Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Berharap Fungsi Imigrasi Berjalan Baik, Fraksi PKS Terima dengan Catatan UU Keimigrasian tahun 2011

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Jakarta (16/05) — Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi PKS Hermanto menyampaikan pandangan Fraksi soal Keimigrasian Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang Keimigrasian Nomor 6 Tahun 2011 (UU Keimigrasian Tahun 2011), yang menggantikan Undang-Undang Keimigrasian sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992.

Hal tersebut disampaikan dalam Rapat Baleg DPR RI yang digelar di Ruang Baleg, Gedung Nusantara 1, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, (16/05).

Permasalahan keimigrasian ini, kata Hermanto, menjadi sangat penting dikarenakan semakin meningkatnya pergerakan orang melintasi batas negara ke negara lain di era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini.

“Perpindahan penduduk ke dalam dan ke luar wilayah suatu negara membawa berbagai dampak, baik positif maupun negatif, terhadap kepentingan dan kehidupan bangsa dan negara. Dari sisi negatif, memungkinkan terjadi perdagangan manusia, penyelundupan manusia, imigrasi ilegal dan perdagangan narkoba sebagai dampak negatif yang diakibatkan oleh perpindahan orang antar negara,” ungkapnya.

Namun, dari sisi positif, kata Hermanto, pemenuhan kebutuhan tenaga kerja dan pencari kerja, arus perdagangan antar negara, arus investasi ke dalam dan luar negeri, pertukaran budaya, pertukaran ilmu pengetahuan, bantuan kemanusiaan, dan berbagai hal positif lainnya juga terjadi kerana terjadinya pergerakan penduduk dalam sebuah negara.

“Untuk itu diperlukan pemahaman yang sama diantara para pihak pembuat kebijakan bahwa fungsi imigrasi adalah sebagai penjaga gerbang masuk wilayah RI bukan sekedar pelayanan keimigrasian,” tegas Anggota Komisi IV DPR RI ini.

Untuk itu, imbuh Hermanto, Ada beberapa hal yang ingin disampaikan terkait dengan Rancangan Undang-Undang tentang perubahan atas UU no. 6 tahun 2011 Tentang Keimigrasian.

“Pertama, Fraksi PKS berpendapat perubahan yang dilakukan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, yaitu menghapus kata ‘penyelidikan dan; serta Pasal 97 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, berupa penghapusan frasa ‘setiap kali’ dan menggantinya dengan rumusan ‘Jangka waktu Pencegahan berlaku paling lama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang paling lama 6 (enam) bulan’ merupakan perubahan yang harus dilakukan sesuai dengan amanat Putusan Mahkamah Konstitusi,” jelasnya.

Kedua, lanjut Hermanto, Fraksi PKS berpendapat bahwa perubahan undang-undang keimigrasian akibat keputusan Mahkamah Konstitusi ini merupakan pintu masuk untuk perbaikan secara keseluruhan dikarenakan berbagai aturan yang beririsan, peristiwa yang mempengaruhi, dan perjalanan waktu yang merubah teknologi, nilai tukar, hingga budaya dunia. Untuk itu diperlukan pembahasan lebih mendalam bahkan RDP dan FGD dengan para ahli, praktisi, dan lembaga yang terkait dengan keimigrasian untuk menemukan berbagai perubahan norma yang dibutuhkan dalam rangka merumuskan undang-undang keimigrasian yang mampu menjawab tantangan zaman dan sekaligus sinkron dengan beberapa perubahan aturan lain yang berpengaruh pada keimigrasian di Indonesia.

“Ketiga, Fraksi PKS berpendapat disahkannya Undang-Undang 6 tahun 2023 terutama Pasal 106 merupakan salah satu alasan utama diperlukannya perubahan lebih lanjut dalam undang-undang keimigrasian. Beberapa norma baru yang perlu disinkronkan diantaranya tentang Visa dan Izin Tinggal elektronik pada pasal 1 ayat 18 dan 21, Rumah Kedua bagi orang asing pada pasal 39 ayat 1 dan pasal 54 ayat 1 huruf a, penghapusan ketentuan Penjamin bagi warga negara asing pada pasal 63 ayat 4 huruf b c dan ayat 6,” sebut Anggota DPR RI dari Dapil Sumbar II ini.

Keempat, tambah Hermanto, Fraksi PKS berpendapat bahwa beberapa aturan pelaksana dan peristiwa yang terjadi ikut memberi alasan yang kuat diperlukannya pembahasan lebih mendalam mengenai undang-undang keimigrasian.

“Sebagai awalan, beberapa hal berikut bisa menjadi pemantik pendalaman, yaitu pembahasan tentang Konsultan Keimigrasian yang muncul dalam Permenkumham 35/2021, belum adanya pengaturan Rumah Detensi Keimigrasian bagi pengungsi padahal isu pengungsian beberapa kali muncul dalam ruang diskusi masyarakat Indonesia, termasuk perubahan besaran nilai denda/sanksi yang perlu disesuaikan mengingat perubahan nilai rupiah akibat inflasi serta sebab lain dibandingkan tiga belas tahun yang lalu,” jelasnya.

Fraksi PKS, imbuhnya, menginginkan terwujudnya masyarakat adil dan sejahtera berdasarkan Pancasila, maka hukum di Indonesia harus dapat menjamin fungsi imigrasi sebagai penjaga gerbang wilayah RI dapat terlaksana dengan baik. Oleh karena itu, diperlukan kajian mendalam untuk membahas perubahan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

“Berdasarkan catatan-catatan yang kami paparkan di atas, maka kami Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) dengan memohon taufik Allah SWT dan mengucap Bismillahirrahmanirrahim, menyatakan MENERIMA DENGAN CATATAN hasil Panja tersebut untuk dilanjutkan pada tahapan berikutnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” tutup Almuzzammil Yusuf.