Jakarta (19/09) — Fraksi PKS DPR RI menerima dengan catatan (minderheid nota) atas Hasil Pembahasan RUU APBN Tahun 2024 untuk dibawa ke Sidang Paripurna DPR RI.
Dalam catatannya, Fraksi PKS menyoroti sejumlah masalah pelik perekonomian yang masih belum teratasi di tahun-tahun sebelumnya, seperti utang negara, ketimpangan ekonomi, pengangguran terbuka, dan kemiskinan ekstrem.
Pandangan tersebut disampaikan oleh Anggota Badan Anggaran DPR RI dari Fraksi PKS, Netty Prasetiyani, dalam Rapat Badan Anggaran di Senayan, Jakarta, pada Selasa (19/09).
“Fraksi PKS berpendapat kemandirian pembangunan nasional dari jerat hutang sangat mengkhawatirkan. Beban utang pemerintah yang akan diwariskan pada generasi mendatang angkanya sudah sangat tinggi. Selain itu, pembayaran bunga utang 2024 mencapai Rp497,32 triliun atau meningkat 12,7 persen dari tahun 2023. Bunga utang mencapai 15,05 persen dari belanja negara, 75,5 persen dari anggaran pendidikan dan 266 persen dari belanja kesehatan, sebuah nilai yang sangat membebani APBN. Sayangnya APBN yang terbatas justru digunakan untuk proyek yang ambisius, tidak prioritas, bahkan bermasalah sejak perencanaan seperti proyek Ibu Kota Negara baru, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, termasuk penyertaan modal untuk BUMN-BUMN yang terus merugi”, ungkap Anggota Komisi IX DPR RI tersebut.
Lebih lanjut, Netty mengkritik ketimpangan ekonomi rakyat Indonesia yang masih sangat lebar.
“Kue pembangunan dan kekayaan nasional dinikmati secara tidak merata. Dalam catatan Bank Dunia ketimpangan di Indonesia menjadi nomor 3 terburuk di dunia. Agar ketimpangan semakin turun, sasaran rasio gini 2024 antara 0,374 dan 0,377 perlu diupayakan secara sungguh-sungguh untuk dicapai. Rasio gini pada Maret 2023 mencapai 0,381, naik jika dibandingkan September 2022 sebesar 0,381”, ujarnya lagi.
Tak hanya sampai disitu, Fraksi PKS pun berpendapat bahwa tingkat pengangguran terbuka (TPT) masih terlampau tinggi.
“TPT 2024 ditetapkan pada kisaran 5,0 persen hingga 5,7 persen, masih jauh dari target RPJMN yang sudah ditetapkan sebesar 4,0 – 4,6 persen tahun 2024. Data Februari 2023 jumlah rakyat menganggur sebanyak 7,99 juta jiwa atau 5,45 persen. Sementara itu sebesar 83,34 juta jiwa atau 60,12 persen masih bekerja pada sektor informal. Jumlah Pekerja informal yang terus meningkat, menunjukkan terjadinya penurunan kualitas lapangan kerja. Pekerja informal umumnya tidak dilindungi oleh hukum ketenagakerjaan dan rentan secara kesehatan dan sosial”, paparnya.
Sementara itu, terkait target tingkat kemiskinan 2024 sebesar 6,5 persen hingga 7,5 persen dan tingkat kemiskinan ekstrem 0-1 persen, Netty mendesak agar semua target tersebut dapat tercapai, mengingat selama ini seringkali gagal dicapai.
“Ketika Presiden Jokowi dilantik, jumlah penduduk miskin sebanyak 28,59 juta jiwa (Maret 2015), menjelang masa jabatan presiden berakhir penduduk miskin masih berjumlah 25,90 juta jiwa (Maret 2023). Tingkat kemiskinan ekstrem pun masih mencapai 3,3 juta jiwa. Demikian pula rakyat yang masuk kategori rentan miskin menurut data Bank Dunia masih sebesar 115 juta jiwa. Oleh sebab itu, target-target pengentasan kemiskinan pemerintah harus dicapai”, pungkasnya.