
Jakarta (17/08) — Anggota DPR RI Komisi X dari Fraksi PKS Ledia Hanifa Amaliah merespon keras kejadian anggota Paskibraka putri yang lepas hijab saat melakukan upacara pengukuhan Paskibraka di IKN pekan lalu.
Ledia juga menilai tidak cukup hanya minta maaf, pemerintah seharusnya segera melakukan perbaikan.
“Soal pasukan paskibraka putri yang lepas hijab saat acara pengukuhan paskibraka, memang kejadiannya sudah lewat dan Badan Pembina Ideologi Pancasila atau BPIP sudah minta maaf, tapi bukan berarti berhenti sampai sini. Inilah saatnya pemerintah harus melakukan evaluasi dan perbaikan diri,” tegasnya.
Perlu diingat, kata Ledia, kejadian ini dimulainya bukan dari anak-anak yang secara ‘sukarela’ melepas jilbab. Bukan. Kejadian ini justru bermula saat BPIP membuat kebijakan yang menabrak konstitusi dan mencederai nilai nilai pancasila.
“Lihat kronologisnya. Sejak lama hijab atau jilbab bukan hal terlarang dipakai oleh pasukan paskibraka. Bahkan Peraturan Presiden no 51 Tahun 22 yang dikuatkan dengan Peraturan BPIP RI No 3 Tahun 2022 menguatkan hal ini dengan memuat poin 4 dalam Kelengkapan Seragam paskibraka yang berbunyi: _Ciput warna hitam (untuk putri berhijab)_ tapi kemudian terbitlah Keputusan Kepala BPIP (yang notabene kedudukannya di bawah Peraturan Presiden) nomor 35 Tahun 2024 Tentang Standar Pakaian, Atribut dan Tampang Paskibraka yang meniadakan poin yang mengakomodir pasukan putri yang berhijab. Apakah ini bukan sebuah kejadian yang disengaja?,” ungkap Ledia retoris
Kemudian saat penerimaan pasukan paskibraka diketahui bahwa setiap peserta diminta menandatangi surat pernyataan bermaterai kesediaan bila diminta melepas hijabnya saat bertugas, hingga tak salah bila tindakan ini nampak sebagai sebuah ‘pemaksaan’ kepada seluruh peserta berhijab.
Tambahan lagi, lanjut Ledia, alasan Kepala BPIP dalam konferensi pers yang menyatakan bahwa lepasnya jilbabnya ini ‘hanya dilakukan’ pada saat upacara pengukuhan paskibraka dan pengibaran bendera merah putih pada upacara kenegaraan menunjukkan betapa Pemerintah tidak memiliki penghormatan pada nilai-nilai agama.
“Apakah Bapak Kepala BPIP mengira jilbab itu sekedar fashion penutup kepala? Kita harus sama-sama ingat; jilbab itu tuntunan agama, sebuah ibadah kepada Allah Swt. Menyebutkan lepas jilbab hanya saat upacara pengukuhan sungguh menunjukkan kalau pemerintah tidak memiliki sensitivitas beragama, mencederai konstitusi yang menjamin setiap warga negara menjalankan tuntunan agamanya dan lupa pada esensi nilai-nilai Pancasila yang menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa pada sila pertama,” tegas Ledia lagi
Karena itu, Sekretaris Fraksi PKS ini kemudian menyampaikan tiga pokok evaluasi dan perbaikan kepada pemerintah, yaitu: Pertama, mengingatkan pemerintah untuk tidak gegabah, saat membuat kebijakan.
“Setiap kita punya salah, pemerintah pun demikian. Tapi berkali-kali melakukan kesalahan lalu minta maaf namanya bukan lagi kekhilafan melainkan keteledoran atau bahkan kesengajaan. Baru saja kita geram soal kontoversi kontrasepsi untuk pelajar,kini soal lepas jilbab bagi pasukan paskibraka. Maka sebelum membuat kebijakan pikirkan, pertimbangkan dan mengacu lah pada konstitusi dan implementasi Pancasila secara benar agar tidak bolak balik membuat kontroversi.”
Kedua, Ledia meminta setiap pejabat publik yang tidak mampu memahami dan mentaati konstitusi serta implementasi nilai-nilai Pancasila untuk dievaluasi, diminta pertanggungjawabannya atau bahkan diberhentikan dari jabatannya.
“Bila seorang pimpinan lembaga yang membina ideologi Pancasila namun tidak paham implementasi Pancasila, tidak memberi contoh baik terkait implementasi Pancasila tentu perlu dipertanyakan kredibilitasnya dan layak dibebastugaskan. Diberhentikan. Apalagi ini bukan kali pertama yang bersangkutan membuat kontroversi.”
Ketiga, Ledia mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk tidak bosan untuk mengawal, mengawasi, memberikan masukan maupun menyampaikan koreksi kepada pemerintah juga kepada anggota DPR RI sebagai wakil rakyat agar bisa terus melaksanakan amanah kepada masyarakat dengan benar, dengan baik dan berkelanjutan.
“Semoga tidak ada lagi kejutan dan kegeraman masyarakat atas kebijakan yang tidak bijaksana di kemudian hari,” tutupnya.