Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Swasembada Pangan, PR Berat Pemerintahan Prabowo

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Oleh: H. Johan Rosihan, ST
(Anggota Fraksi PKS DPR RI Dapil NTB 1 Pulau Sumbawa)

Dunia memperingati Hari Pangan Sedunia setiap tanggal 16 Oktober, yang bertujuan meningkatkan kesadaran global tentang berbagai masalah yang terkait urusan pangan. Peringatan ini mengingatkan kita untuk lebih waspada terhadap ancaman krisis pangan global dan mendorong ketersediaan pangan yang merata.

Peringatan hari Pangan tahun 2024 ini juga berdekatan waktunya dengan hari pelantikan Presiden RI terpilih sehingga memiliki korelasi adanya harapan seluruh rakyat Indonesia agar tata kelola pangan nasional ke depan bisa lebih professional, terintegrasi, memiliki paradigma yang tepat serta mencapai keunggulan daya saing di tengah persaingan pangan global.

Negara kita telah mengakomodir hak atas pangan di dalam konstitusinya, bahwa pangan itu adalah kebutuhan dasar paling utama. Jadi secara konstitusionalitas bahwa hak atas pangan dijamin oleh konstitusi negara karena itu penyelenggaraan pangan oleh negara harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali. Salah satu program terpenting dari penyelenggaraan pangan adalah tercapainya swasembada pangan dan hal ini merupakan pekerjaan rumah (PR) terberat dari pemerintahan yang baru, yang akan dilantik tanggal 20 Oktober 2024 ini sebagai moment dimulainya kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto sebagai Presiden Republik Indonesia ke-8.

Sebagaimana diketahui, pangan merupakan kebutuhan mendasar manusia karena itu pemenuhan pangan harus bersifat adil, merata, berkelanjutan dan memiliki ketahanan pangan di setiap daerah. Ketidakmampuan atau ketergantungan memenuhi pangan nasional merupakan ancaman bagi suatu negara khususnya komoditas pangan strategis. Ini membuktikan bahwa urusan pangan sebagai sentral dari ketahanan nasional dan tantangan untuk menuju swasembada pangan nasional menjadi tugas berat pemerintahan Prabowo, karena tingkat kebutuhan pangan yang terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan adanya pergeseran pola konsumsi pangan yang tidak diproduksi di dalam negeri menjadi tanggung jawab negara untuk menghadirkan kebijakan pangan nasional yang sesuai dengan tantangan zaman kekinian.

Tingkatkan Perhatian kepada Petani

Perhatian pemerintah kepada petani sebagai garda terdepan dalam penyelenggaraan pangan nasional menuju swasembada harus diperkuat dalam kerangka ketahanan pangan nasional. Petani menjadi ujung tombak dalam mengatasi berbagai kelangkaan pangan karena peningkatan produksi pangan dalam negeri sebagai indikator penting bagi tercapainya swasembada pangan nasional. Kebijakan nasional selama ini kurang berpihak pada pengembangan pertanian pangan sehingga semakin terpuruk dan dampaknya setiap tahun semakin menurun jumlah petani selaku pelaku (actor) utama di sektor pertanian pangan. Selain itu, kebijakan pangan selama ini tidak terintegrasi dan tidak membumi, selalu terpilah-pilah dalam berbagai kelompok instansi yang punya visi sendiri dan tidak pernah terkoordinasi bagus, dimana dampaknya setiap kebijakan pangan tidaklah mampu menyelesaikan akar permasalahan di lapangan sehingga persoalan pangan selalu muncul tanpa penyelesaian yang komprehensif.

Kinerja Pemerintahan Jokowi pada sektor pangan belum berhasil memperbaiki kesejahteraan petani, walaupun sector ini telah mampu membantu peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional pada masa pandemi lalu. Perlu digarisbawahi bahwa Nilai Tukar Petani (NTP) Pangan sebagai indikator kesejahteraan petani terus mengalami penurunan, sehingga harus ada keberpihakan Pemerintahan Parabowo ke depan pada petani untuk meningkatkan kesejahteraan petani agar hidup lebih layak dan lebih sejahtera.

Sebagian masyarakat berharap pemerintahan prabowo ke depan bisa memperbaiki kinerja pemerintahan sebelumnya dan melakukan langkah percepatan untuk meningkatkan produksi tanaman pangan dalam negeri sebagai upaya membangun basis ketahanan pangan untuk mencapai swasembada pangan nasional.

Hal ini hendaknya menjadi fokus perhatian pemerintah agar potensi tanaman pangan kita bisa maksimal dan kesejateraan petani bisa lebih baik.

Rusaknya Stabilitas Pangan selama 10 tahun Pemerintahan Jokowi
Sepanjang tahun 2014 sampai 2024 saat ini selalu diwarnai dengan fluktuasi harga komoditas pangan pokok yang tidak terkendali, dimana harga selalu jatuh saat panen dan merugikan petani seperti jatuhnya harga gabah, harga jagung, cabai, bawang merah dan lain-lain, hal ini menjadi gambaran penting dari kinerja pemerintahan Jokowi. Sejak tahun 2014 hingga kini malah produk pangan yang bersumber dari impor seperti daging dan kedelai, harganya terus melonjak yang berakibat merugikan pelaku UMKM serta merugikan konsumen karena daya beli yang semakin lemah.

