PENDAPAT MINI FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (FPKS) DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN
==============================================================
Disampaikan oleh : H. ANSORY SIREGAR, LC.
Nomor Anggota : A-414
Bismillahirrahmanirrahiim
Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh
Salam Sejahtera untuk kita semua
Yang kami hormati:
– Pimpinan dan Anggota Badan Legislasi DPR-RI;
– Rekan-rekan wartawan serta hadirin yang kami muliakan;
Segala puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas limpahan kasih sayang dan rahmat-Nya, kita bisa menghadiri Rapat Pleno Baleg DPR RI dalam rangka pengambilan atas hasil harmonisasi RUU tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran sebagai bentuk tugas mulia kita dalam menjalankan amanah sebagai wakil rakyat. Sholawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, insan pilihan yang mengkhidmat kebijaksanaan dan kesalehan sosial sebagai tuntunan untuk memanusiakan manusia dalam bermasyarakat dengan berkeadilan dan kesejahteraan.
Pimpinan dan Anggota Badan Legislasi DPR-RI, serta hadirin yang kami hormati,
Pasal 25A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa “Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah dan batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang”. Kondisi geografis Indonesia yang merupakan salah satu negara maritim terluas di dunia dengan luas lautan yang mencapai 3.257.483 kilometer persegi atau sekitar 63 persen dari total luas wilayah Indonesia merupakan lautan, tentunya menjadikan sektor pelayaran nasional merupakan sektor yang krusial dalam kegiatan ekonomi, sosial, maupun politik. Namun, saat ini penyelenggaraan pelayaran sebagai bagian dari sistem transportasi nasional masih banyak menghadapi kendala dan permasalahan, berupa adanya praktik-praktik manipulasi pengangkutan yang merugikan kedaulatan pelayaran nasional, pengelolaan manajemen dan tata kepelabuhan yang kurang efektif dan efisien, kondisi angkutan laut pelayaran-rakyat yang masih memprihatinkan, serta tumpang tindih fungsi dan wewenang banyak kelembagaan dalam penyelenggaraan keamanan dan keselamatan pelayaran serta penegakan hukum di laut. Oleh karena itu, untuk mengatasi kendala dan permasalahan tersebut, perbaikan dan penyempurnaan regulasi terkait pelayaran menjadi suatu hal yang penting untuk dilakukan.
Pimpinan dan Anggota Badan Legislasi DPR-RI, serta hadirin yang kami hormati,
Berkaitan dengan hasil harmonisasi RUU tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (Fraksi PKS) menyampaikan beberapa hal sebagai berikut:
Pertama, Fraksi PKS berpendapat bahwa RUU tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran ini harus menguatkan asas cabotage. Asas cabotage bermakna pada kedaulatan negara (sovereign of the country) terkait peran sektor transportasi laut dalam menjaga keamanan dan pertahanan negara dari kemungkinan serangan oleh negara asing. Penguatan asas cabotage dalam RUU ini diharapkan dapat menghilangkan praktik-praktik manipulasi pengangkutan yang merugikan kedaulatan pelayaran nasional, seperti praktik pinjam nama (nominee) yakni keberadaan kapal atas nama warga negara Indonesia, tetapi sebenarnya milik asing.
Kedua, Fraksi PKS berpendapat bahwa saat ini masih ditemui sejumlah kendala dalam meningkatkan jumlah kepemilikan kapal nasional, antara lain masih kurangnya dukungan terhadap sektor-sektor terkait pelayaran, yang mencakup permodalan, perbankan, dan teknologi. Oleh karena itu, RUU tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran ini diharapkan mampu mendorong peningkatan kepemilikan kapal nasional dalam rangka mewujudkan kedaulatan pelayaran di Indonesia.
Ketiga, Fraksi PKS berpendapat bahwa RUU tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran ini perlu mengatur kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas industri galangan kapal nasional, sehingga Indonesia mampu memproduksi sendiri dan memenuhi kebutuhan kapal untuk layanan angkutan laut domestik bahkan internasional. Kebijakan pemerintah tersebut dapat berupa penyaluran kredit ke sektor jasa pelayaran, penurunan suku bunga kredit pinjaman pengadaan kapal, jangka pengembalian pinjaman yang diperpanjang, dan insentif fiskal berupa relaksasi pajak yang berkaitan dengan industri galangan kapal nasional.
