fikri juga mengapresiasi efisiensi dana haji tahun sebesar Rp 601,3 Miliar. Efisiensi tersebut sekitar Rp 520 miliar bersumber dari penggunaan nilai manfaat.

“Jika efisiensi dana haji tahun ini sebesar Rp 601,3 miliar bisa disepakati untuk digunakan pada pelaksanaan haji tahun depan, dan diputuskan membantu atau memangkas pos anggaran pada BIPIH, maka bisa memangkas BIPIH per jamaah haji reguler sekitar Rp 2,8 juta, ini akan sangat bermanfaat dan meringankan jemaah haji tahun depan,”ujar legislator Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.

Efisiensi biaya haji, kata Fiki, juga bisa dilakukan jika pemerintah menetapkan kebijakan pemangkasan waktu tinggal jemaah haji di Arab Saudi, dari 40 hari menjadi 30 hari.

“Opsi ini terbuka lebar mengingat terdapat tiga bandara di Saudi yang bisa dinegosiasikan untuk dapat digunakan oleh jemaah haji Indonesia, yakni lapangan terbang Thaif, lapangan terbang Yanbu’ dan Qashim,” jelasnya.

Untuk itu, ujar Fikri, diperlukan lobi yang berkelanjutan dan maksimal, bila perlu hingga ke tingkat antar kepala negara, untuk mendapatkan persetujuan dari pihak otoritas Saudi Arabia.

“Sehingga dengan banyaknya lapangan terbang internasional di Saudi yang bisa dipergunakan untuk keperluan kedatangan/kepulangan jemaah haji, maka masa tinggal jemaah haji Indonesia bisa dikurangi hingga 30 hari saja,” tandasnya.

Catatan lain yang perlu menjadi perhatian, kata Fikri, adalah terkait on time performance. Hal ini terlihat sekali ketimpangan ketepatan waktu keberangkatan antara Garuda Indonesia dengan Saudia Airlines, baik dalam perjalanan keberangkatan maupun pemulangan.

Pada keberangkatan, rata-rata ketepatan waktu Garuda adalah 78,5%, sementara Saudia 96,54%. Pada pemulangan, rata-rata ketepatan Garuda adalah 61,4%, sementara Saudia 86,9%. Padahal jumlah penerbangan masing-masing relatif tidak berbeda jauh, yakni Garuda 290 penerbangan dan Saudia 263 penerbangan.

“Berdasarkan klarifikasi Garuda, 71% penyebab keterlambatan adalah masalah operasional, kondisi ini patut menjadi catatan Kemenag dalam menentukan maskapai penerbangan jamaah haji tahun depan,” ujar dia.

Selanjutnya, catatan terkait pelaksanaan haji adalah terkait ekosistem ekonomi haji. Dimana, kata Fikri, ada tiga potensi yang perlu dioptimalkan, yakni daging dam, ekspor bumbu nusantara, dan makanan siap saji.

“Potensi nilai daging dam yang bisa terkumpul dari seluruh jamaah haji reguler adalah ekuivalen Rp 511 miliar. Nilai ini sangat besar dan harus disiapkan sejak awal,” jelasnya.

Hal lain yang perlu menjadi perhatian terkait dengan survei. Fikri menyebut pada penyelenggaraan haji tahun banyak temuan ketidakpuasan dan permasalahan layanan, namun hasil survei justru menunjukkan peningkatan pada skor kepuasan.

“Memang survei dilakukan oleh BPS yang bisa dikatakan independen dari Kemenag. Namun karena survei dilaksanakan pada saat jamaah melaksanakan haji, dimana kondisi kebahagiaan dan kepasrahan mereka sedang di level tinggi, mungkin saja itu mempengaruhi jawaban survei, sehingga kami usulkan survei dilaksanakan setelah selesai haji, dimana para jemaah berada pada situasi yang netral,” pungkasnya.