Sebagai contoh, Pada tahun 2021 juga telah terjadi pergerakan kenaikan harga minyak goreng yang terus melambung dalam waktu yang cukup lama hingga beberapa bulan, padahal Indonesia merupakan negara produsen minyak sawit (CPO) terbesar di dunia dengan pertumbuhan rata-rata 3,61% per tahun. Selain itu, bahwa setiap tahun pemerintah Jokowi selalu berencana melakukan impor jutaan ton beras dan hal ini telah menimbulkan polemik serta penolakan luas dari komponen masyarakat dan Presiden Jokowi pun berjanji tidak akan melakukan impor beras namun kenyataannya realisasi impor beras tetap tinggi pada setiap tahun.

Aspek lain yang perlu disoroti bahwa selama pemerintahan Jokowi belum ada kebijakan untuk mengurangi beban biaya produksi yang harus dikeluarkan petani seraya menambahkan fakta ternyata begitu banyak subsidi pupuk yang tidak tepat sasaran serta tidak ada kebijakan harga yang diterima petani sebagai harga yang layak untuk meningkatkan nilai pendapatan petani terhadap komoditas Pertanian yang dihasilkannya. Pemerintah telah terjebak pada program food estate yang banyak menyedot anggaran namun kesesuaian lahan masih bermasalah dan produktivitas yang belum teruji. Publik melihat selama ini pemerintah tidak fokus memperhatikan pengembangan lahan pertanian produktif terutama di Pulau Jawa yang luasnya terus menurun serta tidak punya visi membangun kemandirian pangan nasional melalui program swasembada pangan.

Pemerintahan di bawah kepemimpinan Jokowi tidak melakukan upaya pengendalian impor terhadap komoditas pangan yang bersumber dari produk pertanian yang terus meningkat setiap tahun dan seringkali berdampak fluktuasi harga yang tidak terkendali dan tidak berkembangnya produksi dalam negeri karena kalah bersaing dengan produk impor. Persoalan harga komoditas pangan belum bisa diantisipasi dan dimitigasi dengan baik oleh pemerintahan Jokowi, publik selalu mempertanyakan upaya pemerintah Jokowi dalam upaya stabilisasi harga pangan di pasaran, karena pada saat panen harga di tingkat petani selalu jatuh sehingga merugikan petani.

Adapun catatan penting terkait dengan lemahnya komitmen dan konsistensi pemerintahan Jokowi untuk membangun swasembada Pangan dalam mencukupi kebutuhan pangan bagi penduduk Indonesia, hal ini dibuktikan dengan terus terjadinya impor pangan pada setiap tahun, menurunnya produksi pangan dalam negeri dan kesejahteraan petani. Selain itu, peringkat daya saing Indonesia semakin menurun, tahun 2020 di posisi 32 malah di tahun 2021 dan 2022 di posisi ke 40 dari 63 negara, sedangkan diantara negara Asia Pasifik, Indonesia peringkat 11 dari 14 negara. (Rilis dari IMD/International Institute Management Development).

Harapan Swasembada Pangan
Untuk mencapai swasembada pangan, pemerintahan Prabowo diharapkan segera menetapkan target swasembada padi yang ditopang oleh berbagai program-program teknis, regulasi, anggaran yang besar dan rencana aksi selama lima tahun, termasuk pula ketentuan perlu ditingkatkannya penyediaan pupuk subsidi dan menambah secara signifikan anggaran subsidi pupuk. Kebijakan subsidi pupuk harus direalisasikan dengan tepat sasaran untuk peningkatan produksi padi dan tanaman pangan lainnya serta untuk peningkatan kesejahteraan petani.

Diharapkan Presiden Prabowo nantinya menetapkan kebijakan yang memberikan dampak positif terhadap perluasan areal panen, produksi dan juga produktivitas padi dan juga tanaman pangan lainnya.

Sumaryanto (2009) mengemukakan, kendala yang dihadapi dalam peningkatan ketersediaan produksi pangan per kapita terutama adalah Pertumbuhan luas panen sangat terbatas, karena adanya Laju perluasan lahan pertanian baru sangat rendah, Konversi lahan Pertanian ke non Pertanian sulit dikendalikan serta Degradasi sumberdaya air dan kinerja irigasi serta turunnya tingkat kesuburan fisik dan kimia lahan Pertanian.

Adanya gejala kemandegan dalam pertumbuhan produktivitas, Jika terjadi penurunan produksi padi, mengakibatkan lebih banyak orang yang akan tergelincir pada jurang kemiskinan dan kelaparan. Penurunan produksi padi juga berakibat pada kenaikan harga beras dan turunnya daya beli masyarakat terhadap konsumsi beras.

Ketika pemerintahan Prabowo ke depan dapat berfokus pada pertanian, peternakan, kelautan dan perikanan serta tantangan pangan berkelanjutan yang berorientasi pada swasembada pangan maka akan memberikan peran besar dalam peningkatan produksi pangan dalam negeri, pasokan pangan yang cukup, harga pangan yang stabil dan memberi manfaat pertumbuhan ekonomi serta perbaikan nutrisi masyarakat. Semoga hasil dari indeks pangan kita yang memprihatinkan saat ini, segera menyadarkan pemerintahan Prabowo dan kita semua untuk menjadikan swasembada pangan sebagai prioritas pembangunan pada masa kini dan mendatang.