Keempat, Fraksi PKS berpendapat bahwa angkutan laut pelayaran-rakyat memiliki peran penting bagi perekonomian nasional dan berkontribusi besar terhadap pelayaran nasional. Namun, saat ini keberadaannya masih memprihatinkan. Oleh karena itu, RUU tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran ini harus mampu mendorong peran pemerintah dan pemerintah daerah untuk melakukan pemberdayaan angkutan laut pelayaran-rakyat melalui pengembangan sumber daya manusia, pengembangan armada kapal pelayaran-rakyat, pembangunan terminal kapal pelayaran rakyat, peningkatan kapasitas pengelolaan usaha angkutan laut pelayaran-rakyat, dan memaksimalkan ketersediaan muatan kapal pelayaran-rakyat. Selain itu, diperlukan pembinaan terhadap galangan kapal untuk pelayaran-rakyat sesuai standar keselamatan, memenuhi standar nasional kapal pelayaran-rakyat sesuai kapasitas, kecocokan jalur, dan operasional feeder kapal niaga nasional, khususnya angkutan jalur laut yang menghubungkan perbatasan, daerah perairan pedalaman, dan daerah perintis.
Kelima, Fraksi PKS berpendapat bahwa penjagaan laut dan pantai (sea and coast guard) yang merupakan amanat International Maritime Organization (IMO), badan khusus PBB yang bertanggungjawab untuk keselamatan dan keamanan aktivitas pelayaran dan pencegahan polusi di laut, sudah dijalankan oleh Indonesia dan patut kita apresiasi. Namun, penjagaan laut dan pantai (sea and coast guard) tersebut masih kurang efektif dikarenakan adanya tumpang tindih kewenangan dan belum adanya lembaga yang bertugas sebagai leading sector dalam penjagaan laut dan pantai. Oleh karena itu, diperlukan pengaturan terkait lembaga yang dibentuk dan bertanggung jawab langsung kepada presiden, yang bertugas sebagai leading sector dalam mengorganisasikan fungsi penjagaan, keselamatan, dan penegakan peraturan perundang-undangan di laut dan pantai khususnya bidang pelayaran. Namun, FPKS mengingatkan bahwa terkait penjaga laut dan pantai (sea and coast guard) dalam RUU ini sebaiknya disinkronkan dengan RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 tahun 2014 tentang Kelautan yang saat ini juga dibahas oleh Pansus DPR RI.
Keenam, Fraksi PKS berpendapat bahwa RUU tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 harus mampu menyelesaikan permasalahan penyelenggaraan Terminal Khusus (Tersus) dan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) seperti antara lain praktik penyalahgunaan fungsi Tersus dan TUKS oleh sejumlah pengelola yang melayani kegiatan kepelabuhan untuk kepentingan di luar yang telah ditentukan, kurangnya integrasi dan koordinasi antara Tersus dan TUKS dengan pelabuhan umum, pelayaran, dan industri, sehingga menimbulkan biaya logistik yang tinggi dan menghambat pengembangan pelabuhan Indonesia.
Ketujuh, Fraksi PKS berpendapat bahwa RUU tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008ini perlu mengatur larangan kapal-kapal angkutan laut mengangkut penumpang Pekerja Migran Indonesia (PMI) illegal ke luar negeri dan mengatur sanksi tegas berupa perampasan kapal agar memberikan efek jera sebagai bentuk pencegahan atas praktik Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) melalui jalur laut.
Kedelapan, FPKS berpendapat bahwa RUU tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 perlu mengatur penyelenggaraan pelayanan publik terkait trayek tol laut secara komprehensif, baik untuk pelayaran komersial maupun non-komersial, serta dibutuhkan peran pemerintah dalam mendukung efektivitas dan efisiensi sistem transportasi nasional.
Pimpinan dan Anggota Badan Legislasi DPR-RI, serta hadirin yang kami hormati,
Dengan memohon taufik Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan mengucap Bismillahirrahmanirrahim, kami Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) menyatakan MENERIMA DENGAN CATATAN hasil harmonisasi RUU tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
Demikian Pendapat Mini Fraksi PKS ini kami sampaikan. Semoga rapat pleno Baleg DPR RI hari ini memperoleh kesimpulan yang terbaik. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala meridhoi dan mencatat ikhtiar kita bersama dalam pembahasan ini sebagai bagian dari amal terbaik kita untuk kemajuan bangsa dan negara Indonesia tercinta.
Atas perhatian Pimpinan dan Anggota Badan Legislasi DPR RI, serta hadirin kami ucapkan terima kasih.
Billahi taufiq wal hidayah
Wassalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh.
Jakarta, 12 Dzulkaidah 1445 H
20 Mei 2024 M
PIMPINAN
FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Ketua, Sekretaris,
H. Jazuli Juwaini, MA. Hj. Ledia Hanifa, A. S.Si. M.Psi. T.
A-449 A-427
Selengkapnya:
20524_Pendapat Mini Fraksi RUU Perubahan Ketiga atau UU 17 Th 2008 tentang Pelayaran