PENDAPAT MINI FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2023
===================================================
Disampaikan Oleh : Hj. Nevi Zuairina
Nomor Anggota : A-416
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Yang Kami Hormati,
Pimpinan dan Anggota Badan Anggaran DPR RI,
Saudari Menteri Keuangan beserta Jajaran,
serta Hadirin yang kami berbahagia.
Puji syukur marilah senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga kita dapat menghadiri rapat kerja dalam rangka Pengambilan Keputusan pada Pembicaraan Tingkat I atas Hasil Pembahasan RUU tentang Pertangungjawaban atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2023. Seraya kita memohon kiranya diberikan kemampuan dalam memberikan kontribusi terbaik bagi NKRI dan mewujudkan Kemakmuran dan Kesejahteraan Rakyat.
Secara umum, Fraksi PKS menilai bahwa kinerja Pemerintah dalam pelaksanaan APBN Tahun 2023 masih belum memuaskan, sehingga berdampak kurang optimal terhadap peningkatkan kesejahteraan rakyat sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 23 Ayat 1, bahwa: “Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Selanjutnya, dalam menyikapi Hasil Pembicaraan terkait Rancangan Undang-undang Tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2023, Fraksi PKS memberikan beberapa catatan sebagai berikut:
- Fraksi PKS berpendapat pencapaian pertumbuhan ekonomi tahun 2023 sebesar 5,05% belum optimal dan belum mampu mencapai target yang ditetapkan pada APBN 2023 sebesar 5,3%, sehingga terdapat gap yang cukup lebar 2,95%. Implikasinya, kemampuan perekonomian untuk menyelesaikan berbagai persoalan sosial-ekonomi relatif lemah dan semakin mempersulit Indonesia untuk bisa melaju menjadi negara maju sebagaimana dicita-citakan bersama. Pada bagian lain pencapaian pertumbuhan ekonomi 2023 menurun dari tahun sebelumnya yang mencapai 5,31%.
- Fraksi PKS berpendapat pertumbuhan pendapatan per kapita bergerak lambat dan Indonesia terjebak lama dalam kelompok negara-negara berpendapatan menengah. Tahun 2023 GNI per kapita Indonesia hanya US$4919,7 di mana angka tersebut masih jauh dari threshord menjadi negara maju sebesar US$13.845. Dari beberapa negara di kelompok G-20, hanya India dan Indonesia yang merupakan negara dengan pendapatan per kapita terendah. Sementara itu, jika mengikuti threshold negara pendapatan tinggi maka Argentina, China, dan Rusia akan lebih cepat mendekati negara berpendapatan tinggi dibandingkan Indonesia.
- Fraksi PKS berpendapat bahwa rendahnya pertumbuhan ekonomi 2023 disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi rumah tangga yang jauh dari potensi yang ada. Tahun 2023 pertumbuhan konsumsi rumah tangga hanya 4,82% yang menurun dari 4,94% pada tahun 2022. Padahal kontribusi konsumsi rumah tangga pada 2023 mencapai 53,18%. Selain itu pertumbuhan konsumsi rumah tangga juga lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi yang menunjukkan bahwa daya dukung konsumsi rumah tangga cenderung melemah. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga harus menjadi perhatian pemerintah karena Indonesia masih berbasis pada kekuatan konsumsi (consumption let growth). Pelemahan konsumsi rumah tangga terjadi sejak pandemi karena masih tingginya tingkat pengangguran yang menyebabkan masyarakat tidak berkonsumsi maksimal. Hal itu tercermin dari tingginya tenaga kerja informal yang pendapatannya tidak menentu.
- Fraksi PKS berpendapat bahwa rendahnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga karena minimnya stimulus bagi kelas menengah yang menjadi penopang pertumbuhan ekonomi. Sebagaimana diketahui kelas menengah merupakan kelas yang kontribusinya besar dalam mendukung pertumbuhan. Pemerintah justru mengeluarkan kebijakan-kebijakan kontraproduktif yang menyebabkan kelas tersebut menahan konsumsi. Kebijakan-kebijakan tersebut seperti kenaikan tarif pada berbagai barang yang diatur pemerintah.
