
Mataram (15/10) — Anggota DPR RI dari Fraksi PKS Abdul Hadi meresponĀ isu ekspor pasir sedimentasi laut yang resmi dibuka oleh Presiden Jokowi setalah puluhan tahun ditutup.
Menurut Abdul Hadi, kebijakan ekspor pasir laut menui pro dan kontra di tengah masyarakat.
“Pelarangan ekspor dimulai sejak Megawati Soekarno Putri memimpin Indonesia sebagai presiden, dan berlanjut pada masa kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono pada 2004 sampai 2014. Pelarangan didasarkan pada fakta bahwa negara lain akan diuntungkan,” ujarnya.
Tidak terkecuali masyarakat NTB, lanjut Abdul Hadi, kebijakan ini justru akan menggangu keberlanjutan ekosistem laut.
“Provinsi yang mengandalkan sektor pariwisata sebagai salah satu penopang ekonomi masyarakat, apalagi dengan kehadiran KEK Mandalika dianggap sebagai spirit geliat pariwisata di NTB, apabila ekspor ini dipaksakan akan berdampak kepada pariwisata,” tegasnya.
Abdul Hadi juga mendukung langkah pemerintah provinsi NTB untuk tidak melakukan ekspor sedimentasi pasir laut.
“Kami khawatir kebijakan ini justru dapat merugikan masyarakat NTB, sektor pariwisata yang menjadi andalan akan berdampak terutama biota laut di pulau-pulau kecil” ujarnya.
Selain mengancam lingkungan hidup, Abdul Hadi menerangkan kalau ada dampak sosial dari pada penurunan hasil tangkapan ikan dan kesejahteraan nelayan.
“Kemudian, ada juga risiko penurunan kualitas lingkungan yang mempengaruhi mata pencarian masyarakat pesisir yang bergantung pada sumber daya laut. Penambangan pasir laut juga berpotensi memperparah dampak krisis iklim,” tutupnya.
Sebelumnya Dikutip dari portal berita online Suara NTB Pemerintah Provinsi NTB tidak akan melakukan ekspor sedimentasi pasir laut
NTB tidak ada, karena aturannya kita sudah mengikat dalam RT/RW tidak ada ruang untuk pengambilan pasir laut, terang Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (Kadislutkan) Provinsi NTB, Muslim.