Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Pendapat Akhir Mini Fraksi PKS DPR RI terhadap RUU tentang Daerah Khusus Jakarta

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

PENDAPAT AKHIR MINI FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG DAERAH KHUSUS JAKARTA

============================================================

Dibaca Oleh: H. Ansory Siregar, Lc.

 

Bismillahirrahmanirrahiim

Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Salam Sejahtera untuk kita semua

Yang kami hormati:

Pimpinan dan Para Anggota Baleg DPR-RI

Para Menteri atau yang mewakili;

– Rekan-rekan wartawan serta hadirin yang kami muliakan

 

Segala puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang telah memberikan rahmat dan nikmat-Nya kepada kita, sehingga kita dapat hadir dalam Rapat Paripurna DPR RI hari ini dalam rangka pengambilan keputusan atas Penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Daerah Khusus Jakarta. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad Shollallahu ‘Alaihi Wasallam, insan pilihan yang mengkhidmat kebijaksanaan dan kesalehan sosial sebagai tuntunan untuk memanusiakan manusia dalam bermasyarakat dengan berkeadilan dan kesejahteraan.

Pimpinan dan Anggota Baleg DPR RI, serta hadirin yang kami hormati,

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. RUU Daerah Khusus Jakarta merupakan RUU baru yang diusulkan. RUU ini merupakan respons dari UU Ibukota Negara atau UU yang telah disahkan tahun lalu. UU IKN menjadikan Ibukota dipindahkan dari Jakarta ke Daerah Otorita IKN yang terletak di Provinsi Kalimantan Timur. Pemindahan ibukota ini menjadikan Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta tidak lagi relevan. Sehingga perlu ada aturan hukum terbaru, dengan mengganti UU No. 29 Tahun 2007 Tentang DKI Jakarta, dengan UU yang lebih up to date dan sesuai dengan kondisi dan realitas yang ada.

Meski ibukota tidak lagi berada di Jakarta, kondisi Jakarta tidak sama dengan provinsi-provinsi lainnya. Jakarta dengan luas wilayah 661,5 km² memiliki penduduk sebesar 10.562.088 orang, dengan tingkat kepadatan mencapai 14.555/km2, tertinggi se Indonesia. Wilayah metropolitan Jakarta (Jabodetabek) berpenduduk sekitar 28 juta jiwa.

Jakarta merupakan kota yang menjadi pusat ekonomi di Indonesia, sebab Jakarta berkontribusi sebesar 17,23% terhadap PDB nasional yang mencapai Rp 4.175,8 triliun pada kuartal II-2021. PDB Jakarta sendiri mencapai 300 miliar USD, terbesar di Indonesia. UMR Jakarta merupakan tertinggi di Indonesia, yakni mencapai Rp4.901.798. Outstanding kredit di DKI Jakarta mencapai 29 persen dari kredit nasional dan simpanan masyarakat di DKI Jakarta mencapai 49 persen dari total simpanan nasional. Selain itu, markas besar BUMN dan Perusahaan Multinasional rata-rata berada di Jakarta, begitupula dengan bursa saham dan bank sentral.

Jakarta merupakan kota yang memiliki tantangan yang hebat. Kepadatan penduduk yang besar telah menciptakan banyak masalah, mulai dari kemacetan (kota termacet ke 29 di dunia), hingga tantangan geografis seperti penurunan tanah, pencemaran lingkungan dan banjir. Diyakini, Jakarta akan terendam pada tahun 2030.

Berbagai masalah yang kompleks ini tentu tidak bisa diselesaikan dengan kebijakan yang biasa dan dengan penyusunan serta pembahasan yang cepat. Apalagi, masalah Jakarta tidak hanya terkait dengan daerahnya sendiri, melainkan terkait dengan kota-kota lainnya yang menjadi penyangga, seperti Tangerang, Depok, Bogor dan Bekasi. Wilayah Jabodetabek sangat terkait satu sama lain karena kondisi geografis yang berdekatan.