- Fraksi PKS mencermati rendahnya pertumbuhan konsumsi pemerintah selama 2023 hanya 2,95%. Pada bagian lain kontribusi konsumsi pemerintah terhadap PDB tahun 2023 hanya 7,45% yang turun dari 7,68% pada tahun 2022. Rendahnya pertumbuhan dan kontribusi konsumsi pemerintah menyebabkan ekonomi tidak tumbuh maksimal. Upaya memacu konsumsi pemerintah juga masih berhadapan pada persoalan kualitas belanja.
- Fraksi PKS mengkhawatirkan penurunan pertumbuhan industri pengolahan pada tahun 2023. Sektor tersebut hanya tumbuh 4,64% yang menurun dari 4,89% pada tahun 2022. Kontribusi industri pengolahan juga menurun yang menunjukkan deindustrialisasi dini. Sebelum pandemi (2019), peranan industri pengolahan terhadap PDB mencapai 19,71%; turun menjadi 18,67% pada 2023. Penurunan pertumbuhan dan kontribusi industri pengolahan akan mengancam penyerapan tenaga kerja, khususnya pada industri-industri padat karya (labor intensive). Dalam panjangan lebih jauh, performa industri pengolahan yang terus menurun menyebabkan transformasi ekonomi terganggu dan berdampak pada kemampuan Indonesia mencapai negara maju.
- Fraksi PKS menilai bahwa pencapaian target inflasi sebesar 2,61% merupakan kinerja semu karena dipengaruhi oleh penurunan daya beli rakyat. Inflasi inti yang mencerminkan daya beli masyarakat hanya naik 1,8%, yang menunjukkan bahwa daya beli masyarakat belum pulih terutama dari kenaikan harga BBM tahun 2022 maupun dampak pandemi yang terjadi sejak 2020. Bukan hanya itu inflasi volatile food sangat tinggi disaat daya beli rakyat terpuruk. Inflasi volatile food mencapai 6,73% pada akhir 2023; jauh di atas inflasi IHK maupun inflasi inti.
- Fraksi PKS mencermati ketidakberhasilan Pemerintah dan Bank Indonesia mencapai target nilai tukar Rupiah pada APBN 2023 sebesar Rp14.800. Realisasi akhir tahun mencapai Rp15.255 per dollar. Kondisi tersebut menyebabkan kerugian bagi dunia usaha dan rakyat, serta menyebabkan biaya impor bahan baku, bahan penolong, serta barang modal industri semakin mahal. Hal yang sama terjadi pada impor barang-barang konsumsi, terutama untuk bahan pangan seperti kedelai, bawang putih maupun bumbu-bumbu dapur lainnya. Hal ini menyebabkan rumah tangga semakin terbebani.
- Fraksi PKS mencermati bahwa suku bunga SUN 10 tahun sebesar 6,63% pada akhir 2023 cukup baik, lebih rendah dari asumsi sebesar 7,9%. Meski demikian, suku bunga surat utang pemerintah negara lain jauh lebih rendah dibandingkan Indonesia. Tahun 2023, misalnya suku bunga surat utang pemerintah Thailand hanya 2,7%; Korea Selatan 3,18%; Malaysia 3,73%; dan China 2,57%. Filipina bisa lebih rendah dari Indonesia sebesar 6,22%. Seharusnya data-data tersebut menjadi acuan bagi pemerintah untuk menetapkan level yang lebih rendah agar pembiayaan fiskal ke depan lebih murah dan tidak membebani anggaran. Dengan demikian pemerintah perlu melakukan evaluasi terhadap tingginya suku bunga utang pemerintah.
- Fraksi PKS berpendapat bahwa target penurunan kemiskinan tahun 2023 tidak tercapai. Pada maret tahun 2023 tingkat kemiskinan mencapai 9,36 persen, jauh dari target APBN 2023 sebesar 7,5 – 8,5 persen. Jumlah rakyat miskin sebesar 25,9 juta jiwa pada 2023 masih lebih tinggi dibanding sebelum pandemi 25,14 juta jiwa. Target ini juga tidak tercapai berdasarkan RPJMN 2020-2024 sebesar 6,5-7,5 persen. Fraksi PKS mencermati stagnasi penurunan kemiskinan juga sangat memprihatinkan. Pada 2014 rakyat miskin tercatat sebesar 11,3 persen atau 28,3 juta jiwa hingga 2023 hanya berkurang 1,94 persen atau 2,4 juta jiwa selama 9 tahun. Fraksi PKS berpendapat bahwa Pemerintah ke depan harus mewaspadai juga penduduk rentan. Menurut Laporan Bank Dunia masih terdapat 28 juta (10,7 persen) masyarakat Indonesia yang masuk kelompok miskin dan sebanyak 61,6 juta (23,6 persen) masyarakat yang masuk kelompok rentan.
