Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Pandangan Fraksi PKS DPR RI terhadap Keterangan Pemerintah mengenai RUU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN T.A. 2022

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Pandangan Fraksi PKS DPR RI terhadap Keterangan Pemerintah mengenai RUU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN T.A. 2022

=========================================================================

Disampaikan Oleh   : Dr. Hj. Netty Prasetiyani, M.Si.

Nomor Anggota       : A- 436

 

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Pimpinan dan Anggota DPR RI, Saudara Menteri beserta jajaran, serta hadirin yang kami hormati.

 

Pertama-tama, perkenankan kami mengajak hadirin sekalian untuk senantiasa memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kita semua dapat menghadiri Rapat Paripurna Pandangan Fraksi-Fraksi terhadap Keterangan Pemerintah Mengenai Rancangan Undang-Undang Tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara Tahun Anggaran 2022.

Tujuh puluh delapan tahun sudah usia kemerdekaan negara tercinta Indonesia, kita semua perlu untuk merenung apakah kerja-kerja yang dilakukan kita semua telah sampai dan/ atau mendekati apa yang menjadi cita-cita kemerdekaan. Apakah kebijakan APBN 2022 lalu mampu membawa kita semakin mendekati cita-cita kemerdekaan. Hikmah dan manfaat apa yang bisa kita bawa selama pelaksanaan APBN 2022 lalu.

Selanjutnya, untuk menyikapi Keterangan Pemerintah Mengenai Rancangan Undang-Undang tentang Pertangungjawaban Atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2022, yang telah disampaikan Pemerintah kepada DPR pada Rapat Paripurna DPR-RI, Fraksi PKS (Partai Keadilan Sejahtera) memandang perlu memberikan beberapa catatan penting.

Fraksi PKS berpandangan bahwa tahun 2022 menjadi tahun di mana kekayaan sumber daya alam kita mampu menjadi penyangga keuangan negara. Ledakan komoditas mineral dan batu bara mampu memberikan suntikan bagi penerimaan. Batu bara misalnya, pada tahun lalu sumber daya ini berada pada titik harga tertinggi sepanjang sejarahnya. Satu sisi, kondisi ini mampu memberikan dampak pada perbaikan kinerja penerimaan negara. Dapat dilihat bagaimana penerimaan perpajakan di sektor pertambangan meningkat signifikan.

Fraksi PKS berpandangan bahwa ledakan komoditas dapat melahirkan peluang, atau bisa menjadi penyakit tidur yang melenakan. Fraksi PKS mengingatkan, nisbah ekonomi yang besar ini menyimpan kerentanan jangka panjang. Hal ini seperti pedang bermata dua, sebab di sisi lainnya ledakan komoditas dapat menjadi disinsentif bagi proses industrialisasi. Pada saat ini, eksploitasi komoditas mentah menjanjikan keuntungan ekonomi singkat dibandingkan berinvestasi membangun industri. Sebaliknya, industri mendapatkan tekanan karena harus merogoh pengeluaran bahan baku yang energi semakin mahal. Pada jangka panjang, kondisi ini pun justru memberikan kerentanan karena faktor volatilitas harga.

Fraksi PKS berpandangan fiskal mempunyai peranan yang sangat penting. Penerimaan negara yang kuat akan menawarkan banyak ruang bagi alokasi belanja untuk pembangunan. Persoalannya, selain sumber penerimaan yang tidak berkelanjutan, fiskal juga nyatanya dibebani oleh pengeluaran ambisius. Kondisi ini tentu semakin menekan kemampuan pemerintah untuk mengalokasikan belanja yang lebih berkualitas. Sebut saja proyek-proyek ambisius seperti IKN dan Kereta Cepat. Proyek yang awalnya direncanakan tidak menggunakan anggaran negara sepeserpun, nyatanya kini harus membebani APBN. Triliunan rupiah harus mengalir untuk membiayai proyek ini. Fraksi PKS melihat bahwa penerimaan yang tidak berkelanjutan dan ambisi proyek mercusuar adalah dua persoalan utama. Turunannya adalah tumpukan utang dan alokasi belanja yang berkualitas kian terbatas.

Fraksi PKS menilai bahwa kinerja Pemerintah dalam pelaksanaan APBN Tahun 2022 masih kurang memuaskan, sehingga berdampak tidak optimalnya upaya meningkatkan dan menjaga kesejahteraan rakyat. Selain itu terkait dengan kualitas akuntabilitas keuangan Negara, Fraksi PKS juga mendesak Pemerintah untuk meningkatkan kualitas penyajian laporan Kementerian Komunikasi dan Informatika yang sebelumnya selama empat tahun berturut-turut mendapatkan Opini WTP menjadi WDP atas Laporan Keuangan tahun 2022. Kemudian, BPK RI juga menemukan 16 (enam belas) permasalahan terkait kelemahan pengendalian internal dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan Perundang-undangan yang pada tahun sebelumnya terdapat 27 (dua puluh tujuh) permasalahan. Hal ini tentu perlu untuk ditindaklanjuti oleh Pemerintah.

Selanjutnya, Fraksi PKS secara lebih khusus memberikan catatan sebagai berikut:

Indikator Makro Ekonomi

  1. Fraksi PKS memandang kinerja ekonomi Indonesia 2022 masih kurang mengesankan. Tahun 2022, pertumbuhan ekonomi mencapai 5,31 persen lebih tinggi dari target 5,2 persen. Sementara itu, enam asumsi makroekonomi lainnya meleset dan jauh dari target. Target inflasi mencapai 3 persen sedangkan realisasi hingga tahun 2022 mencapai 5,5 persen. Sementara itu, tingkat suku bunga SUN (10 tahun) mencapai 7,02 persen; lebih tinggi dari target sebesar 6,82 persen. Nilai tukar Rupiah terdepresiasi sangat dalam pada 2022 mencapai Rp14.871 yang jauh dari target APBN sebesar Rp14.350. Indonesian Crude Price (ICP) mencapai US$97,09 per barrel, juga bergerak jauh dari angka asumsi US$ 63 per barel. Realisasi rata-rata lifting minyak dan gas tahun 2022 sebesar 612,41 ribu barel per hari dan 953,56 ribu barel setara minyak per hari. Keduanya meleset dari target sebesar 703 ribu bph dan 1.036 ribu bsmph.
  2. Fraksi PKS memandang pertumbuhan ekonomi sebesar 5,31 persen belum memuaskan dan setinggi negara-negara sekawasan. Tahun 2022, India bisa tumbuh hingga 9,1 persen; Malaysia naik 8,7 persen; Filipina naik 7,6 persen dan Turki naik 5,4 persen. Dari sisi pertumbuhan pendapatan per kapita, Pencapaian Indonesia juga tidak begitu tinggi. Tahun 2022, pendapatan per kapita Indonesia hanya US$4.580 yang hanya naik 9,8 persen (yoy). Angka tersebut lebih rendah Malaysia yang bisa tumbuh hingga 10 persen (yoy); Filipina naik 11,2 persen (yoy) dan Vietnam naik 11,6 persen (yoy). Sementara itu, pertumbuhan pendapatan per kapita China mencapai 7,71 persen (yoy). Tahun 2022, pendapatan per kapita Malaysia mencapai US$11,780; Thailand US$7,230; dan Indonesia US$4,580.
  3. Fraksi PKS memandang bahwa realisasi pertumbuhan ekonomi tahun 2022 masih jauh dari target pertumbuhan yang ditetapkan pada RPJMN 2019-2024, dimana targetnya sebesar 6 persen dan 6,3 persen masing-masing untuk batas bawah dan batas atas. Dengan pertumbuhan yang demikian maka PDB per kapita diharapkan mencapai US$5,420 dan US$5.550. Ketidakmampuan mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi diatas 6 persen akan menyebabkan Indonesia terus terjebak dalam pendapatan menengah.
  4. Fraksi PKS memandang bahwa pertumbuhan ekonomi tersebut juga lebih didorong oleh kenaikan harga komoditas dunia yang meningkatkan kontribusi perdagangan internasional terhadap output. Situasi tersebut hanya temporer dan akan hilang ketika harga komoditas dunia turun. Indonesia tidak perlu terlalu berlebihan melihat kondisi tersebut karena bisa menjebak dan lalai untuk bertransformasi menuju ekonomi yang lebih kokoh. Ekonomi yang dimaksud adalah struktur ekonomi yang tidak bergantung pada pergerakan harga komoditas dunia tetapi ditopang oleh kekuatan ekspor bernilai tambah tinggi.
  5. Fraksi PKS menilai realisasi pertumbuhan ekonomi 2022 juga belum sepenuhnya berkualitas sehingga belum mampu mendorong peningkatan kesejahteraan rakyat. Berbagai persoalan ekonomi dan sosial masih belum membaik khususnya tingkat pengangguran terbuka, kemiskinan, hingga kesenjangan. Pertumbuhan ekonomis yang berkualitas rendah menyebabkan kemampuannya menyerap tenaga kerja terbatas. Situasi yang demikian semakin menjebak sebagian rakyat dalam kemiskinan. Pada sisi lain, tingkat ketimpangan pendapatan semakin parah karena ketimpangan benefit ekonomi yang diterima oleh kelompok bawah.
  6. Fraksi PKS menekankan bahwa pemburukan kualitas pertumbuhan ekonomi tahun 2022 semakin nyata. Dari sisi permintaan, kontribusi pembentukan modal tetap domestik bruto (PMTDB) terhadap PDB tinggal 29 persen. Angka ini sangat mengkhawatirkan di tengah-tengah tingkat pengangguran terbuka yang terus meningkat. Sebelum pandemi COVID-19, kontribusi PMTDB terhadap PDB sekitar 30 persen. Fraksi PKS mempertanyakan bagaimana realisasi PMA dan PMDN yang selama ini diberikan insentif yang tinggi dan menarik bagi investor. Penurunan kontribusi PMTDB terhadap PDB menegaskan bahwa investasi tidak sedang baik-baik saja. Data BPS menunjukkan bahwa peranan PMDTB berupa bangunan menurun, dari 24 persen pada 2019 menjadi 21,6 persen pada 2022.
  7. Fraksi PKS berulangkali telah mengingatkan pemerintah terhadap bahaya penurunan performa industri manufaktur karena sangat penting dalam pembentukan output, penyerapan tenaga kerja, ekspor hingga investasi. Sayangnya, belum terlihat hasil dari berbagai kebijakan yang diambil. Tahun 2022, kontribusi industri manufaktur terhadap PDB tinggal 18,34 persen. Angka itu terus turun dan belum terlihat langkah-langkah strategis dan radikal pada sektor tersebut. Penurunan kontribusi sektor tersebut diikuti dengan perlambatan pertumbuhannya yang rata-rata di bawah pertumbuhan ekonomi.
  8. Fraksi PKS selalu menekankan urgensi sektor pertanian karena menjadi lapangan usaha penyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia. Sektor tersebut juga menjadi sumber inflasi pangan serta menjadi sektor yang menentukan ketersediaan pangan di dalam negeri. Performa sektor pertanian terus melambat. Saat pandemi COVID-19, sektor tersebut justru tumbuh melesat yang berbeda dengan sektor lainnya. Tahun 2022, kontribusi sektor pertanian terhadap PDB tinggal 12,4 persen yang pada 2020 sempat mencapai 13,7 persen.
  9. Fraksi PKS mendorong pentingnya belanja pemerintah menaikkan kontribusi terhadap PDB. Tahun 2022, kontribusi belanja pemerintah hanya 7,66 persen; yang turun cukup tajam dari angka 9,25 persen pada 2021 dan sebesar 9,66 persen pada tahun 2020. Banyak persoalan yang harus diselesaikan oleh pemerintah, mulai dari memperbaiki komposisi belanja agar menjadi lebih produktif hingga meningkatkan kualitas belanja negara. Banyak belanja negara yang tidak tepat sasaran hingga persoalan korupsi yang terus meningkat. Biaya korupsi tersebut tergambar dari rendahnya kontribusi belanja pemerintah terhadap PDB.
  10. Fraksi PKS menilai semakin rapuhnya fundamental ekonomi Indonesia pada 2022. Kontribusi industri manufaktur terhadap PDB yang terus menurun. Tahun 2022, kontribusi sektor tersebut menurun menjadi 18,34 persen yang turun dari 19,34 persen pada 2021. Bahkan, tahun 2020, kontribusi industri manufaktur mencapai 19,87 persen. Penurunan kontribusi industri manufaktur terhadap PDB juga terjadi pada sektor pertanian, dari 13,7 persen (2020) menjadi 13,28 persen (2021) dan 12,4 persen (2022). Penurunan kontribusi kedua sektor tersebut sangat mengkhawatirkan bagi penyerapana tenaga kerja.
  11. Fraksi PKS mempertanyakan bagaimana dampak PEN terhadap ekonomi nasional. Total PEN yang telah disalurkan mencapai Rp1.631,15 triliun. Tahun 2020 hingga 2022, anggaran PEN masing-masing Rp575,85 triliun (2020); Rp658,6 triliun (2021) dan sebesar Rp396,7 triliun (2022). Namun, dampaknya belum mampu mengangkat ekonomi Indonesia untuk bisa tumbuh tinggi. Nyatanya, pertumbuhan ekonomi Indonesia belum pulih dari dampak pandemi COVID-19. Pertumbuhan hanya terbatas di kisaran 5 persen dan mulai menujukkan perlambatan.
  12. Fraksi PKS menilai benefit realisasi pertumbuhan ekonomi terkoreksi oleh tingginya angka inflasi. Pertumbuhan ekonomi yang hanya 5,31 persen justru lebih rendah dari tingkat inflasi yang mencapai 5,5 persen. Ini bermakna bahwa secara rill rakyat tidak mendapatkan dampak positif dan pertumbuhan ekonomi. Fraksi PKS mendesak pemerintah fokus pada kenaikan inflasi. Kenaikan inflasi yang tidak terkendali memberikan dampak signifikan bagi perekonomian nasional khususnya daya beli. Bagi rakyat kecil, inflasi menyebabkan kehidupan semakin sulit apalagi ekonomi belum pulih dari pandemi COVID-19. Tahun 2022, inflasi nasional mencapai 5,5 persen yang bermakna bahwa pendapatan rakyat tergerus lebih besar daripada manfaat pertumbuhan ekonomi yang dirasakan. Tahun 2022 inflasi inti mencapai 3,36 persen; inflasi harga diatur pemerintah sebesar 13,34 persen; inflasi bergejolak 5,61 persen; inflasi energi dan bahan makanan masing-masing 16,88 persen dan 5,59 persen.
  13. Fraksi PKS menilai bahwa depresiasi Rupiah sepanjang 2022 sangat mengganggu perekonomian. Pada tahun tersebut Rupiah terdepresiasi sangat dalam. Posisi Rupiah akhir tahun 2022 mencapai Rp15.731 per US$ yang terdepresiasi dari posisi Rp14.269 pada 2021. Depresiasi tersebut mencapai 10 persen (yoy). Realisasi nilai tukar Rupiah sepanjang tahun mencapai Rp14.871 jauh dari target APBN sebesar Rp14.350. Depresiasi Rupiah yang sangat dalam tersebut disebabkan oleh peningkatan harga komoditas dunia, khususnya minyak. Sebagai importir minyak, kenaikan harga tersebut berdampak signifikan terhadap kebutuhan valas yang pada akhirnya menekan Rupiah.
  14. Fraksi PKS mendesak pemerintah untuk memperbaiki berbagai faktor yang memengaruhi nilai tukar Rupiah. Secara umum, nilai tukar Rupiah sangat dipengaruhi oleh persoalan di sektor rill yang menjadi tanggungjawab pemerintah. Persoalan yang dimaksud seperti tingginya kebergantungan ekonomi pada valas untuk pembayaran bunga dan pokok utang. Selain itu, ekonomi nasional juga bergantung pada impor yang tinggi baik untuk bahan baku/penolong dan barang modal untuk industri. Indonesia juga bergantung pada barang-barang konsumsi.
  15. Fraksi PKS menilai bahwa kegagalan pemerintah mencapai target suku bunga SUN menyebabkan lonjakan defisit dan utang. Tingkat suku bunga SUN (10 tahun) 2022 mencapai 7,02 persen; lebih tinggi dari target sebesar 6,82 persen. Hal tersebut berpengaruh terhadap beban fiskal saat ini dan ke depan. Beban fiskal tersebut terlihat dari peningkatan belanja pembayaran bunga utang pemerintah. Porsi pembayaran bunga utang pemerintah berpotensi membengkak mencapai sekitar 20 persen dari belanja pemerintah pusat.

