
Jakarta (24/10) — Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhammad Cholil Nafis mengatakan diantara negara yang besar dan maju adalah negara yang bisa menghargai jasa-jasa para pahlawannya. Dimanapun negara yang melupakan jasa pahlawannya maka dia akan rapuh bahkan ambruk.
Hal ini disampaikan dalam acara Seminar Refleksi Hari Santri dan Launching Lomba Baca Kitab Kuning dengan tema ‘Kepemimpinan Santri Mengokohkan Semangat Nasionalisme Relijius’ dengan narasumber Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, Ketua MUI Pusat Cholil Nafis, dan Wakil Menteri Luar Negeri 2014-2019 Abdurrahman Muhammad Fachir, di Jakarta, Selasa (24/10/2023).
“Kita melihat beberapa negara maju, minggu lalu saya ke Uzbekistan itu menemukan sisa-sisa kemajuannya, seperti madrasah yang mengalami kemajuan melalui astronomi sampai sekarang terus ada. Demikian juga di negara lain ada museum atau tanda bukti bagaimana para pahlawan kita memberikan apa yang mereka persembahkan dan apa yang menjadi ‘legacy’ mereka”,ungkap Rais Syuriah PB NU ini.
Kesempatan ini, imbuh Cholil, pihaknya akan membahas legacy santri dan ulama. Bagaimana ulama dan umat Islam ini tidak bisa menggabungkan legacy dengan nasionalisme.
“Saya ingin bercerita dari seorang nasional yang punya perhatian dengan ke-ulamaan. Hanya sebagian besar di Uzbekistan yang mengetahui makam Imam Bukhori. Indonesia saya pikir ulama perannya cukup besar seperti Syeikh Yusuf Al-Makasari, Syekh Abdussamad Al-Falimbani dan Syeikh Nawawi al-Bantani yang menjadi simbol perlawanan terhadap kesewenangan-wenangan penjajahan” sebutnya.
Jadi, kata pria yang akrab disapa Kiyai Cholil, orang-orang yang membela tanah air itu dianggap benalu oleh penjajah. Soekarno pernah menyampaikan, kalau kita banyak disayang oleh asing, maka pertanda mereka banyak berpihak pada asing.