- Fraksi PKS berpendapat turunnya Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) secara nasional tahun 2023 (Agustus) menjadi 5,32% atau 7,86 juta jiwa dari sebesar 5,86% atau 8,42 juta jiwa pada tahun 2022 belum optimal, karena masih di atas rata-rata TPT sebelum pandemi di kisaran 4,94 % atau 6,93 juta jiwa pada Feb 2020. Fraksi PKS juga mencermati keluhan betapa sulitnya anak-anak muda mendapatkan pekerjaan padansektor formal telah menjadi keluhan secara meluas dan hal ini dikonfirmasi oleh BPS dengan data feb 2023 proporsi pekerja formal 39,88 persen dan informal 60,12 persen. Fraksi PKS mencatat berdasarkan RPJMN 2020-2024 target TPT di kisaran 4,0 – 4,6 belum tercapai.
- Fraksi PKS berpendapat target penurunan kesenjangan tahun 2023 belum tercapai. Di dalam target APBN 2023 dicanangkan rasio gini pada kisaran 0,375 sampai dengan 0,378 sementara realisasinya hanya sebesar 0,388 pada maret 2023. Rasio gini juga tidak mengalami perbaikan dari posisi 0,38 pada september tahun 2019 sebelum pandemi. Fraksi PKS mencatat target rasio gini dalam RPJMN 2020 – 2024 dalam rentang 0,370 sampai dengan 0,374 juga tidak tercapai.
- Fraksi PKS juga mencermati target Indeks Pembangunan Manusia (IPM) juga belum tercapai berdasarkan dokumen RPJMN 2020-2024 sebesar 75,54. IPM yang mampu dicapai Pemerintah pada tahun 2023 sebesar 74,39 dari target APBN 2023 sebesar 73,31 – 73,49.
- Fraksi PKS mencermati realisasi Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Nelayan (NTN) tahun 2023 masing-masing sebesar 112,46 dan 105. Target NTP dan NTN pada tahun APBN 2023 berada dalam rentang 105-107 dan 107-108. Kemudian, target NTP di dalam RPJMN 2020 – 2024 adalah 103 – 105. Fraksi PKS memberikan apreasiasi atas capaian NTP berdasarkan APBN 2023 dan RPJMN 2020-2024, namun pemerintah belum berhasil mencapai target NTN pada tahun 2023.
- Fraksi PKS mengapresiasi capaian penerimaan negara yang melampau target baik pada penerimaan perpajakan sebesar 101,69 persen dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar 118 persen pada 2023. Namun demikian, Fraksi PKS terus mendorong pemerintah agar terus melakukan reformasi penerimaan negara dengan terus menyasar sumber-sumber penerimaan baru. Sebab, dengan masih berfluktuasinya penerimaan negara yang bergantung dari sentimen harga komoditas, menandakan reformasi fiskal dan administrasi perpajakan tidak berjalan. Di satu sisi pemerintah mengandalkan kejadian luar biasa dalam perekonomian untuk dapat menggenjot penerimaan perpajakan.
- Fraksi PKS mendorong agar pemerintah terus meningkatkan pungutan pajak pada sektor-sektor undertax seperti ekonomi digital maupun pajak orang superkaya. Terkait hal ini, Fraksi PKS melihat besarnya potensi yang ekonomi digital maupun jumlah orang super kaya di Indonenesia. Potensi ekonomi digital di Indonesi menunjukkan bahwa volume penjualan kotor (Gross Merchandise Volume) ekonomi digital di Indonesia pada 2025 diprediksi dapat mencapai sekitar US$110 miliar. Sementara itu, orang super kaya dengan kekayaan lebih dari Rp447 miliar di Indonesia diprediksi tumbuh signifikan dan mencapai sekitar 651 orang pada 2027. Sehingga, Fraksi PKS terus mendorong agar pemerintah terus memperkuat kesepakatan bilateral atas pajak digital dengan negara lain, peningkatan validitas data ekonomi digital sebagai basis ukur penerimaan perpajakan, hingga upaya-upaya penerapan konsep/tarif pajak yang baru terhadap perdagangan e-commerce lintas pajak.