 

Indikator Pembangunan dan Kesejahteraan

  1. Fraksi PKS memandang target penurunan kemiskinan yang ditugaskan kepada pemerintah tidak tercapai pada tahun 2022. Akhir tahun 2022 (per September) angka kemiskinan mencapai 9,57 persen, jauh dari target APBN 2022 sebesar 8,5 – 9 persen. Jumlah penduduk miskin yang mencapai 26,36 juta jiwa masih jauh dari cita-cita kemerdekaan yang pernah dikumandangkan oleh Bung Karno, “Tidak boleh ada kemiskinan di Bumi Indonesia Merdeka”. Persoalan kenaikan harga Beras hingga kelangkaan Minyak Goreng dan Pupuk menjadi penanda tekanan pada masyarakat miskin. Tingkat kemiskinan pun masih dibawah kondisi sebelum pandemi, sebesar 9,22 persen. Padahal pada RPJMN 2020-2024 kemiskinan ditargetkan menjadi 7 persen hingga 6,5 persen. Fraksi PKS memandang pemerintah harus serius mengentaskan kemiskinan. Stagnasi penurunan kemiskinan di Indonesia sangat memprihatinkan. Pada 2014 penduduk miskin tercatat sebesar 11,3 persen hingga 2022 hanya berkurang 1,73 persen selama 8 tahun lamanya. Pemerintah juga perlu mewaspadai masih terdapat 115 juta jiwa rakyat Indonesia yang rentan miskin menurut data Bank Dunia.
  2. Fraksi PKS memandang turunnya Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) secara nasional tahun 2022 (Agustus) menjadi 5,86 persen dari sebesar 6,49 persen tahun 2021 dan sebesar 7,07 persen tahun 2020 belum memadai, karena masih di atas rata-rata TPT sebelum pandemi di kisaran 5 persen. Sebagai catatan, pertumbuhan sektor yang padat karya relatif kecil, bahkan sektor pertanian dan industri tumbuh di bawah pertumbuhan ekonomi nasional. Sektor Industri, pertanian dan perdagangan yang memiliki pangsa tenaga kerja 62,2 persen justru tumbuh di bawah sektor-sektor lain yang minim penyerapan tenaga kerja.
  3. Fraksi PKS mencermati sulitnya anak muda mendapatkan pekerjaan telah menjadi keluhan rakyat secara luas. Ini dibuktikan dengan tingkat pengangguran terbuka (TPT) pemuda yang tinggi. Berdasarkan hasil Survey Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2022, TPT Pemuda Indonesia mencapai 13,93 persen pada 2022. Artinya 14 dari 100 angkatan kerja pemuda tidak terserap dalam pasar kerja. Fraksi PKS menantang pemerintah untuk menyelesaikan persoalaan pengangguran muda. Fraksi PKS mengingatkan pemerintah bahwa tingkat pengangguran usia muda di Indonesia adalah yang tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Negara lain seperti Thailand sebesar 8 persen dan Vietnam 8,87 persen. Data BPS bulan Agustus 2022 menyebut pengangguran paling banyak berasal dari kelompok usia 20-24 tahun, yakni 2,54 juta orang. Angka ini setara 30,12 persen dari total pengangguran nasional. Bercermin pada tingginya penagguran usia produktif sudah selayaknya momentum perubahan digulirkan, karena jika tidak pengangguran muda akan menjadi bom waktu dikemudian hari.
  4. Fraksi PKS memandang target penurunan kesenjangan tahun 2022 tidak tercapai. Pada target APBN 2022 dicanangkan rasio gini pada kisaran 0.376 sampai 0,378, sementara realisasinya hanya sebesar 0.381. Rasio gini juga tidak mengalami perbaikan dari posisi 0.381 tahun 2021. Potret ketimpangan pengeluaran juga didukung kondisi ketimpangan kepemilikan harta. Data riset Credit Suisse menunjukkan 66,2 persen total kekayaan di Indonesia hanya dimiliki oleh 10 persen orang terkaya di Indonesia. Sebanyak 1 persen orang terkaya di Indonesia bahkan menguasai 36,6 persen dari total kekayaan di Indonesia. Ketimpangan kekayaan juga dapat terlihat dari jumlah simpanan di bank. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat tabungan di atas Rp 5 miliar sebanyak 120.951 rekening atau hanya 0,6 persen dari total rekening per Maret 2022 dengan nilai Rp4.300 triliun lebih.
  5. Sasaran dan Indikator pembangunan yang juga tidak tercapai ialah target Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 73,41 – 73,46. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia tahun 2022 mencapai 72,91, meningkat 0,62 poin (0,86 persen) dibandingkan tahun sebelumnya (72,29). Jika BPS merilis IPM sebesar 72,91 masuk dalam kategori tinggi, tetapi Hasil penelitian tim IPB University menunjukan sebaliknya dengan pendekatan Big data desa selama 2 tahun. IPM di pedesaan menurut peneliti menunjukan kategori sedang hanya sebesar 61,96. Faktanya masih ada penduduk usia sekolah tidak bersekolah, juga usia lewat wajib belajar 12 tahun tapi belum tamat SLTA. Perlu diingat bahwa Pemerintah perlu mengejar target IPM pada RPJMN 2020-2024 sebesar 75,54. Dalam Global Talent Competitiveness Index (GTCI) 2022 yang diterbitkan INSEAD di Fontainebleau, Prancis menunjukkan bahwa daya saing SDM Indonesia menurun, tahun 2021 Indonesia berada pada peringkat 70 kemudian menjadi peringkat 82 pada tahun 2022 dari 133 negara. Tertinggal jauh dari Brunai (41) dan Malaysia (45). Indonesia masih dibawah Vietnam, Thailand dan Philipina. Faktor-faktor yang menyebabkan talenta Indonesia kurang bisa bersaing secara global, seperti minimnya professional dengan high skill, produktivitas pekerja, kurangnya sanitasi, kinerja lingkungan, minimnya international student, hingga rendahnya jaminan pensiun.
  6. Pemerintah pada tahun 2022 mampu mencapai target indikator pada Nilai Tukar Petani (NTP) mencapai 109,00 pada Desember 2022. Rendahnya tingkat pendidikan petani menjadi catatan tersendiri. Tingkat pendidikan kepala rumah tangga usaha di pertanian masih sangat rendah, selama tahun 2020 – 2022 sekitar 30 – 40 persen hanya tamat SD dan 39 persen tidak sekolah/tidak tamat SD. Biaya produksi beras Indonesia relatif lebih tinggi dibandingkan dengan negara produsen beras (China, India, Vietnam, Thailand, Philipina) lainnya. Komponen biaya termahal adalah sewa lahan dan biaya tenaga kerja. Harga pupuk Indonesia pun termahal hanya lebih murah dari India. Dengan biaya produksi beras Indonesia yang tertinggi menjadikan beras Indonesia tidak memiliki daya saing yang cukup dan rawan impor.
  7. Sementara Nilai Tukar Nelayan (NTN) sebesar 102,51 tidak tercapai dari target 104 -106. Salah satu penyebab NTN tidak tercapai karena faktor kenaikan BBM. Karena bagi nelayan kecil yang kenaikan harga BBM solar yang mencapai 26 persen lebih membuat kenaikan perbekalan dan operasional lebih mahal. Bahkan untuk mendapat solar bersubsidi nelayan harus mengundi nama di pos pengisian karena terbatasnya pasokan. Sampai tahun 2022 ada 147 kabupaten / kota wilayah pesisir dengan 1,3 juta penduduk miskin seperti nelayan masuk kategori desa miskin ekstrim atau sebesar 12,5 persen dari total penduduk miskin ekstrim. Tingkat kemiskinan pesisir lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional, di wilayah pesisir tingkat kemiskinannya sebesar 4,19 persen.

