Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Pendapat Fraksi PKS DPR RI terhadap Rancangan Undang-Undang Usul Inisiatif Komisi XI DPR RI tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK)

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

PENDAPAT FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG USUL INISIATIF KOMISI XI DPR RI

TENTANG PENGEMBANGAN DAN PENGUATAN SEKTOR KEUANGAN

==============================================

Disampaikan Oleh   : H. HIDAYATULLAH, S.E.

Nomor Anggota       : A-

 

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Salam Sejahtera untuk kita semua.

 

Pimpinan dan Anggota DPR RI, serta hadirin yang kami hormati,

Pertama-tama, perkenankan kami mengajak hadirin sekalian untuk senantiasa memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu Wata’ala, Tuhan semesta alam, pemilik kekuasaan yang ada di langit dan di bumi, yang memberikan kekuasaan kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan yang mencabut kekuasaan dari siapa yang dikendaki-Nya. Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Pemurah, yang telah memberikan pelbagai anugerah tidak terhitung kepada bangsa Indonesia.

Dalam rangka menyikapi Rancangan Undang-Undang Usul Inisiatif Komisi XI DPR RI tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK), Fraksi PKS kembali mengingatkan bahwa Reformasi Sektor Keuangan seharusnya sebagai bagian penting untuk merealisasikan tujuan negara Republik Indonesia yang tercantum dalam pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Sehingga, permasalahan fundamental dan struktural ekonomi yang terkait dengan kemiskinan, pengangguran, ketimpangan ekonomi seharusnya menjadi perhatian penting dalam reformasi sektor keuangan.

Secara umum, inisiasi RUU PPSK merupakan salah satu langkah penting untuk mendukung peningkatan peranan sektor keuangan di dalam perekonomian. Sebagaimana diketahui, peranan sektor keuangan di Indonesia masih dangkal jika dibandingkan dengan negara-negara sekawasan. Salah satu contohnya adalah rasio jumlah uang beredar dalam arti luas (M2) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Implikasi nyata dari dangkalnya peranan sektor keuangan tersebut tergambar dari pertumbuhan ekonomi yang semakin melambat. Bahkan, ekonomi Indonesia mulai tertinggal jauh dari negara-negara yang memulai pembangunan di periode yang relatif sama, misalnya Korea Selatan.

Indonesia membutuhkan peranan sektor keuangan yang lebih besar agar ekonomi mampu mencapai target jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam jangka pendek, penguatan sektor keuangan diarahkan untuk mendukung pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19. Pada saat yang sama, pemulihan di sektor keuangan pun harus dipacu. Pada jangka panjang, sektor keuangan diharapkan bisa memacu pendapatan per kapita nasional sehingga ekonomi dapat bergerak dari negara berpendapatan menegah menuju negara berpendapatan tinggi. Jika tidak demikian maka Indonesia berpotensi berada pada negara berpendapatan menengah (middle income) seperti yang terjadi di negara-negara Amerika Latin. Selama ini, keberpihakan sektor keuangan kepada rakyat miskin atau kelompok marginal relatif rendah karena struktur dan mekanisme pembiayaan yang kurang berpihak terhadap kelompok tersebut. Oleh karena itu, isu inklusi dan keadilan akses keuangan harus menjadi bagian tak terpisahkan dari RUU PPSK.

Peranan sektor keuangan yang dangkal (swallow financial sector), bukan saja menjadikan ekonomi Indonesia tumbuh lambat (under capacity) tetapi juga menyebabkan ekonomi nasional sangat bergantung pada sumber pendanaan asing. Dampak kebergantungan terhadap dana asing yang tinggi berimplikasi pada rentannya ekonomi nasional terhadap gejolak global. Gejolak-gejolak tersebut, pada gilirannya, berpengaruh terhadap perekonomian nasional dan merugikan ekonomi rakyat. RUU PPSK diharapkan dapat mengurai dan menyelesaikan berbagai persoalan fundamental sektor keuangan. Persoalan yang dimaksud mulai dari kebutuhan perubahan atas sejumlah UU yang sudah tidak relevan, aspek kelembagaan, perkembangan inovasi teknologi, hingga langkah-langkah penting yang harus dirumuskan guna memacu pendalaman peranan sektor keuangan (financial deepening) dan sektor keuangan yang inklusif dan lebih berkeadilan. Hambatan-hambatan tersebut sesegara mungkin diminimalisir lewat kehadiran RUU PPSK.

