Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Aus Hidayat Nur : Harusnya BPIP Protes Pertama Soal Larangan Jilbab

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Jakarta (02/09) — Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKS Aus Hidayat Nur melancarkan kritik keras kepada Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).

Menurutnya, lembaga tersebut tak berbuat banyak mengatasi masalah kehidupan beragama saat ini.

“Saya mendengar kabar ada lagi larangan berjilbab. Kali ini untuk dokter dan perawat RS Medistra. Di mana BPIP saat kejadian begini?” gugat Aus melalui keterangan pers, Senin 2 September 2024.

Menurut Anggota DPR RI Komisi II Fraksi PKS tersebut, BPIP seharusnya menjadi pihak yang pertama dan terdepan memprotes larangan jilbab.

“Kasus itu kan merupakan pelanggaran terhadap ideologi Pancasila dan juga terhadap konstitusi. Pelaku yang seperti ini yang harus dibina oleh BPIP agar paham dasar dan falsafah negara. Sayangnya BPIP tidak bersuara sedikit pun,” lanjutnya.

Aus pun mengungkit tentang larangan jilbab kepada Paskibraka putri belum lama ini yang rupanya bersumber dari BPIP sendiri.

“Saya khawatir orang-orang yang ingin mengkhianati ideologi Pancasila jadi punya peluang untuk melakukan diskriminasi terhadap umat beragama. Pemicunya adalah kasus larangan jilbab oleh BPIP kepada Paskibraka. Pepatah kan sudah bilang, ‘guru kencing berdiri, murid kencing berlari.’ Bila yang harusnya jadi pembina ideologi saja melakukan pelanggaran konstitusi, apalagi rakyatnya,” pungkas Aus.

Anggota DPR dari daerah pemilihan Kalimantan Timur itu pun mengungkit beberapa peristiwa kontroversi BPIP.

Atas kasus larangan berjilbab untuk Paskibraka putri, BPIP sendiri sudah beberapa kali dipanggil oleh DPR untuk dimintai keterangan. Namun ketuanya mangkir untuk datang.

Ketu BPIP, Yudian Wahyudi pernah melemparkan pernyataan bahwa agama adalah musuh Pancasila.

Ia juga pernah menggagas ide ‘Salam Pancasila’ hanya saja kurang populer karena tak disambut oleh Presiden, Ketua DPR dan para petinggi negara.

“Mereka lebih memilih untuk tetap menyiarkan salam yang sesuai dengan agama masing-masing mengikuti nurani rakyat dan bangsa” tutup nya.