 

Penerimaan Negara

  1. Fraksi PKS mencatat deindustrialisasi yang memberikan pengaruh terhadap kinerja penerimaan perpajakan. Di sisi lain, pemerintah juga belum mampu menciptakan sumber penerimaan yang berkelanjutan. Beberapa hal yang dapat ditinjau, pertama terkait dengan kinerja penerimaan perpajakan dari sektor industri pengolahan secara tren tumbuh lebih rendah dibandingkan dengan sektor lain. Hal ini disebabkan karena adanya deindustrialisasi yang terjadi. Kedua, pertambangan juga masih memberikan pengaruh yang sangat signifikan dalam kinerja pertumbuhan penerimaan perpajakan. Demikian halnya dengan penerimaan negara bukan pajak, di mana PNBP SDA dari pertambangan mineral dan batu bara tumbuh signifikan lebih dari 60 triliun. Fraksi PKS memandang industrialisasi melalui hilirisasi belum dapat memberikan pengaruh dalam mendongkrak pajak. Ini tercermin dari masih tingginya sumbangan sektor pertambangan dalam penerimaan perpajakan.
  2. Fraksi PKS memandang reformasi fiskal dan administrasi perpajakan belum berjalan optimal. Di satu sisi pemerintah mengandalkan kejadian luar biasa dalam perekonomian untuk dapat menggenjot penerimaan perpajakan. Rasio kepatuhan pajak juga belum optimal menyasar wajib pajak besar. Hal ini tergambarkan pada rasio kepatuhan badan dan orang pribadi non karyawan masih sangat rendah yaitu masing-masing 61,27 persen dan 45,53 persen. Selain itu, basis penerimaan perpajakan yang ada saat ini masih belum mampu menangkap perkembangan aktivitas perekonomian riil, seperti ekonomi informal dan peningkatan ekonomi digital. Selain itu, ancaman perlambatan ekspor dan impor dari negara partner perdagangan terbesar Indonesia dapat memberikan dampak terhadap perekonomian dan perpajakan.
  3. Fraksi PKS memandang bahwa realisasi penerimaan tahun 2022 justru menjadi pengingat pemerintah terhadap dua hal esensial. Pertama, bahwa ledakan komoditas batu bara berada pada tingkat harga tertingginya sepanjang sejarah di tahun 2022. Meskipun hal ini memberikan nisbah penerimaan yang melebihi target, namun demikian penerimaan ini masih belum mampu melampaui tingkat penerimaan tahun 2019 saat sebelum pandemi. Padahal perekonomian sudah kembali pulih pada 2022 setelah pandemi berakhir. Artinya, peluang penerimaan perpajakan dengan potensi tersebut mustinya dapat didorong lebih besar lagi.
  4. Hal esensial kedua, adalah ledakan komoditas mulai berakhir sehingga berpotensi dapat memberikan pengaruh terhadap penurunan penerimaan perpajakan. Hal ini dapat dilihat dari ekspor Indonesia pada triwulan I 2023 yang tumbuh minus 2,5 persen. Kondisi ini menjadi alarm bagi pemerintah. Ledakan komoditas memang berkah, namun jangan sampai kondisi ini justru melenakan. Jalan keluar musti dirumuskan dengan cermat, bagaimana skenarionya dan apa saja langkahnya untuk mengkompensasi penurunan pada tahun depan.
  5. Fraksi PKS melihat bagaimana peningkatan PNBP dari kekayaan yang dipisahkan tidak sebanding dengan gelontoran triliunan rupiah untuk menyuntik BUMN yang merugi. Apabila ditinjau, dari total sekitar Rp40 triliun sumbangan BUMN, hampir Rp25 triliun disumbangkan oleh BUMN di sektor keuangan yakni perbankan. Sedangkan sekitar Rp10 triliun ditopang oleh BUMN energi (PT Pertamina sebesar Rp2,9 triliun) dan PT Telekomunikasi Indonesia (Rp7,7 triliun). BUMN yang penerima PMN bahkan tidak masuk dalam 10 besar kontributor setoran dividen. Artinya, secara neto, penerimaan negara dari dividen tidak seberapa menopang penerimaan negara. Sebab, suntikan modal untuk membiayai proyek mercusuar dan ambisi infrastruktur tanpa fisibilitas juga sangat besar.