Selama proses pembahasan awal, Fraksi PKS memberikan apresiasi terhadap beberapa masukan Fraksi PKS yang telah diakomodir. Selanjutnya, Fraksi PKS memandang perlu memberikan beberapa catatan penting sebagai berikut:

  1. Fraksi PKS berpendapat Bahwa sektor keuangan bukan hanya ditujukan untuk meningkatkan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan semata tetapi juga perlu didorong dan berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan dan mereduksi ketimpangan ekonomi.
  2. Reformasi sektor keuangan juga harus menjawab persoalan-persoalan riil yang sedang dihadapi rakyat secara luas hari ini seperti maraknya permasalahan Pinjol (pinjaman online), mahalnya biaya pembiayaan/kredit ultra mikro dan mikro dibanding untuk korporasi, masih banyaknya usaha mikro dan UMKM yang belum bisa mengakses lembaga keuangan, dan belum optimalnya sektor keuangan mendukung perkembangan riil sektor.
  3. Fraksi PKS berpendapat bahwa terkait kelembagaan KSSK, Tugas KSSK perlu tetap sesuai UU PPKSK, dalam rangka memperkuat pencegahan dan antisipasi dini terjadinya krisis sektor keuangan. Desain akuntabilitas, kelembagaan dan tata kelola KSSK juga tetap perlu memperhatikan amanat UUD 1945 terkait otoritas Bank Indonesia dan kewenangannya juga menjaga independensi masing-masing otoritas terutama pada masa normal.
  4. Fraksi PKS berpendapat bahwa disain dalam RUU yang menempatkan Bank Indonesia terus menjadi standby buyers SBN pemerintah tanpa limitasi yang jelas akan berpengaruh terhadap persepsi publik terhadap kredibilitas bank sentral dan risiko trust terhadap sektor keuangan. Untuk itu penting memberikan limitasi yang jelas dan tegas terkait arah kebijakan ini untuk menjaga stabilitas perekonomian nasional secara berkelanjutan.
  5. Fraksi PKS berpendapat bahwa Inovasi Teknologi dan Sektor Digital yang berkembang cepat perlu diatur secara tepat dan terintegrasi mengingat adanya potensi risiko yang besar apabila tidak dimitigasi secara baik. Untuk itu, dibutuhkan pengaturan yang kokoh terkait tata kelola, integritas keuangan, manajemen risiko, keamanan dan keandalan sistem informasi, termasuk ketahanan siber, perlindungan konsumen, serta perlindungan data pribadi.
  6. Fraksi PKS memandang penting adanya aturan yang ketat bagi pengawasan keuangan dan jasa keuangan. Artinya, uang dan segala aset harus bisa dipertanggungjawabkan secara hukum, baik sumber maupun penggunaannya. Perubahan perilaku investor maupun trader khususnya di kalangan anak muda dalam aktivitas terkait aset kripto dengan berbagai permasalahan dan risikonya, memerlukan aturan yang jelas dan komprehensif.
  7. Fraksi PKS berpendapat pentingnya pendalaman lebih lanjut terkait pengaturan Konglomerasi Keuangan. Mengingat bahwa Konglomerasi Keuangan akan mencakup sejumlah perusahaan keuangan, dikendalikan oleh suatu kelompok tertentu, dan memiliki kekuatan modal yang besar beserta jejaring bisnisnya. Fraksi PKS juga memandang penting adanya kewajiban audit atas Laporan Keuangan PIKK oleh auditor independen sebagai bentuk tanggung jawab dalam upaya memenuhi akuntabilitas yang dituntut para stakeholder atau pihak yang berkepentingan.
  8. Fraksi PKS berpendapat masih diperlukannya penguatan aturan yang mendukung pengembangan sektor keuangan syariah dan ekosistemnya. Hal ini sangat penting dalam upaya memuwujudkan Indonesia sebagai pusat keuangan syariah global sebagaimana sudah dicanangkan oleh pemerintah. Daya saing keuangan syariah nasional yang kuat dibutuhkan untuk menarik berbagai manfaat global dalam rangka mengakselerasi perekonomian nasional, memperkuat sumber pembiayaan, memacu sektor riil dan memperluas lapangan kerja.
