Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Komisi X FPKS Nilai Demokrasi Indonesia Berada di Tepi Jurang

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Jakarta (17/04) — Anggota DPR RI Komisi X dari Fraksi PKS Fahmy Alaydroes merespon gelaran Pemilu 2024 yang bisa meninggalkan luka yang dalam bagi demokrasi di Indonesia.

Menurut Fahmy, banyak pengamat baik dari dalam dan luar negeri, pakar, guru besar, jurnalis, bahkan jutaan rakyat, menilai pemilu dan pilpres 2024 diwarnai berbagai kondisi memprihatinkan.

“Pemilu 2024 ini dipenuhi dengan intrik, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan, dan kekuatan yang berlebihan, yang diduga kuat melanggar sumpah jabatan, undang-undang, dan Konstitusi,” ungkap Anggota DPR RI dari Dapil Jawa Barat V ini.

Fenomena intrik dan penyalahgunaan kecurangan tersebut, kata Fahmy, sudah dimulai jauh sebelum masa pemilu dan pilpres dimulai.

“Upaya penjegalan dan penghambatan terhadap salah satu paslon pilpres sudah terlihat jelas dan dilakukan berulang kali dengan berbagai cara,” pungkasnya.

Termasuk, lanjut Fahmy, upaya membantu parpol tertentu agar bisa maju untuk ikut kontestasi di pemilu, hal ini juga ramai dibicarakan oleh khalayak.

“Pemilu dan Pilpres 2024 dikotori oleh oknum-oknum politisi yang berpikir, bersikap, dan bertindak pragmatis, haus kekuasaan, dan sama sekali tidak memperhatikan etika dan moral bernegara serta berbangsa,” ujar pria yang juga seorang praktisi Pendidikan ini.

Sejarah akan mencatat dengan tinta yang kelam, imbuhnya, jejak-jejak kekuasaan dan pemerintahan selama pemilu dan pilpres 2024.

“Presiden yang menyalahgunakan kekuasaan, mengerahkan para menteri, ASN, kepala daerah, kepala desa, aparat kepolisian, dan memanfaatkan dana bansos dari APBN untuk mendukung paslon calon wakil presiden yang merupakan anak kandungnya sendiri,” ujarnya.

Sejarah juga, kata Fahmy, akan mencatat betapa cara-cara kotor, tidak bermoral, dan jauh dari etika berpolitik itu dibiarkan, bahkan didukung oleh sejumlah elit partai politik yang bersekutu dalam praktik politik kotor tersebut, termasuk cara kotor ‘memperkosa’ Konstitusi untuk meloloskan sang anak kandung menjadi calon wakil presiden.

“Inilah negeri kita, di mana segelintir politikus menari-nari di atas penderitaan puluhan juta rakyat yang miskin dan kurang berpendidikan, memanfaatkan kelemahan mereka untuk nafsu serakah akan kekuasaan. Sungguh memalukan, memilukan, dan menyedihkan,” tegas Fahmy.

Harapan terakhir, ujarnya, adalah semua tindakan penyalahgunaan kekuasaan yang melanggar sumpah jabatan, undang-undang, dan Konstitusi dapat dikoreksi dan diluruskan kembali oleh Sidang Mahkamah Konstitusi yang sedang berlangsung.

“Semoga para hakim Mahkamah Konstitusi, sebagai penjaga martabat dan marwah konstitusi, tergerak oleh nurani mereka untuk menyelamatkan demokrasi dan kedaulatan hukum NKRI, demi masa depan bangsa,” tutup Fahmy.