Belanja Pemerintah Pusat

  1. Fraksi PKS mencatat Belanja Negara di APBN 2022 mengalami perbaikan realiasi dari alokasi perubahan Rp3.106,42 triliun dengan realisasi Rp3.096,26 triliun atau kemampuan penyerapan Belanja Negara 99,67 persen jika dibandingkan dengan Belanja Negara di APBN 2021 belanja negara mengalami over budget dari alokasi Rp2.750,03 triliun dengan realisasi Rp2.786.41 triliun atau 101,32 persen. Namun Belanja Negara pada APBN 2022 masih terdapat selisih yang cukup besar antara anggaran dan pelaksanaan sebesar Rp10,16 triliun yang belum terserap, walau secara persentase selisih 0,33 persen. Kemudian, porsi kontributor terbesar Belanja Negara adalah Transfer Ke Daerah dan Dana Desa yang mencapai 101,42 persen (over budget) dari alokasi anggaran Rp804,78 triliun dan Belanja Pemerintah Pusat 99,06 persen dari alokasi anggaran Rp2.301,64 triliun. Capaian realiasasi Pendapatan Negara hingga 116,31 persen mampu menolong Transfer Ke Daerah dan Dana Desa dan mengurangi celah defisit anggaran dari perencanaan Rp840.22 triliun menjadi Rp460,42 triliun, sehingga terdapat SiLPA Rp130,55 triliun kemudian jika ditambah dengan SAL (Saldo Anggaran Lebih) awal 2022 Rp337,77 triliun dan penyesuaian SAL Rp10,62 triliun, maka SAL akhir 2022 menjadi Rp478,95 triliun yang pada akhir tahun 2021 Rp337,77 triliun. Hal ini masih memberikan indikasi Perencanaan Anggaran Pemerintah yang masih dapat dioptimalisasi lagi. Kemampuan realisasi tersebut juga dapat menjadi bahan analisa masih lemahnya perencanaan Pemerintah dalam APBN 2022.
  2. Fraksi PKS mencatat bahwa pada tahun 2022, arah kebijakan BPP (Belanja Pemerintah Pusat) diarahkan di antaranya adalah untuk meningkatkan kualitas belanja yang lebih efisien, efektif, produktif, dan bermanfaat nyata bagi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Tercatat struktur realisasi Belanja Barang adalah belanja tertinggi Rp426,15 triliun atau 18,69 persen dari total BPP, lebih tinggi jika dibandingkan dengan Belanja Modal Rp240,57 triliun atau 10,55 persen, Belanja Subsidi Rp252,81 triliun atau 11,09 persen, dan Belanja Bantuan Sosial Rp161,52 triliun atau 7,08 persen dari total BPP. Fraksi PKS berpandangan bahwa struktur Belanja Pemerintah Pusat 2022 belum secara optimal mencerminkan arah kebijakan Pemerintah dalam nota keuangan ABPN 2022. Fraksi PKS mengingatkan Pemerintah bahwa Belanja Modal memiliki peran strategis karena pengeluaran anggaran yang dilakukan belanja modal untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi berbeda dengan belanja barang yang cenderung konsumtif pada satu masa periode akuntansi. Kemudian jika dilihat Pelaksanaan Belanja Pembayaran Bunga Utang yang mengambil porsi Rp386,34 triliun atau 16,94 persen dari total BPP memberikan indikasi betapa besarnya beban utang sehingga mempersempit ruang fiskal pada BPP APBN 2022.
  3. Fraksi PKS menemukan bahwa pelaksanaan Belanja Bantuan Sosial yang mengalami over budget sampai dengan Rp161,52 triliun atau 109,56 persen dari alokasi anggaran Rp147,43 triliun memberikan indikasi bahwa apa yang disampaikan oleh Fraksi PKS dalam Pemandangan Umum fraksi APBN 2022 menemukan konteksnya yaitu perlunya Pemerintah untuk melakukan peningkatan anggaran Belanja Bantuan Sosial paska Pandemi Covid-19 pada APBN 2022 lalu. Kemudian Belanja Subsidi yang mengalami realisasi Rp252,81 triliun atau 89,13 persen memberikan indikasi kelemahan Pemerintah dalam kemampuan daya serap anggaran yang dapat berakibat kepada tidak optimalnya program Pemerintah dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Realisasi Belanja Bantuan Sosial dan Belanja Subsidi adalah belanja yang dapat sangat membantu rakyat pada masa paska pandemi.
  4. Fraksi PKS mendukung dan mengapresiasi Pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan dan peningkatan di bidang pembangunan sumber daya manusia khususnya di bidang pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial. Namun, Fraksi PKS menemukan bahwa realiasasi Belanja Pemerintah Pusat fungsi Pendidikan terealiasasi Rp160.14 triliun atau 82.91 persen dari alokasi anggaran Rp193,16 triliun, sehingga memberikan indikasi pembangunan SDM di bidang Pendidikan tidak optimal. Fraksi PKS juga telah mengingatkan Pemerintah terkait kurangnya anggaran kesehatan dalam APBN 2022 yang mengalami penurunan sampai 22,9 persen jika dibandingkan dengan outlook APBN 2021, sehingga Pemerintah melalui Perpres No.98 tahun 2022 menetapkan Belanja Fungsi Kesehatan menjadi Rp121,65 triliun dan mengalami over budget 102,31 persen atau Rp124,47 triliun dalam pelaksanaan APBN 2022. Fraksi PKS berpandangan bahwa hal ini kembali memberikan indikasi masih lemahnya perencanaan Pemerintah dalam BPP pada APBN 2022 lalu.
  5. Fraksi PKS mencatat terkait dengan mandatory spending yang di amanahkan Undang Undang yaitu alokasi Anggaran Pendidikan sebesar 20 persen dari APBN dan Anggaran Kesehatan sebesar 5 persen dari APBN mengalami realisasi Rp480,26 triliun atau 77,30 persen dari anggaran Rp621,28 triliun dan Rp188,12 triliun atau 73,66 persen dari anggaran Rp255,39 triliun, kembali dapat memberikan indikasi tidak optimalnya kinerja Pemerintah di sektor Pendidikan dan Kesehatan pada paska Pandemi Covid-19. Kemudian, Fraksi PKS mencermati bahwa dengan membandingkan antara realisasi anggaran Pendidikan Rp480,26 triliun terhadap total realisasi belanja Negara Rp3.096,26 triliun maka realisasi anggaran pendidikan hanya 15,51 persen terhadap Belanja Negara. Fraksi PKS berpandangan bahwa hal ini memberikan indikasi Pemerintah tidak konsisten dengan arah kebijakan Pemerintah terkait dengan mandatory spending dan pembangunan kualitas SDM dan Pendidikan. Fraksi PKS juga mencatat permasalahan yang masih dalam proses tindak lanjut oleh Pemerintah berdasarkan LKPP 2022 tentang LHP SPI oleh BPK. Di antaranya adalah bahwa Pemerintah belum menyusun aturan teknis mengenai kriteria belanja dan mekanisme perhitungan alokasi anggaran Mandatory Spending dalam APBN.
