
Wonogiri (01/12) — Anggota DPR RI dari Fraksi PKS Hamid Noor Yasin menanggapi tampungan air dan usia Waduk Gajah Mungkur (WGM) Wonogiri yang terus berkurang karena sedimentasi yang terjadi dari tahun ke tahun di daerah aliran sungai (DAS).
Waduk yang diresmikan tahun 1981 ini, kata Hamid, masa pakainya diperkirakan tinggal 26 tahun dari 95 tahun yang direncanakan.
“Pada awal beroperasi, volume tampungan air WGM mencapai 560 juta meter kubik dengan volume efektif mencapai 440 juta meter kubik, namun sekarang berkurang menjadi lebih dari 100 juta meter kubik,” imbuhnya.
Sedimen yang masuk ke WGM sebanyak sekitar 3,2 juta meter kubik per tahun atau seluas lapangan sepak bola dengan ketinggian 300 meter, lanjut Hamid, disumbang oleh setidaknya tujuh daerah aliran sungai, yakni DAS Keduang yang terbanyak (40%), disusul DAS Wiroko sebesar 16%.
“FPKS mengapresiasi Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan Solo Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR telah menyediakan infrastruktur seperti pembuatan check dam (bendungan kecil) dan closure dike (penahan sedimentasi),” jelas Anggota Komisi V DPR RI ini.
Anggota DPR RI dari Dapil Jawa Tengah IV ini menambahkan, ebanyak 12 seri check dam telah dibangun di DAS Bengawan Solo, sedangkan closure dike juga dibangun di Sungai Keduang.
“Selain itu, upaya meminimalkan sedimentasi ini terus dilakukan dengan cara konservasi, terutama di hulu DAS,” tegas Hamid.
Sayangnya, kata Hamid, konservasi tidak dapat dilakukan secara menyeluruh di sepanjang DAS itu karena di beberapa lokasi DAS, warga memanfaatkan lahan untuk aktivitas perekonomian.
“Berkurangnya pohon di hutan dan di sepanjang DAS Wiroko juga menyebabkan resapan air berkurang. Akibatnya tanah dan lumpur turun ke sungai sehingga memperparah terjadinya sedimen,” ungkap Anggota BURT DPR RI ini.
Untuk menanggulanginya, imbuhnya, telah dilakukan pengerukan sedimen di sekitar intake WGM meski dengan menggunakan eskavator milik Perum Jasa Tirta I (PJT I), selaku pengelola waduk.
“Sedangkan kapal penyedot lumpur alias kapal keruk (dredger) yang masih ada di WGM adalah aset kepunyaan BBWS Bengawan Solo,” pungkasnya.
Oleh karena itu, tegas Hamid, FPKS meminta adanya kolaborasi antara PJT I dan BBWS Bengawan Solo untuk melakukan pengerukan sedimen di WGM sebagai persiapan menghadapi musim hujan pada 2023-2024 agar tidak terjadi risiko banjir seperti pada bulan Februari 2023 lalu yang berdampak pada lima kabupaten/kota Solo Raya.
“FPKS juga meminta agar permasalahan sedimentasi setiap tahun di WGM ini dapat dikaji tuntas solusinya dengan Pemerintah Pusat duduk bersama Pemerintah Daerah dan para ahli di bidang sungai,” ujarnya.
FPKS juga, tutup Hamid, meminta agar berbagai solusi lainnya perlu ditemukan dan dikaji. Pengerukan mungkin bukan solusi utama, tapi tidak bisa juga dengan hanya melakukan konservasi di hulu DAS.