
Jakarta (25/03) — Anggota DPR RI dari Fraksi PKS Iskan Qolba Lubis mewakili Fraksi PKS DPR RI menyampaikan pandangan terkait Rancangan Undang-undang (RUU) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) yang sedang dibahas DPR, Senin, (25/03).
Menurut Iskan, Dalam rangka merealisasikan tujuan negara untuk mewujudkan masyarakat beradab, adil, dan makmur yang dilaksanakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, negara wajib menjamin kehidupan yang sejahtera lahir dan batin bagi setiap warga negara, termasuk menjamin kelangsungan hidup, tumbuh kembang Anak, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan seluruh warga negara, termasuk kesejahteraan Ibu dan Anak.
“Ibu dan Anak merupakan bagian tidak terpisahkan dari keluarga. Keluarga sebagai institusi utama dan pertama yang berperan besar dalam membangun sumber daya manusia Indonesia berkualitas di masa depan. Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat merupakan wadah penting untuk pertumbuhan dan perkembangan bersifat fisik, psikis, sosial, ekonomi, dan spiritual bagi setiap individu yang hidup bermasyarakat dalam sebuah bangsa dan negara,” terang Iskan.
Kualitas keluarga, imbuhnya, akan menentukan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang kelak akan menjadi pemimpin bangsa ini. Kualitas keluarga merupakan miniatur kehidupan kualitas masyarakat dan rakyat dalam suatu negara serta cerminan budaya dan peradaban suatu bangsa.
“Dalam sebuah keluarga, orang tua merupakan sosok utama yang membentuk Anak. Peran orang tua, terutama Ibu, sangat penting dalam mencukupi kebutuhan nutrisi, serta menstimulasi dan memantau tumbuh kembang Anak setiap harinya. Ibu merupakan orang pertama yang memberikan pendidikan, pengasuhan, dan sosialisasi primer pada Anak, karena Ibu telah melindungi, membesarkan, dan menguatkan Anak sejak dalam kandungan,” ungkap Anggota Komisi VIII ini.
Dalam merealisasikan hak Anak secara optimal, agar Anak dapat tumbuh dengan sehat dan kemampuannya berkembang dengan baik, kata Iskan, tentunya tak terlepas dari peranan Ibu dan ayahnya.
“Ibu tentunya harus mendapatkan perlindungan, pertolongan, dan pendampingan dari ayah, karena pada dasarnya sebagai orang tua, Ibu dan ayah memiliki peranan dan tanggung jawab terhadap perawatan, pengasuhan, dan tumbuh kembang Anak. Anak menjadi kelompok yang sangat terdampak akibat menurunnya kualitas ekonomi keluarga. Hampir 25 persen rumah tangga mengalami kenaikan biaya hidup sehingga mendorong mereka untuk mengurangi konsumsi makanan dan pengeluaran pendidikan,” ujarnya.
Oleh karena itu, tambah Iskan, untuk mengatasi permasalahan dan mengoptimalkan kesejahteraan Ibu dan Anak, maka Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak bagi Fraksi Partai Keadilan Sejahtera adalah suatu hal yang penting untuk dibahas.
“Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (Fraksi PKS) berpendapat
Pertama, Fraksi PKS mengapresiasi atas diakomodasinya banyak klausul dari draft RUU tentang Ketahanan Keluarga yang terkait dengan kesejahteraan Ibu dan Anak ke dalam draft RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak ini, namun kami perlu tekankan kembali bahwa paradigma penyelenggaraan Kesejahteraan Ibu dan Anak merupakan hal yang tidak boleh terpisahkan dari Keluarga, karena Ibu dan Anak merupakan bagian dari Keluarga, Kesejahteraan Ibu dan Anak dapat optimal dicapai jika ayah turut berperan aktif memberikan perlindungan, pertolongan, pendampingan kepada Ibu dan Anak, serta didukung secara optimal oleh Keluarga dan lingkungan,” urainya.
Kedua, lanjut Iskan, Fraksi PKS menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak yang mengarahkan bahwa cuti melahirkan seorang ibu bukan hanya 3 (tiga) bulan sebagaimana diatur dalam Pasal 82 ayat (1) Undang-Undangan Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, akan tetapi bisa ditambah tiga bulan berikutnya jika terdapat kondisi khusus yang dibuktikan dengan surat keterangan.