  6. Fraksi PKS juga mencermati bahwa permasalahan lain yang dalam proses tindak lanjut oleh Pemerintah di antaranya adalah yang menjadi perhatian Fraksi PKS namun tidak terbatas seperti RPMK yang masih belum selesai tentang Tata Cara Pemberian Penghargaan dan/atau Sanksi atas Kinerja Anggaran K/L dalam RPMK tentang Perencanaan Anggaran, Pelaksanaan Anggaran, dan Pelaporan dan Pertanggungjawaban Anggaran (RPMK Omnibus Law); Pemerintah belum menyelesaikan proses pemindahtanganan persediaan sesuai ketentuan yang berlaku; Pemerintah belum menyelesaikan permasalahan berulang dalam pengelolaan Aset Tetap, Aset Tak Berwujud dan Aset Lain-lain baik melalui penyempurnaan kebijakan, sistem informasi pelaporan, sistem dan prosedur, dan upaya lainnya; Pemerintah belum menyelesaikan permasalahan pencatatan ganda aset baik pencatatan ganda antar KL, antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, antara BUMN dengan Badan Lainnya, permasalahan aset dalam status sengketa dan aset idle serta permasalahan bukti kepemilikan aset; Pemerintah belum menyelesaikan perbaikan mekanisme penganggaran, pelaksanaan dan pertanggungjawaban belanja untuk memitigasi risiko ketidakpatuhan dalam proses, ketidaktercapaian output dan ketidaktepatan sasaran dalam pelaksanaan belanja.
  7. Fraksi PKS juga memberikan perhatian terhadap beberapa hasil temuan BPK dalam LKPP 2022 diantaranya adalah: (i) Penerapan Sistem SAKTI Dalam Penyusunan Laporan Keuangan Belum Sepenuhnya Didukung Dengan Pengendalian yang Memadai; (ii) Pengelolaan Fasilitas dan Insentif Perpajakan Tahun 2022 Belum Memadai Sebesar Rp2,73 Triliun; (iii) Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai Terindikasi Kurang Disetorkan Sebesar Rp7,66 Triliun dan Terlambat Disetorkan dengan Potensi Sanksi Sebesar Rp616,14 Miliar dan USD1,338.00; (iv) Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak pada 39 K/L Minimal Sebesar Rp2,38 Triliun Serta Pengelolaan Piutang Bukan Pajak pada 21 K/L Sebesar Rp727,11 Miliar Belum Sesuai Ketentuan; (v) Pengelolaan Belanja Subsidi Bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) Belum Sepenuhnya Didukung dengan Kebijakan Pelaksanaan dan Anggaran, serta Mekanisme Verifikasi yang Memadai untuk Memastikan Pemenuhan Kewajiban Pemerintah atas Program Subsidi Bunga/Subsidi Margin Reguler dan Tambahan, serta Imbal Jasa Penjaminan (IJP) KUR kepada Masyarakat dan Badan Usaha Penyalur; (vi) Penganggaran, Pelaksanaan, dan Pertanggungjawaban Belanja pada 78 K/L Minimal Senilai Rp16,39 Triliun Belum Sepenuhnya Sesuai Ketentuan; (vii) Pelaksanaan Kebijakan Penyaluran Dana Bagi Hasil Secara Nontunai Melalui Fasilitas Treasury Deposit Facility Tahun 2022 Belum Memadai.
  8. Hasil Temuan BPK selanjutnya: (viii) Komponen Cost Overrun Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) Di Luar Hasil Kesepakatan Indonesia-China Belum Ditetapkan Skema Penyelesaiannya dan Pendanaan Cost Overrun Proyek KCJB Hasil Kesepakatan Indonesia-China dari Porsi Pinjaman Berpotensi Membebani Keuangan PT Kereta Api Indonesia (Persero); (ix) Penyelesaian Piutang Negara Pemberian Pinjaman Tidak Sepenuhnya Optimal; (x) Penatausahaan Piutang Perpajakan pada Kementerian Keuangan Belum Sepenuhnya Memadai; (xi) Penatausahaan Barang Sitaan dan Agunan pada Kementerian Keuangan Belum Sepenuhnya Memadai; (xii) Piutang Pajak Macet dan Piutang Pajak Daluwarsa Belum Dilakukan Tindakan Penagihan yang Optimal; (xiii) Tindak Lanjut Normalisasi Aset Tetap Sebesar Rp529,47 Miliar serta Pengelolaan Aset Tetap pada 58 K/L Sebesar Rp36,53 Triliun, Persediaan pada 47 K/L Sebesar Rp11,58 Triliun, dan Aset Lainnya pada 23 K/L Sebesar Rp2,36 Triliun Belum Memadai; (xiv) Pengelolaan Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai (BTD), Barang yang Dikuasai Negara (BDN) dan Barang yang Menjadi Milik Negara (BMMN) Belum Sepenuhnya Memadai; (xv) Pengelolaan Kas dan Rekening pada 23 K/L Sebesar Rp61,94 Miliar Belum Sepenuhnya Memadai; dan (xvi) Penyajian Aset Konsesi Jasa dan Properti Investasi pada LKPP Tahun 2022 Belum Sepenuhnya Memadai.
  9. Fraksi PKS juga mencermati hasil Pemeriksaan BPK bahwa level capaian kriteria pilar transparansi fiskal oleh Pemerintah masih perlu ditingkatkan. Terdapat satu kriteria di Pilar analis dan manajemen risiko fiskal dalam level basic, dan tujuh kriteria di Pilar Manajemen Pendapatan Sumber Daya dalam level basic dan satu kriteria dalam level tidak dinilai (not assessed). Kriteria Pilar tersebut yang masih perlu ditingkatkan seperti analisis kesinambungan fiskal jangka panjang; Kerangka Hukum Hak Sumber Daya; Pengungkapan Kepemilikan Hak Sumber Daya; Administrasi Pendapatan Sumber Daya; Integrasi Anggaran Pendapatan Sumber Daya; Pelaporan dan Audit Pendapatan Sumber Daya; Pelaporan Operasional, Sosial, dan Lingkungan yang masih dalam tahap Basic, dan kemudian Dana Sumber Daya Alam yang belum dapat masuk dalam penilaian dalam LHP atas LKPP tentang Pelaksanaan Transparansi Fiskal tahun 2022. Hal ini memberikan indikasi Pemerintah sebagai institusi yang efektif, akuntabel, integritas dan transparan masih perlu ditingkatkan.