  9. Fraksi PKS berpendapat pentingnya penegasan Peran DSN MUI sebagai institusi penentu fatwa produk ataupun aktifitas keuangan syariah. DSN MUI memiliki otoritas dan kapasitas yang memadai untuk menjadi penentu kesyariahan produk dan jasa keuangan syariah. DSN MUI terdiri dari pelbagai pakar dan ahli hukum syariah dan wadah perwakilan ormas umat Islam di Indonesia sehingga layak untuk menjadi sumber fatwa atas produk dan aktiftitas terkait keuangan syariah.
  10. Fraksi PKS berpendapat kerangka RUU PPSK harus menutup celah adanya kemungkinan kebijakan bail-out atau penyelamatan sektor keuangan dengan keuangan negara yang bersifat tidak adil. Fraksi PKS menilai bahwa skema bail-out memunculkan ketidakadilan bagi rakyat, dan seharusnya skema penyelematan perusahaan keuangan harus melalui peran pemegang saham atau group konglomerasinya (bail-in). Skema bail-in sebagaimana ditegaskan pada UU No. 9 Tahun 2016 tentang PPKSK seharusnya tetap digunakan dan diutamakan.
  11. Fraksi PKS mengingatkan kembali bahwa skema bail-out selalu berpotensi melahirkan skandal penyimpangan kekuasaan keuangan negara atas penanganan krisis yang telah menimbulkan biaya yang besar dan telah mengingatkan publik atas trauma krisis ekonomi 1997-1998. Penyimpangan tersebut telah membebani negara lebih dari Rp650 triliun ditambah dengan beban bunganya. Beban berat ini kemudian ditanggung oleh rakyat secara keseluruhan melalui beban pajak dan inflasi yang berkelanjutan. Segelintir kelompok konglomerat menikmati kebijakan yang tidak adil dari fasilitas BLBI dan Obligasi Rekap dan tetap menjadi penguasa modal paska reformasi sampai sekarang.
  12. Fraksi PKS berpendapat bahwa seharusnya antara fungsi Penjaminan Dana Simpanan dengan Penjaminan Polis memiliki segregasi yang jelas, baik dari manajemen, pengelolaan, pencatatan sampai dengan pelaporan. Sehingga apabila dilakukan oleh satu institusi/lembaga dan tidak adanya segregasi yang dimaksud, dapat menimbulkan permasalahan dan komplikasi lanjutan. Hal ini karena nature bisnis antara perbankan dengan asuransi berbeda, di mana perbankan lebih memiliki kepastian (certainty) dan asuransi tidak memiliki kepastian (uncertainty).
  13. Fraksi PKS berpendapat bahwa Penyelenggara Program Penjamin Polis adalah Lembaga yang terpisah dengan LPS. LPS telah mempunyai fungsi untuk menjamin simpanan di sektor perbankan, maka diperlukan Lembaga lain yang memastikan penjaminan polis disektor asuransi. Pemisahan atau kebijakan separasi ini sebagai bentuk tata Kelola yang baik. Industri asuransi memiliki karakter yang berbeda dengan perbankan. Maka, sebaiknya Program Penjaminan Polis diselenggarakan oleh Lembaga Penjamin Polis (LPP) yang independen.
  14. Fraksi PKS berpendapat bahwa eksistensi dan Penguatan peranan badan supervisi pada BI, OJK, dan LPS penting untuk memperkuat governance sektor keuangan. Dengan demikian sangat penting untuk memperkokoh peranan dan fungsi Badan supervisi pada BI, OJK dan LPS. Desain kelembagaan badan supervisi juga perlu memaksimalkan peranan badan supervisi yang anggotanya sebagian besar anggotanya dari akademisi dan profesional.
  15. Fraksi PKS berpendapat bahwa aspek terpenting yang perlu menjadi perhatian adalah terkait dengan kerahasiaan data nasabah. Pada kerangka draft RUU, kerahasiaan data nasabah dimungkinkan dibuka kepada penyelenggara lainnya termasuk penyelenggara ITSK dengan berdasarkan persetujuan nasabah. Kemungkinan dibukanya data nasabah tentunya harus dilakukan dengan sangat berhati-hat dan perlu diatur dengan sangat rinci. Demikian halnya terkait dengan sejauh mana data tersebut dipergunakan dan diolah oleh penyelenggara lainnya beserta mitigasi risiko penyelewengan data pribadi tersebut. Hal ini bertujuan agar privasi data nasabah tetap dapat terjaga.