- Fraksi PKS berpendapat rendahnya peranan belanja negara terhadap PDB disebabkan kualitas belanja yang belum optimal. Masih lemahnya peranan belanja dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, menunjukkan kualitas belanja belum sepenuhnya berjalan dengan optimal. Salah satu indikator yang menunjukkan situasi tersebut adalah kecenderungan belanja negara terealisasi di akhir tahun dan serta belanja dengan realisasi yang rendah. Fraksi PKS senantiasa mendorong Pemerintah agar meningkatkan kualitas belanja negara agar optimal dalam mendukung akselerasi pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat.
- Fraksi PKS mencermati terkait dengan mandatory spending bidang Pendidikan dengan alokasi Anggaran Pendidikan sebesar 20 persen dari APBN. Anggaran Pendidikan tahun 2023 terealisasi hanya Rp513,38 triliun dari total anggaran sebesar Rp621,28 triliun, atau hanya 16,45% dari belanja negara. Fraksi PKS berpendapat bahwa hal ini memberikan indikasi Pemerintah tidak konsisten dengan arah kebijakan negara terkait dengan mandatory spending dan pembangunan kualitas SDM dan Pendidikan. Pemerintah kurang optimal dalam mengelola anggaran pendidikan dan menjadi ironi ditengah 4,1 juta anak dan remaja usia 7-18 tahun tidak besekolah, IPM Indonesia masuk jajaran terendah di negara G20, dan kesejahteraan banyak guru belum memadai.
- Fraksi PKS mencermati terkait realisiasi Anggaran Kesehatan 2023 sebesar Rp183,2 triliun atau turun dari Rp188,12 triliun tahun 2022 ditengah banyaknya tantangan sektor kesehatan. Sektor kesehatan rakyat masih menghadapi banyak masalah seperti: pravalensi stunting (gizi buruk) yang masih tinggi berdasarkan standar WHO; pemerataan Kesehatan; ketersediaan dokter; serta masalah tenaga kesehatan dan obat-obatan di daerah terpencil. Selain itu, belum optimalnya layanan dasar dan kegiatan promotif dan preventif, yang tecermin masih tingginya persentase puskesmas yang belum memenuhi standar tenaga kesehatan dan kelayakan secara peralatan menjadi tantangan yang serius.
- Fraksi PKS juga berpendapat pemerintah masih perlu meningkatkan upaya transformasi pelayanan primer, sebagai pilar utama mewujudkan ketahanan kesehatan. Jika kita mencermati kendala pelayanan kesehatan di puskesmas sebagai pusat layanan primer, terdapat 18% wilayah desa di Indonesia dikategorikan sebagai wilayah sulit bahkan sangat sulit ke Puskesmas. Ditambah lagi dengan adanya Keterbatasan SPA dan SDM kesehatan di puskesmas. Sebanyak 5.237 Puskesmas memiliki kelengkapan Sarana Prasana dan Alat di bawah 70 persen. Sehingga Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan Primer, yang menjadi garda terdepan dalam upaya promotif, preventif dan kuratif belum secara optimal berfungsi di semua daerah.
- Fraksi PKS mengingatkan LHP BPK RI yang menyebut penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban belanja pada 81 K/L minimal sebesar Rp7,05 triliun belum sepenuhnya sesuai ketentuan perundang-undangan. Beberapa contoh kasusnya seperti; kelebihan belanja pegawai di 13 K/L atau pembayaran belanja pegawai tidak sesuai dengan ketentuan pada 24 K/L. Terdapat penyimpangan belanja perjalanan dinas seperti belum ada bukti pertanggungjawaban di 14 K/L atau perjalanan dinas fiktif pada 2 K/L. Terkait permasalahan-permasalahan yang terjadi Fraksi PKS mendorong pemerintah agar APBN dikelola secara lebih transparan, kredibel, dan akuntabel, sebagai wujud pertanggungjawaban pemerintah kepada rakyatnya.