 

Transfer Ke Daerah dan Dana Desa

  1. Fraksi PKS memberikan apresiasi atas naiknya realisasi penyaluran Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) Tahun 2022 yang mencapai Rp816,23 triliun atau meningkat sebesar 3,89 persen dibandingkan tahun 2021. Peningkatan TKDD ini secara nominal dan persentase terbesar ditopang oleh Dana Bagi Hasil (DBH) yang meningkat Rp51,26 triliun atau 43,75 persen dari periode yang sama di tahun 2021. Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Transfer Umum (DAU dan DBH) dan Dana Transfer Khusus (DAK Fisik dan DAK Nonfisik), dengan realisasi Rp719,58 triliun atau meningkat 5,88 persen terhadap periode sebelumnya. Tetapi yang masih menjadi catatan Fraksi PKS adalah masih terjadinya penurunan secara berturut-turut untuk DAK Fisik, DAK Nonfisik dan Dana Desa yakni 4,01 persen, 7,20 persen, dan 5,49 persen. Sedangkan Dana Alokasi Umum dan Dana Otonomi Khusus masih bertahan dengan tren positif sejak Triwulan III.
  2. Fraksi PKS mendesak pentingnya pemetaan risiko terkait pengelolaan dan akuntabilitas Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD). Hal ini mengingat tingginya nilai alokasi TKDD setiap tahunnya sehingga berpotensi munculnya berbagai modus penyelewengan dan korupsi. TKDD memiliki porsi sepertiga dari anggaran negara dan pada rentang waktu 2017 sampai 2022 mencapai 21 persen sampai dengan 37 persen dalam belanja pemerintah. Sementara itu, pendapatan daerah pada tahun 2017 sampai 2022 mencapai 56 persen berasal dari TKDD, sehingga ketergantungan daerah terbilang masih sangat tinggi. Sepanjang tahun 2004 sampai dengan 2022, KPK telah menangani setidaknya 178 kepala daerah yang terdiri dari 23 gubernur, 155 walikota/bupati/wakil yang terjerat kasus tindak pidana korupsi. Setengah dari jumlah tersebut, tercatat ada 113 kepala daerah yang kasusnya terjadi dalam enam tahun terakhir.
  3. Fraksi PKS menyoroti Realisasi Dana Transfer Khusus TA 2022 sebesar Rp173,16 triliun atau 91,33 persen dari jumlah yang ditetapkan dalam APBN sebesar Rp189,59 triliun. Hal ini berarti Realisasi Dana Transfer Khusus TA 2022 ini lebih kecil Rp11,47 triliun atau 6,21 persen lebih rendah dari Realisasi TA 2021 yakni sebesar Rp184,64 triliun. Dana Transfer Khusus terdiri dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik dan Dana Alokasi Khusus Non Fisik. DAK Fisik Tahun 2022 Rp54,78 triliun dan Tahun 2021 sebesar Rp57,07 triliun atau turun sebesar Rp2,29 triliun atau 4,01 persen. Sedangkan DAK Nonfisik Tahun 2022 Rp118,38 triliun dan Tahun 2021 sebesar Rp127,57 triliun atau turun sebesar Rp9,19 triliun atau 7,2 persen. Sebagai dana yang bersumber dari APBN kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional sebagaimana tercantum dalam UU APBN TA 2022. Fraksi PKS mendesak evaluasi menyeluruh sehingga prioritas nasional tidak menjadi indikasi sentralisasi karena mulai dari perencanaan, penentuan besaran alokasi DAK, sampai kepada evaluasinya ada di pemerintah pusat. Pada akhirnya, daerah penerima DAK hanya sebagai eksekutor yang tidak bisa memiliki kebijakan apapun dalam pengelolaannya. Harapan kedepannya, jadwal perencanaan dan penganggaran daerah menjadi sinkron dengan pemerintah pusat serta tidak ada lagi kendala keterlambatan regulasi dan/atau petunjuk teknis DAK sehingga tetap sesuai dengan jadwal perencanaan di daerah.
  4. Fraksi PKS memandang bahwa terjadinya penurunan beberapa elemen TKDD, termasuk Dana Transfer Khusus (DAK Fisik dan DAK Nonfisik), dan DID, salah satunya adalah karena masih terdapat daerah yang tidak memenuhi syarat penyaluran. Untuk itu, Fraksi PKS mendesak segera adanya mitigasi risiko terkait berbagai permasalahan yang berhubungan dengan pemenuhan syarat salur di daerah untuk semua elemen TKDD. Kendala tidak terpenuhinya persyaratan penyaluran oleh pemda masih terkesan karena faktor kelemahan di daerah, sehingga perlu pemetaan masalah dan solusi baik dari sisi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sendiri, sehingga kedepannya tidak ada lagi daerah yang terkendala terkait hal tersebut.
  5. Fraksi PKS mendesak adanya mitigasi risiko terkait permasalahan masih tingginya dana pemerintah daerah (pemda) yang mengendap di bank karena hal ini bisa jadi bukan semata-mata karena faktor kelalaian atau kesalahan daerah. Sebagaimana tercatat di Kementerian Keuangan sendiri, bahwa dana pemerintah daerah (pemda) yang tersimpan di perbankan mencapai Rp278,73 triliun per Oktober 2022, karena alasan tingginya penyaluran transfer ke daerah (TKD) pada Oktober 2022. Untuk itu, penting adanya evaluasi menyeluruh baik dari sisi pemerintah pusat maupun daerah sehingga tidak hanya menyudutkan salah satu pihak saja, mengingat TKDD diarahkan untuk pemulihan ekonomi dan peningkatan kualitas guna mendukung peningkatan kinerja daerah.
  6. Fraksi PKS mendukung komitmen pemenuhan mandatory spending untuk pendidikan dan kesehatan terutama melalui porsi TKDD dengan meningkatkan evaluasi secara menyeluruh. Hal tersebut untuk menjamin kualitas TKDD secara keseluruhan baik untuk pendidikan, kesehatan, termasuk subsidi, belanja sosial, pengentasan kemiskinan, dan belanja-belanja pro rakyat lainnya yang berpengaruh langsung terhadap keberlangsungan hidup dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Anggaran pendidikan untuk 2022 terealisasi Rp480,26 triliun yang dilakukan melalui belanja pemerintah pusat Rp178,36 triliun, Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) Rp281,90 triliun, dan pembiayaan Rp20 triliun.
  7. Fraksi PKS mendesak adanya penguatan dukungan sistem informasi yang terintegrasi antara pusat dan daerah untuk menjamin terwujudnya sinergi yang lebih efektif, efisien, transparan dan akuntabel. Hal ini juga sebagai bentuk dukungan pada sistem pengawasan dan evaluasi atas kinerja pengelolaan keuangan daerah, termasuk untuk mengukur tingkat efisiensi dan efektivitas pelaksanaan UU HKPD dalam rangka meningkatkan kualitas desentralisasi fiskal nasional, sehingga tidak terjadi sebaliknya (bahkan justru mereduksi semangat desentralisasi).
  8. Fraksi PKS mendesak adanya pendampingan dan pembinaan yang berkelanjutan sebagai bentuk mitigasi risiko atas berbagai permasalahan yang muncul dalam implementasi pengelolaan keuangan di desa. Hal ini harus dilakukan mengingat masih tingginya keterbatasan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) terutama pada aspek penguasaan IT, sehingga dibutuhkan penguatan kelembagaan, sumber daya manusia, sarana prasarana, baik untuk aparatur pemerintah desa, maupun tenaga pendampingan desa. Selain itu, Fraksi PKS juga mendorong peningkatan kapasitas dan kapabilitas terkait transparansi pengelolaan keuangan desa terutama bagi kepala desa, perangkat desa dan jajarannya.

 

