
Jakarta (20/03) — Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Diah Nurwitasari, meminta pemerintah melaksanakan fungsi monitoring evaluasi atas pelaksanaan proses Hilirisasi Industri, serta memastikan prioritas kebermanfaatan untuk masyarakat setempat.
Pada hari selasa (19/03/2024) Komisi VII DPR RI bersama Plt. Dirjen Minerba KESDM RI dan Dirjen ILMATE Kemenperin RI melaksanakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan agenda pembahasan rencana keberlanjutan hilirisasi mineral dan hal terkait lainnya.
Pemerintah dalam kesempatan tersebut memaparkan mengenai perkembangan hilirisasi Industri minerba di Indonesia khususnya terkait Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) 2024 beserta dinamika dan potensi yang ada di dalamnya.
Pemerintah dalam hal ini Plt. Dirjen Minerba KESDM RI menyampaikan bahwa proses pengajuan RKAB 2024 telah dilaksanakan dan didapatkan hasil beserta evaluasinya. Disebutkan bahwa pemerintah telah menyetujui 587 RKAB Batubara 2024 dan 191 RKAB Mineral 2024.
Meskipun demikian, pemerintah masih melakukan evaluasi kepada RKAB ajuan yang tertolak karena berbagai alasan. Kewajiban pengajuan RKAB menjadi amanat dari Permen ESDM No.10 tahun 2023 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kegiataan Usaha Mineral dan Batubara.
Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS, Diah Nurwitasari memberikan sorotan kepada pemerintah terkait manfaat yang seharusnya bisa dirasakan oleh masyarakat setempat. Angka dan Nilai yang terlihat besar harus juga terasa manfaatnya untuk masyarakat.
“Kita selalu berargumen bahwa hilirisasi ini akan meningkatkan nilai ekonomi. Tapi apakah betul sudah kita kaji sejauh ini seberapa besar nilai ekonomi yang didapatkan terutama untuk penduduk di sekitar tambang?,” ujar Politisi Perempuan asal Jawa Barat tersebut.
Dalam paparannya, Pemerintah menyebutkan bahwa didapatkan PNBP dari royalti atas aktivitas Industri yang terjadi di sektor minerba belum lama ini mencapai angka Rp 4,1 triliun yang didapat dari pembayaran royalti 2023 maupun tunggakan pembayaran royalti tahun-tahun sebelumnya.
Diah juga menekankan jangan sampai masyarakat setempat hanya mendapat dampak akibat aktivitas hilirisasi yang ada di wilayah mereka.
“Coba kita bandingkan juga dengan berbagai macam akibatnya, masyarakat di sekitar tambang yang justru terganggu lingkungan hidupnya, seperti terjadi deforestasi, pencemaran dan lainnya,” tutur Politisi lulusan Jerman tersebut.
Diah meminta pemerintah menjalankan fungsi monitoring evaluasi secara maksimal terkait aktivitas hilirisasi industri yang ada di Indonesia. Pemerintah harus hadir untuk semua pihak, terutama masyarakat sekitar sebagai elemen yang terkena dampak langsung.
“Jadi semangat hilirisasi ini menurut saya ini harus betul-betul dikontrol juga dengan evaluasi, Apakah betul Siapa yang diuntungkan dengan hilirisasi ini? Benarkah masyarakat di daerah terutama misalkan masyarakat di sekitar pertambangan ini juga menikmati keuntungan dari proses hilirisasi ini atau tidak. Karena dengan hanya melihat pada nilai ekspor yang diraih tetapi ternyata Kita juga harus mengeluarkan cost yang sangat besar untuk perbaikan lingkungan dan lain-lain,” tegas Diah.
Pelaksanaan hilirisasi industri dalam hal ini di sektor mineral dan batubara merupakan amanat dari Undang-Undang No.3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Hal tersebut diharapkan menjadi faktor pertambahan nilai dari komoditas minerba yang dimiliki oleh Indonesia.