  16. Fraksi PKS berpendapat bahwa Sistem Informasi Perbankan yang terpadu, terutama bank sistemik serta sarana pertukaran informasi secara terintegrasi tetap penting sebagai amanat UU OJK. Ketentuan dalam UU OJK tersebut memiliki governance yang baik dan perlu dipertahankan untuk pencegahan krisis sektor keuangan yang lebih baik. Demikian juga sarana pertukaran informasi secara terintegrasi tetap penting untuk pencegahan krisis sektor keuangan.
  17. Untuk mencegah Krisis Sistem Keuangan, OJK harus berkoordinasi dengan Bank Indonesia menetapkan Bank Sistemik sesuai ketentuan UU PPKSK. Penetapan Bank Sistemik juga dilakukan pada kondisi Stabilitas Sistem Keuangan normal, pemutakhiran daftar Bank Sistemik secara berkala, dan OJK menyampaikan hasil penetapan dan pemutakhiran daftar Bank Sistemik kepada KSSK. Tata kelola kebijakan untuk pencegahan krisis dari bank sistemik juga perlu melibatkan LPS.
  18. Fraksi PKS berpendapat bahwa dalam rangka mendorong peran perbankan bagi sektor riil secara lebih optimal ditetapkan Kewajiban Bank Umum dan Bank Umum Syariah untuk menyalurkan Kredit/Pembiayaan sebesar 20% untuk UMKM. Demikian halnya dengan peningkatan kerjasama dengan BPR untuk pemerataan pelayanan perbankan bagi UMKM.
  19. Ketentuan tentang Kode Etik sangat penting untuk diatur secara khusus pada RUU dalam rangka menjaga wibawa Bank Indonesia, OJK dan LPS. Untuk itu pengaturan terkait aspek ini perlu dimasukkan dalam RUU. Aspek Kerahasiaan Informasi juga sangat penting untuk diatur secara khusus dalam rangka menjaga reputasi Bank Indonesia dan LPS sehingga perlu diatur dalam RUU.
  20. Fraksi PKS berpendapat perlunya kebijakan afirmasi penjaminan kredit atau pembiaayan di sektor rill dan UMKM. Perlu kebijakan afirmatif di dalam RUU terkait dengan asuransi termasuk penjaminan kredit atau pembiayaan di usaha sektor riil termasuk UMKM. Selain itu, untuk memberikan Batasan dan kepastian penjaminan kredit/pembiayaan dan suretyship diperlukan pengaturan yang lebih memadai. Selain itu perlu Penguatan Tata Kelola Perasuransian yang baik yang meliputi namun tidak terbatas pada penataan investasi, manajemen risiko dan pengendalian internal kelembagaan, dan kewajiban menjelaskan risiko produk yang dipilih oleh pemegang polis.
  21. Fraksi PKS memandang perlu pendalaman lebih lanjut terkait Pasar Karbon yang didalamnya mengatur tentang perdagangan karbon sebagai mekanisme berbasis pasar untuk mengurangi emisi gas rumah kaca melalui kegiatan jual beli unit karbon. Termasuk pengaturan terhadap bukti kepemilikan karbon dalam bentuk sertifikat atau persetujuan teknis yang tercatat dalam Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim.
  22. Fraksi PKS berpendapat bahwa Rancangan Undang-Undang ini masih banyak yang harus dibahas lebih mendalam bersama dengan stakeholder yang terkait. Sehingga Rancangan Undang Undang ini dapat menjadi lebih sustain dan menjawab tantangan dan kebutuhan negara kita di dalam sektor keuangan pada masa mendatang kelak.

Demikian Pendapat Fraksi PKS DPR-RI, dengan mengucapkan Bismillahhir-rahmannirrahiim, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera memberikan minderheid nota (menerima dengan catatan) RUU Usul Insiatif Komisi XI tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan menjadi RUU Usul DPR RI. Kami ucapkan terima kasih atas perhatian Bapak/Ibu dalam mendengarkan pendapat Fraksi PKS.

 

Wallahul muwafiq ila aqwamith thariq, billahi taufiq wal hidayah, 

Wassalaamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

 

 

Jakarta, 24 Safar 1444 H

20 September 2022 M

 

PIMPINAN FRAKSI

PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

 

Ketua

 

 

 

 

Dr. H. Jazuli Juwaini, M.A.

No. Anggota: A-449

Sekretaris

 

 

 

 

Hj. Ledia Hanifa A, S.Si., M.PSi.T.

No. Anggota: A-427

                                                                              

 

Baca Selengkapnya:

Draft Naskah Lengkap Pendapat Fraksi PKS-RUU PPSK