Defisit dan Pembiayaan

  1. Fraksi PKS memandang realisasi defisit anggaran tahun 2022 sebesar 2,35 persen dari PDB atau Rp460,42 triliun belum mencerminkan adanya perbaikan sektor fiskal. Adanya defisit anggaran yang cukup besar menunjukkan bahwa kebutuhan untuk belanja masih lebih tinggi daripada penerimaan negara. Hal ini mendorong pemerintah untuk melakukan pembiayaan utang baru untuk menutupi kekurangan anggaran yang ada. Meskipun realisasi defisit lebih rendah dari yang direncanakan, hal yang perlu diperhatikan adalah latar belakang bagaimana nilai defisit itu terbentuk. Sebagai catatan, menurunnya defisit anggaran disebabkan karena capaian penerimaan yang meningkat. Di mana capaian penerimaan sebesar Rp2.034,55 triliun atau 114,04 persen dari target APBN disebabkan oleh adanya pengesahan Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau diberlakukannya “Tax Amnesti jilid II”. Selain itu, kenaikan penerimaan secara signifikan disebabkan oleh kenaikan harga Indonesian Crude Price (ICP) yang volatilitasnya tinggi. Tercatat bahwa 2022 PNBP terealisasi sebesar Rp595,59 triliun atau 113,96 persen dari target. Sementara itu, realisasi belanja tetap tinggi sebesar Rp3.096,26 triliun atau 99,67 dari APBN. Artinya, APBN masih rentan terjadinya defisit di masa mendatang dengan melihat latar belakang komposisi pembentuknya.
  2. Fraksi PKS berpandangan bahwa pemerintah masih bermasalah dalam menjaga kesinambungan fiskal. Hal ini terlihat dari masih negatifnya angka keseimbangan primer pada realisasi TA 2022, yaitu sebesar Rp74,08 triliun atau -0,38 persen dari PDB. Defisit keseimbangan primer menunjukkan bahwa sumber pembayaran bunga utang bukan berasal dari pendapatan negara melainkan berasal dari tambahan utang baru atau pembiayaan lainnya sehingga mengakibatkan adanya ancaman terhadap kesinambungan fiskal. Ketergantungan APBN terhadap utang yang dibelanjakan untuk hal yang tidak produktif, seperti pembayaran bunga utang, memberikan gambaran lemahnya kedaulatan fiskal Indonesia. Sehingga sepanjang keseimbangan primer berada di kurva negatif, sulit menjadi kedaulatan fiskal yang dicita-citakan.
  3. Fraksi PKS juga mencermati adanya dampak rambatan dari defisit keseimbangan primer. Timbulnya utang baru untuk pembayaran beban bunga utang akan menambah beban anggaran periode mendatang. Disebutkan bahwa tahun 2022 pembayaran bunga utang mengambil porsi 16,94 persen dari total belanja pemerintah atau Rp386,34 triliun. Nilai tersebut meningkat signifikan dibandingkan pembayaran bunga TA 2021 sebesar Rp343,49 triliun atau meningkat 12,47 persen. Semakin meningkatnya beban bunga utang, efek bola saljunya akan menggerus porsi belanja lainnya. APBN yang semestinya digunakan sebesar-besarnya untuk menyejahterakan rakyat melalui belanja bansos, subsidi dll, justru dialokasikan dengan porsi besar untuk pembayaran bunga utang. Data menyebutkan TA 2022, belanja bansos hanya mengambil porsi 7,08 persen dan belanja subsidi sebesar 11,09 persen.
  4. Fraksi PKS memandang akumulasi utang pemerintah hingga akhir 2022 sebesar Rp7.776,74 triliun dengan rasio utang terhadap PDB sebesar 39,70 persen mengindikasikan kurangnya pemerintah dalam pengendalian utang. Total utang senantiasa meningkat setiap tahunnya, penambahan utang tahun 2022 saja sebesar Rp867,87 triliun atau meningkat 12,6 persen (yoy). Rendahnya pengendalian utang ini terindikasi dari porsi utang pemerintah terhadap PDB yang telah melampaui batas yang direkomendasikan oleh IMF dan International Debt Relief (IDR) dengan rasio sebesar 25-35 persen. Jumlah yang disebutkan tersebut belum memasukan utang BUMN yang juga dapat dikategorikan menjadi utang negara, karena pemerintah merupakan pemilik saham dominan dari BUMN. Sehingga apabila diakumulasi, maka jumlah utang pemerintah jauh lebih besar dari nilai tersebut di atas.
  5. Fraksi PKS mendermati kenaikan utang setiap tahunnya tidak memberikan dampak signifikan terhadap pertumbuhan yang berkualitas. Penerbitan utang baru sebagian besar dialokasikan untuk menutup utang lama, baik sebagai sumber pembayaran pokok utang maupuan beban bunga utang. Hal ini terlihat dari nominal defisit APBN, jumlah penambahan utang selama satu periode serta beban pembayaran utang. Pemerintah masih konsisten dengan skema “gali lubang, tutup lubang” dalam pengelolaan utang. Terlebih biaya yang harus dibayar dalam penerbitan utang tidaklah murah. Sebagai akibat pemupukan utang yang didominasi SBN sebesar 88,04 persen dari seluruh komposisi utang akhir Desember 2022 dengan yieldnya sangat tinggi sebesar 7,02 persen, Indonesia harus menanggung biaya utang jauh lebih besar dari negara-negara lain yang memiliki rating setara atau bahkan di bawahnya.
  6. Fraksi PKS berpandangan bahwa penggunaan anggaran untuk pembiayaan penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp86,72 triliun yang sebagian besar ditujukkan kepada BUMN dan Lembaga dalam rangka Program PEN dan non-PEN belum sesuai dengan tujuan. Dana PMN yang digelontorkan pemerintah tidak memerhatikan risiko fiskal yang berpotensi terjadi pada masa mendatang. Sebagai contoh, proyek KCJB yang membengkak akibat adanya peningkatan biaya (cost overrun). Setelah tahun sebelumnya PT KAI sebagai pimpinan konsorsium BUMN menerima PMN sebesar Rp4,3 Triliun untuk pemenuhan kebutuhan kekurangan setoran modal (base equity) konsorsium BUMN kepada PT KCIC, maka pada 2022 kembali terdapat kesepakatan tambahan dukungan PMN sebesar Rp2,82 Triliun untuk kebutuhan cost overrun porsi ekuitas konsorsium BUMN pada PT KCIC. Semakin bertambahnya PMN yang harus diserahkan pemerintah, semakin besar pula utang yang harus ditanggung. Proyek yang awalnya disepakati sebagai B to B dan tidak menggunakan APBN, karena kecerobohan perencanaan, pada akhirnya menjadi beban keuangan negara.
  7. Fraksi PKS mendesak pemerintah untuk mengevaluasi ulang BUMN penerima PMN yang dinilai berkinerja kurang baik. BUMN semestinya dapat menjadi sumber penerimaan pemerintah melalui pembagian dividen, namun demikian banyak BUMN yang masih bersifat cost center. Tindak lanjut perbaikan BUMN juga dinilai belum optimal, dilihat dari banyaknya BUMN yang ‘berdarah-darah’ hanya untuk tetap beroperasi, sehingga perlu suntikan dana PMN dari pemerintah. Hal ini diperparah dengan kekurangtransparannya BUMN dalam mengungkapkan kegiatan-kegiatan kuasi-fiskal yang telah dilaksanakan.
  8. Fraksi PKS mendesak Pemerintah untuk melakukan perbaikan dalam penganggaran dan eksekusi program. Pada 2022 tercatat adanya Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) sebesar Rp130,56 triliun meningkat 26,01 persen (yoy). Pada 2022 pemerintah tidak mampu memanfaatkan dana SAL, mengakibatkan akumulasi Saldo Anggaran Lebih (SAL) membengkak menjadi Rp478,95 triliun. Semestinya pemerintah dapat dengan bijaksana dalam pengelolaan anggaran, dalam kaitannya dengan SAL, alih-alih menerbitkan utang baru yang tidak murah, penggunaan dana SAL dapat menjadi alternatif. Karena dana SAL sendiri merupakan hasil penerbitan utang tahun-tahun sebelumnya yang tidak termanfaatkan atau bersifat idle.

 

 

 

Hadirin yang Kami Muliakan,

 

Fraksi PKS akan selalu mendorong dan memberikan masukan untuk meningkatkan kinerja Pemerintah sampai ke titik yang optimal. Sebagai sesama bagian dari anak bangsa, Fraksi PKS akan senantiasa terbuka untuk berdiskusi dan berdialog bagi kepentingan bangsa dan negara pada pembahasan nanti.

Demikian Pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPR RI agar dapat menjadi perhatian dan dapat ditindaklanjuti dalam pembahasan selanjutnya. Atas perhatian dan kesabaran Bapak/Ibu, kami ucapkan terima kasih.

 

Wallahul Muwafiq ila Aqwamith Thoriq, Billahi Taufiq wal Hidayah,

Wassalaamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

 

Jakarta, 08 Safar 1445 H

24 Agustus 2023 M

 

PIMPINAN FRAKSI

PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

 

Ketua

 

 

 

 

Dr. H. Jazuli Juwaini, M.A.

No. Anggota: A-449

Sekretaris

 

 

 

 

Hj. Ledia Hanifa A, S.Si., M.PSi.T.

No. Anggota: A-427

 

 

Selengkapnya:

Fraksi PKS_Naskah Lengkap P2 APBN 2022