- Fraksi PKS berpendapat bahwa naiknya realisasi Transfer ke Daerah (TKD) TA 2023 seharusnya diikuti dengan penurunan ketimpangan di daerah. Realisasi TKD TA 2023 mencapai 108,19 persen atau Rp881,43 triliun dari APBN tahun 2023 yang ditetapkan sebesar Rp814,72 triliun. Realisasi ini masih belum sebanding dengan penurunan ketimpangan karena berdasarkan data yang dirilis BPS pada Maret 2023, gini ratio sebesar 0,388 atau meningkat dibandingkan dengan gini ratio Maret 2022 yang sebesar 0,384. Gini ratio di perkotaan pada Maret 2023 tercatat sebesar 0,409 atau naik dibandingkan gini ratio Maret 2022 yang sebesar 0,403. Sedangkan gini ratio di perdesaan pada Maret 2023 tercatat sebesar 0,313 yang artinya belum ada perubahan yang berarti jika dibandingkan gini ratio Maret 2022 yang sebesar 0,314. Fraksi PKS juga menyoroti kenaikan drastis realisasi DBH yang mencapai 150,94 persen atau sebesar Rp205,67 triliun dari Rp136,26 triliun yang dianggarkan dalam APBN TA 2023.
- Fraksi PKS kembali mengingatkan temuan BPK terkait Perencanaan dan Penganggaran Alokasi DAU Specific Grant Tahun 2023 untuk Dukungan Penggajian Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Daerah yang belum memadai. Fraksi PKS berharap kajian dan evaluasi yang dilakukan oleh Menteri Keuangan selaku Wakil Pemerintah terhadap pelaksanaan kebijakan DAU Specific Grant Tahun 2023, termasuk penyusunan mekanisme perhitungan pagu dengan data dan informasi yang akurat dari K/L serta pengendalian atas sisa alokasi DAU specific grant dukungan penggajian PPPK daerah oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan, dapat memberikan solusi sehingga permasalahan ini tidak terulang di tahun mendatang.
- Fraksi PKS juga mendesak evaluasi menyeluruh terhadap mandatory spending bidang pendidikan melalui TKD, sebagaimana temuan BPK bahwa penganggaran mandatory spending bidang pendidikan pada APBN tahun 2023 belum didukung dengan perencanaan program/kegiatan yang memadai. Hal ini sangat penting karena anggaran bidang pendidikan tahun 2023 melalui TKD sangat besar yakni Rp305,60 triliun dengan realisasi Rp306,00 triliun. Fraksi PKS memandang penting menyusun dan menetapkan mekanisme pemantauan anggaran mandatory spending bidang pendidikan untuk memastikan bahwa pengalokasian anggaran dan realisasinya serta ketercapaian output dan outcome dari pelaksanaan anggaran yang jelas dan terarah.
- Fraksi PKS Fraksi PKS berpendapat pentingnya penguatan pendampingan dan sosialisasi yang berkelanjutan untuk mengatasi permasalahan pemenuhan syarat salur yang masih menjadi kendala dalam realisasi Dana Desa. Turunnya persentase realisasi Dana Desa tahun 2023 yakni sebesar 99,80 persen atau Rp69,86 triliun serta masih adanya relaksasi batas waktu penyampaian persyaratan penyaluran Dana Desa Tahap II menunjukkan masih terjadi permasalahan berulang terkait pemenuhan syarat penyaluran. Ketidakpahaman mengenai ketentuan aturan penghitungan alokasi anggaran beserta persyaratannya juga masih menjadi kendala bagi banyak daerah sehingga sering muncul pertanyaan terkait perbedaan alokasi dana setiap tahunnya.
- Fraksi PKS berpendapat defisit anggaran tahun 2023 sebesar 1,61 persen dari PDB atau Rp337,29 triliun mengindikasikan bahwa fiskal belum berdaulat atau masih rentan. Defisit tersebut mengakibatkan timbulnya pembiayaan utang yang besar dan lebih ironisnya defisit belum dapat menjadi daya ungkit pertumbuhan ekonomi. Realisasi dafisit memang lebih rendah dari rencana (Rp479,93 T), namun dari defisit yang ada realisasi pertumbuhan pada 2023 hanya mencapai 5,05 persen, jauh dari target sebesar 5,3 persen.