Pimpinan dan Anggota Baleg DPR RI, serta hadirin yang kami hormati,

Ada beberapa hal yang ingin kami sampaikan terkait dengan Rancangan Undang-Undang tentang Daerah Khusus Jakarta adalah sebagai berikut:

Pertama, Fraksi PKS berpendapat penyusunan dan pembahasan RUU Daerah Khusus Jakarta yang tergesa-gesa karena seharusnya sudah lebih dahulu ada sebelum adanya UU Ibu Kota Negara berpotensi menimbulkan banyak permasalahan karena penerapan UU Pemerintahan Daerah pada Jakarta membutuhkan banyak penyesuaian dan membutuhkan masa transisi yang panjang.

Kedua, Fraksi PKS berpendapat bahwa masih perlu dikaji lebih mendalam tentang posisi Jakarta yang dalam RUU ini bertumpuk-tumpuk dengan berbagai sebutan dan posisi. Disebut Daerah Khusus, masuk dalam Kawasan Aglomerasi, masuk dalam Badan Layanan Bersama, yang menjadikan pengaturan Jakarta menjadi sangat rumit dan dikhawatirkan dipenuhi dengan kepentingan-kepentingan. Hal ini bahkan sudah terlihat dengan jelas dalam draft dan pembahasan, misalnya dalam penentuan kepala daerah khusus Jakarta, penentuan pimpinan Kawasan aglomerasi, dan nantinya penentuan kepala badan layanan Bersama.

Ketiga, Fraksi PKS berpendapat bahwa RUU belum melibatkan partisipasi masyarakat yang bermakna (meaningful participation). Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2022 dinyatakan bahwa, penguatan keterlibatan dan partisipasi masyarakat yang bermakna dilakukan secara tertib dan bertanggung jawab dengan memenuhi tiga syarat yakni pertama, hak untuk didengarkan pendapatnya, kedua, hak untuk dipertimbangkan pendapatnya dan ketiga, hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan.

Keempat, Fraksi PKS berpendapat bahwa Memaksakan pembahasan bermasalah secara hukum pembentukan perundang-undangan karena sudah lewat waktu sejak UU IKN diundangkan pada 15 Februari 2022. Dalam UU IKN pasal 41 ayat (2) bahwa revisi UU DKJ dilaksanakan paling lambat 2 tahun setelah UU IKN diundangkan, sampai saat ini RUU Daerah Khusus Jakarta belum selesai. Terdapatnya cacat procedural termasuk mempertaruhkan substansi pengaturan, juga akan berdampak pada terbatasnya waktu bagi masyarakat berpartisipasi dalam proses penyusunan undang-undang Jakarta. Ketiadaan atau rendahnya partisipasi masyarakat akan menyebabkan lemahnya legitimasi undang-undang tersebut. Proses pembahasan UU Cipta Kerja dan UU IKN menjadi contoh proses yang terburu-buru dan dalam waktu yang singkat serta minim partisipasi berpengaruh terhadap rendahnya kualitas undang-undang.

Kelima, Fraksi PKS berpendapat apabila status ibukota negara beralih dari Jakarta, maka sudah seharusnya Jakarta terdiri atas wilayah kota otonom yang semula bersifat administratif. Dengan demikian untuk pemerintahan di wilayah kota otonom membutuhkan pemerintahan daerah kota yang terdiri dari diantaranya Kepala Daerah (Walikota) dan DPRD Kota (DPRD Tingkat II). Pemilihan Kepala Daerah (Walikota) ini tentunya harus sejalan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang pemilihan kepala daerah, dimana pemilihan dilakukan secara langsung oleh rakyat sesuai mekanisme yang diatur.

Keenam, Fraksi PKS berpendapat bahwa klausul tentang pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur perlu dipertahankan yakni Gubernur dan Wakil Gubernur dipilih secara berpasangan melalui pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dan Gubernur dan Wakil Gubernur selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan. Hal ini untuk mewujudkan demokrasi secara lebih konsisten atau sebagai alternatif dapat diusulkan mekanisme pemilihan oleh Anggota DPRD jika yang ingin dikedepankan adalah pertumbuhan ekonomi yang membutuhkan kestabilan sosial politik.