Sebagaimana tercantum dalam pasal 4 ayat (3) huruf a Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak bahwa cuti melahirkan dengan ketentuan paling singkat 3 (tiga) bulan pertama; dan paling lama 3 (tiga) bulan berikutnya jika terdapat kondisi khusus yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.
“Ketiga, Fraksi PKS mengusulkan bahwa suami berhak mendapatkan masa cuti pendampingan istri selama satu minggu atau 7 (tujuh) hari. Fraksi PKS menilai hak cuti pendampingan istri yang diberikan kepada suami selama 2 hari dan dapat ditambah 3 (tiga) hari berikutnya dalam mendampingi istri selama melahirkan,” ungkap Anggota DPR RI dari Dapil Sumatera Utara ini.
Keempat, kata Iskan, Fraksi PKS mengapresiasi diakomodasinya Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam bagian mengingat sebagai dasar hukum Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak dan diakomodasinya usulan bahwa Penyelenggaraan Kesejahteraan Ibu dan Anak harus berasaskan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Maha Esa.
“Kelima, Fraksi PKS berpendapat bahwa penting untuk ditambahkan Pasal 34 dan Pasal 2B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam bagian mengingat sebagai dasar hukum Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak,” sebutnya.
Keenam, lanjutnya, Fraksi PKS mengusulkan agar menambahkan Frasa ‘yang terbentuk berdasarkan perkawinan yang sah’ dalam Definisi Keluarga yang tercantum pada Pasal 1 angka (5) sehingga menjadi ‘Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terbentuk berdasarkan perkawinan yang sah, terdiri atas suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga.
“Ketujuh, Fraksi PKS tetap mengusulkan agar menghapus frasa ‘kesetaraan gender’ pada pasal 2 huruf c dalam Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak. RUU ini sudah spesifik berbicara mengenai ibu yang sudah pasti berjenis kelamin perempuan, sehingga isu ‘kesetaraan gender’ tidak relevan dimasukkan,” tandasnya.
Kedelapan, imbuh Iskan, Fraksi PKS mengapresiasi diakomodasinya usulan kami bahwa Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak harus memberikan hak kepada Ibu penyandang disabilitas, Anak penyandang disabilitas, dan Ibu bekerja yang memiliki Anak penyandang disabilitas.
“Kesembilan, Fraksi PKS mengapresiasi diakomodasinya usulan kami penambahan frase ‘bimbingan keagamaan’ dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak ‘pelayanan konsultasi, layanan psikologi, dan/atau bimbingan keagamaan’. Hal tersebut bertujuan untuk menghindari kasus-kasus ibu yang depresi dan menguatkan Ibu dari segi religiositas,” ujarnya.
Kesepuluh, tambah Iskan, Fraksi PKS mengapresiasi diakomodasinya usulan kami bahwa penambahan frasa ‘dicatat’ dalam Pasal 11 ayat (3) Pemberian air susu ibu oleh pendonor air susu ibu dicatat dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan.
“Kesebelas, Fraksi PKS mengapresiasi diakomodasinya usulan kami bahwa setiap Ibu yang bekerja berhak mendapatkan kesempatan dan dan tempat untuk melakukan laktasi (menyusui, menyiapkan, dan/atau menyimpan asi susu Ibu perah (ASIP) selama waktu kerja dalam Pasal 4 ayat (3) huruf c Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak,” papar Iskan.
Keduabelas, lanjutnya, Fraksi PKS mengapresiasi diakomodasinya usulan kami terkait penambahan ‘negara melalui lembaga asuhan anak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan’ sebagaimana tercantum dalam Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak Pasal 12 ayat (6) Dalam hal Ibu, ayah, dan Keluarga meninggal dunia, terpisah dari Anak, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kewajiban terhadap Anak dibebankan kepada keluarga pengganti atau negara melalui lembaga asuhan anak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Menimbang beberapa hal yang sudah kami sampaikan, kami Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim menyatakan menyetujui dengan catatan menambah masa cuti pendampingan suami menjadi 7 hari, menghapus frasa ‘kesetaraan gender’, menambahkan pasal 34 dan 28B ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 sebagai landasan hukum, serta menambah frase ‘yang terbentuk dalam perkawinan yang sah’ dalam Definisi Keluarga. Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak untuk dilanjutkan dalam pembicaraan tingkat II pengambilan keputusan dalam rapat paripurna yang kemudian untuk disahkan menjadi Undang-undang,” tutup Iskan.