- Fraksi PKS mencermati tingginya rerata defisit anggaran periode pemerintahan 2014-2023 dibandingkan periode pemerintahan sebelumnya. Rerata defisit anggaran selama periode 2005-2014 ialah sebesar Rp90,90 triliun per tahun, sedangkan periode 2015-2019 rerata defisit anggaran melebar menjadi Rp313,18 triliun per tahun, dan pada masa pandemi periode 2020-2022 meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi Rp727,73 triliun per tahun.
- Fraksi PKS mengapresiasi capaian keseimbangan primer tahun 2023 yang bernilai positif sebesar Rp102,59 triliun. Realisasi tersebut lebih baik dari target keseimbangan primer APBN 2023 sebesar negatif Rp38,53 triliun dan nilai positif tersebut juga menjadi yang pertama kali dalam dua belas tahun terakhir (keseimbangan primer positif terakhir pada 2011).
- Fraksi PKS berpendapat akumulasi utang hingga mencapai Rp8.144,69 triliun perlu diwaspadai. Besarnya jumlah utang sebagai akibat pemerintah yang terlalu fleksibel dalam kebijakan penambahan utang baru. Pada 2023 pembiayaan utang terealisasi sebesar Rp403,95 triliun. Akumulasi utang tersebut menjadi tiga kali lipat lebih dari jumlah utang periode pemerintahan sebelumnya.
- Fraksi PKS berpendapat jumlah utang yang menumpuk berdampak pada kenaikan rasio pembayaran bunga utang terhadap belanja pemerintah pusat (Interest payments/Expenditure). Rasio meningkat dari 16,94 persen pada 2022 menjadi 19,64 persen pada 2023. Pada 2023 biaya bunga utang sebesar Rp439,88 triliun dan 2022 Rp386,34 triliun (naik 13,86 persen). Kenaikan rasio bunga utang terhadap belanja pemerintah pusat akan mengurangi alokasi anggaran belanja modal dan subsidi. Hal ini menyimpang dari fungsi APBN dari segi distribusi, kebijakan anggaran harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
- Fraksi PKS berpendapat penggunaan anggaran untuk pembiayaan penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp69,89 triliun yang sebagian besar ditujukkan kepada BUMN (Rp41,42 triliun) belum sepenuhnya tepat dan perlu dikaji ulang tujuannya. Dana PMN yang disuntikkan pemerintah kepada BUMN harus dapat memberikan kontribusi nyata pada pembangunan dan mendukung program prioritas nasional serta memiliki multiplier effectpada perekonomian nasional.
- Fraksi PKS berpendapat Pemerintah perlu mengoptimalisasi penggunaan Saldo Anggaran Lebih (SAL) dalam pelaksanaan program kegiatan. Pada 2023 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) sebesar Rp19,38 triliun dan SAL mencapai Rp478,96 triliun. Pemanfaatan SAL akan dapat mengurangi pembiayaan utang baru, hal ini dinilai lebih tepat, mengingat biaya pembentukan utang baru yang tidak murah.
Hadirin yang Kami Muliakan,
Demikian Pendapat Fraksi PKS DPR-RI, dengan mengucapkan Bismillahhir-rahmannirrahiim, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera memberikan minderheid nota (menerima dengan catatan) hasil pembahasan Rancangan Undang-Undang Tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2023 dalam rangka Pembicaraan Tingkat I, untuk dilanjutkan dalam tahapan pembahasan selanjutnya. Atas perhatian dan kesabaran Bapak/Ibu dalam mendengarkan pendapat Fraksi PKS, kami ucapkan terima kasih.
Wallahul muwafiq ila aqwamith thariq, billahi taufiq wal hidayah,
Wassalaamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Jakarta, 23 Shafar 1446 H
28 Agustus 2024 M
PIMPINAN FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Ketua
Dr. H. Jazuli Juwaini, M.A. No. Anggota: A-449 |
Sekretaris
Hj. Ledia Hanifa A, S.Si., M.PSi.T. No. Anggota: A-427 |
Dokumen: