
Jakarta (07/06) — Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PKS Wisnu Wijaya meminta Kementerian Sosial untuk melakukan sinkronisasi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang dimilikinya dengan DTKS milik Dinas Sosial Provinsi.
Sebab, kata Wisnu, ketidaksinkronan ini menjadikan banyak warga miskin tidak mendapatkan bantuan karena datanya tertera di DTKS Dinsos tapi tidak masuk di DTKS Kemensos.
“Kalau ini dibiarkan bisa menimbulkan kekacauan sosial dan menurunkan kepercayaan masyarakat kepada Pemerintah. Kami sebagai wakil rakyat di DPR juga kena dampaknya karena dianggap tidak bisa melayani konstituen dengan baik,” tutur Wisnu di Jakarta, Jumat (07/06), menyikapi protes masyarakat akibat ketidaksamaan status DTKS yang dimiliki Kemensos dan Dinsos.
Wakil Rakyat dari Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Kendal dan Kota Salatiga itu menceritakan banyak usulan dari warga miskin yang diajukannya untuk mendapatkan bantuan usaha Pahlawan Ekonomi Nusantara (PENA) tertolak oleh sistem DTKS Kemensos. Salah satu alasan yang muncul di sistem sehingga menjadi polemik adalah keterangan terkait status DTKS nonaktif.
“Banyak warga protes kepada saya, kenapa tidak masuk DTKS Kemensos padahal di website Dinsos Provinsi Jawa Tengah nama mereka tertera sebagai warga yang masuk di DTKS. Jadinya simpang siur. Ujung-ujungnya, warga miskin yang dirugikan karena tidak mendapatkan alokasi bantuan yang seharusnya jadi hak mereka,” ungkap politisi Partai Keadilan Sejahtera itu.
Wisnu menambahkan, selain problem ketidaksinkronan DTKS, persoalan juga terjadi ketika proses input di aplikasi Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial Masyarakat (SIKS-MA) dimana para pendamping sosial harus menginput data di aplikasi tersebut untuk melakukan assesment terhadap kandidat penerima PENA. Dia mencontohkan, terkait kluster usaha, fitur pada aplikasi SIKS-MA kurang mengakomodir pelaku usaha yang bergerak di bidang jasa seperti misalnya tukang cukur, dimana di salah satu halaman di aplikasi tidak tersedia opsi untuk mengakomodir penilaian terhadap jenis usaha ini.
“Padahal kalau tidak diisi maka tidak bisa lanjut ke halaman selanjutnya untuk menyelesaikan assesment dan otomatis tidak lolos sebagai calon penerima bantuan,” ujarnya.
Wisnu berharap Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kemensos segera menindaklanjuti keluhan terkait aplikasi SIKS-MA yang kurang representatif terhadap kebutuhan di lapangan. Dia mengusulkan Pusdatin segera melakukan public hearing dengan mengundang para pendamping sosial sebagai user aplikasi SIKS MA.
“Public hearing untuk mendengar segala keluhan para user sehingga aplikasi tersebut bisa disempurnakan dan dapat memecahkan segala kesulitan di lapangan terkait proses assesment terhadap pelaku usaha kandidat penerima bantuan dari Kemensos. Selain untuk memudahkan pola kerja user, juga untuk memastikan pelaku usaha dari berbagai kluster yang memenuhi syarat dapat mengakses bantuan PENA,” pungkasnya.