
Jakarta (24/03) — Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur (PIT) secara resmi mulai berlaku setelah disahkan oleh Pemerintah Indonesia.
Kebijakan yang diatur lewat Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2023 tersebut menjadi penanda jika zona penangkapan ikan dan basis kuota penangkapan yang mendasari kebijakan Penangkapan Ikan Terukur (PIT) akan diperlakukan.
Anggota Komisi IV DPR RI, Saadiah Uluputty meminta agar penerapan kebijakan Penangkapan Ikan Terukur (PIT) memperhatikan keadilan bagi para nelayan.
“Kebijakan penangkapan ikan terukur masih meminggirkan nelayan tradisional atau nelayan lokal”, tegas anggota Fraksi PKS DPR RI, Saadiah Uluputty di Jakarta (23/03/2023).
Saadiah menilai, Nelayan akan tersisih dan tidak mendapat porsi yang adil. Kebijakan PIT cenderung akan menguntungkan pemilik modal besar ataupun korporasi perikanan.
“Pemerintah menggaungkan asas Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dengan pondasi utamanya adalah asas pemerataan, asas peran serta masyarakat serta asas keadilan. Namun Kebijakan PIT akan menempatkan para nelayan dalam posisi tidak berdaya”, tegas Saadiah.
Secara khusus, Saadiah meminta agar perlindungan dan pemberdayaan kepada para nelayan terkhusus nelayan tradisional diberikan oleh pemerintah. Apalagi terdapat proporsi penerapan kuota.
“Kebijakan penangkapan ikan terukur belum memiliki dasar tentang asal muasal penetapan kuota dan tidak ada kejelasan metode dalam menghitung potensi sumber daya ikan”, imbuhnya.
Pemberlakukan Kebijakan PIT kata Saadiah, mesti dibarengi dengan mekanisme pengawasan yang harus dilakukan secara ketat. Jika tidak, akan mengancam keberlanjutan nelayan tradisional.
Dia lalu membeberkan adanya fakta aktifitas usaha eksploitasi skala besar dan modern dengan alat tangkap yang tidak berkelanjutan di wilayah perairan pulau – pulau kecil. Termasuk di Propinsi Maluku.
“Ini contoh dimana pengawasan cukup lemah. Jika kebijakan PIT dilakukan, harus diikuti dengan sistem pengawasan yang memadai dan paripurna. Jika tidak, dampaknya akan mengancam keberlanjutan nelayan tradisional”, tegasnya.
Saadiah menilai, soal yang sering muncul dalam kebijakan PIT adalah penegakan aturan untuk memastikan, zona penangkapan ikan terukur ditaati oleh pelaku usaha. Maka tegasnya, pengawasan mesti diikuti dengan penerapan reward dan punishment yang jelas dan tegas.
“PP Nomor 11 Tahun 2023 terkait Penangkapan Ikan Terukur telah mengatur tentang sanksi administratif atas pelanggaran terhadap penetapan zona penangkapan ikan. Namun tidak cukup sampai di situ. Pemerintah mesti memberlakukan reward dan punishment bagi korporasi agar niat untuk PIT memberi nilai tambah dan daya saing hasil perikanan bagi negara dapat diwujudkan”, desaknya.