
Jakarta (16/12) — Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PKS, Suryadi Jaya Purnama menanggapi alasan Pemerintah melalui Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly yang mengusulkan untuk memasukkan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Nusantara atau UU IKN dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2023 kepada Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Padahal, kata pria yang akrab disapa SJP ini, UU IKN baru disahkan DPR RI pada tanggal 18 Januari 2022, artinya belum berumur setahun. Menkumham juga mengakui UU IKN direvisi agar pemerintah dapat menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk mendanai IKN.
Baca juga: Inkonsistensi Surat Edaran Larangan Mudik, Suryadi Buka Suara
“Fraksi PKS berpandangan bahwa sejak awal pembuatannya dengan hanya 43 hari, banyak hal yang belum matang direncanakan. Rencana Induk IKN tidak pernah dibahas secara detil oleh Panitia Khusus (Pansus) RUU IKN namun ketika diundangkan menjadi lampiran yang tidak terpisahkan dari UU IKN. Apa yang dijanjikan oleh Presiden Joko Widodo bahwa penggunaan APBN hanya 20 persen dari biaya pembangunan IKN sebesar Rp 466 triliun tak ada satupun tercantum di dalamnya,” ungkap Anggota DPR RI dari Dapil NTB 1 ini.
Dengan tak jelasnya peraturan tentang batasan APBN untuk mendanai IKN, lanjut Suryadi, Fraksi PKS memperkirakan revisi UU IKN ini berpotensi membuat pengelolaan APBN untuk keperluan IKN semakin ugal-ugalan demi memuluskan rencana pembangunan IKN.
Baca juga: Anggota DPR RI H. SURYADI JAYA PURNAMA, S.T.
“Dengan kemungkinan makin besarnya porsi APBN, FPKS akan terus berupaya menjaga jangan sampai batas defisit anggaran melebihi tiga persen pada APBN Tahun Anggaran 2023. Apalagi adanya tantangan resesi ekonomi global yang terjadi karena adanya perang Rusia versus Ukraina dan kenaikan inflasi di beberapa negara pada tahun 2023, maka FPKS berpendapat perlunya menjaga APBN hanya untuk belanja prioritas yang langsung bersentuhan dengan kepentingan masyarakat luas,” pungkasnya.
Janji-janji yang lalu Pemerintah, kata SJP, tak bakal lebih besar menggunakan APBN dengan cara menghadirkan investor bagi pembangunan IKN ibarat pepesan kosong.
“Media asing seperti Bloomberg dan Strait Times awal Desember lalu menurunkan laporan berjudul ‘Ambitious Plans to Build Indonesia a Brand New Capital City Are Falling Apart’ yang menggambarkan bagaimana lebih dari tiga tahun setelah IKN pertama kali diumumkan, tidak ada satu pun pihak asing, baik didukung negara atau swasta, yang menandatangani kontrak mengikat untuk mendanai proyek tersebut,” ujar Wakil Sekretaris Fraksi PKS DPR RI ini.
Baca juga: Suryadi: PKS Dorong Pemerintah Terapkan Digitalisasi Dalam PPKM Lanjutan
Banyak negara, kata SJP, sedang menghadapi resesi atau sudah dalam resesi karena perlambatan ekonomi global sehingga cenderung memprioritaskan agenda domestik mereka sendiri.
“Oleh karena itu, PKS menolak dengan tegas rencana revisi UU IKN dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2023, apalagi dengan niat Pemerintah untuk memuluskan APBN mendanai IKN,” tegas SJP.
Sejak awal disahkannya UU IKN, imbuhnya, tak pernah sekalipun Pemerintah transparan dengan melakukan rapat dengan DPR RI terkait rencana pendanaan IKN ini, baik dengan APBN maupun investor mana saja yang sudah mengikat kontrak untuk mendanai proyek tersebut.
“Baru ada calon investor yang diklaim Pemerintah telah menandatangani letter of intens, belum ada komitmen tegas untuk pengeluaran yang sebenarnya, tapi itupun tak pernah ada penjelasan Otorita IKN kepada DPR RI sebagai bentuk transparansi kepada masyarakat,” tutup SJP.