Ketujuh, Fraksi PKS berpendapat banyak permasalahan dalam pengaturan subtansi yang penting. Bahwa DKJ merupakan wilayah khusus yang sangat strategis dan direncanakan menjadi mercusuar Indonesia maka peran pengawasan DPR RI menjadi sangat penting. Mengenai pengaturan Pasal 53 ayat (4) huruf j, sangat perlu adanya landasan hukum sinkronisasi dan integrasi lintas wilayah baik secara tata ruang maupun rencana induk dalam penyediaan layanan dengan daerah sekitar (Kawasan Metropolitan) khususnya untuk mengantisipasi pengendalian wabah, hama penyakit dan ketimpangan fasilitas kesehatan antar DKJ dan wilayah sekitarnya. Mengenai Pasal 66 tidak sesuai dengan hukum pembentukan peruatran perundangan-undangan karena peraturan pelaksana Undang-undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi tidak memiliki landasan hukum karena sudah dicabut pada Pasal 68. Terkait kewenangan khusus bidang kebudayaan, dalam pasal 22 ayat (1) huruf b tidak disebutkan adanya sebuah lembaga adat dan kebudayaan Betawi dalam pemajuan kebudayaan, pelibatan badan usaha, lembaga pendidikan, dan masyarakat dalam pemajuan kebudayaan. Fraksi PKS memandang bahwa pelibatan sebuah lembaga adat dan  kebudayaan Betawi  ini sangatlah penting dalam upaya pemajuan kebudayaan Betawi dan menjadi lembaga yang punya peran strategis dalam memperkuat ketahanan budaya di tengah derasnya arus budaya asing yang masuk ke tengah-tengah masyarakat.

Kedelapan, Fraksi PKS berpendapat bahwa belum terlihat aturan yang berupaya memberikan kekhususan bagi Jakarta. Misalnya aturan yang dapat mempertahankan bahkan meningkatkan posisi Jakarta sebagai pusat perekonomian Indonesia, misal dengan penghapusan pajak seperti Batam atau cara lainnya. Atau dapat dikaji bersama kemungkinan tentang kekhususan Jakarta sebagai Ibu Kota Legislatif, IKN sebagai Ibu Kota Eksekutif, dan Kota lain sebagai Ibu Kota Yudikatif, sebagaimana yang dilakukan Afrika Selatan. Dengan demikian menjadi jelas apa yang menjadi kekhususan Jakarta, bukan sekedar namanya saja.

 

Pimpinan dan Anggota Baleg DPR RI, serta hadirin yang kami hormati,

Fraksi PKS menginginkan terwujudnya masyarakat adil dan sejahtera berdasarkan Pancasila, hukum di Indonesia harus dapat menjamin bahwa pembangunan dan seluruh aspeknya didukung oleh suatu kepastian hukum yang berkeadilan. Untuk itu, RUU tentang Daerah Khusus Jakarta telah lewat waktu dan perlu dikaji lebih lanjut terutama dalam hal pengelolaan keuangan daerah, serta wewenang khusus pada Pemerintah Provinsi Jakarta. Tujuannya adalah agar tidak menimbulkan pertentangan dan kecemburuan dari daerah-daerah lainnya dan tidak menambah permasalahan yang kompleks di Jakarta.

Menimbang hal yang kami paparkan yakni waktu yang mepet karena seharusnya kajiannya mesti seksama. Beberapa pembahasan maju mundur, misalnya Gubernur yang diangkat atau ditunjuk Presiden dan sekarang dipilih melalui pemilihan kepala daerah (Pilkada), awalnya Pilkada dengan suara terbanyak sekarang mesti 50%+1. Terdapat aspirasi masyarakat yang tidak terakmodasi keinginan untuk memiliki Walikota dan Bupati serta DPRD Tingkat Kota dan Kabupaten, kami  Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dengan memohon taufik Allah SWT dan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim, menyatakan MENOLAK Rancangan Undang Undang Daerah Khusus Jakarta.

Demikian pendapat akhir mini Fraksi PKS ini kami sampaikan, sebagai ikhtiar dalam mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh warga negara Indonesia. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala senantiasa memberikan kekuatan kepada kita untuk memberikan kerja terbaik bagi bangsa dan negara Indonesia.

Atas perhatian Pimpinan dan Anggota Baleg DPR RI, serta hadirin semua kami ucapkan terima kasih.

 

Billahi taufiq wal hidayah,

Wassalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh.

 

Jakarta, 7 Ramadhan 1445 H.

              18 Maret 2024 M.

 

Dokumen:

Pendapat Fraksi PKS_RUU Daerah Khusus Jakarta