Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Terima Aspirasi IGTKI, Aleg PKS Usulkan Penyampaian Aspirasi dengan Naskah Akademik di Ruang Publik

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Jakarta (30/08) — Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PKS, Fahmy Alaydroes menerima aspirasi dan kunjungan dari Ikatan Guru Taman Kanak-Kanak Indonesia (IGTKI) dengan agenda penyampaian masukan tentang RUU Sisdiknas. Hari aspirasi ini diselenggarakan di Senayan, Jakarta, pada Selasa siang (30/08).

Ketua Umum IGTKI, Nur Sriyati, menyampaikan maksud dan tujuan kunjungan IGTKI ke Fraksi PKS, khususnya Komisi X yang membidangi pendidikan. Nur menuturkan bahwa IGTKI hendak mengetahui secara langsung sejauh mana pembahasan RUU Sisdiknas untuk kemudian didiskusikan dengan para penasihat pendidikan dan pengurus IGTKI beserta PGRI tingkat Provinsi se-Indonesia.

Jajaran IGTKI mempertanyakan makna ‘pra-sekolah’ pada RUU Sisdiknas. Sejak dulu, anak usia 4-6 tahun masuk masa pra-sekolah di taman kanak-kanak, tetapi kini malah usia 3-5 tahun. Permasalahan lainnya adalah posisi TK yang terombang-ambing karena awalnya masuk pendidikan dasar, namun sejak 2010 ‘dipaksa’ masuk pada pendidikan anak usia dini.

“Alhamdulillah bergabungnya kami di pendidikan anak usia dini telah berjalan lancar. Namun, kini kami kembali dicabik-cabik sejak adanya RUU Sisdiknas. Biarkan anak usia 6 tahun menjadi tanggung jawab kami. Jika memang (anak) usia 6 tahun bukan masuk ranah kami, tolong diperjelas, apakah kami akan berkolaborasi dengan guru SD atau bagaimana?” kata perwakilan IGTKI.

IGTKI turut mengungkap bahwa keberadaan TK selalu tersisihkan karena hanya menerima sisa anggaran dari SD, lain halnya dengan PAUD yang kucuran dananya besar karena berhubungan langsung dengan pemerintah daerah. Namun, poin utama yang hendak dipertegas oleh IGTKI adalah kejelasan terkait RUU Sisdiknas, sehingga posisi TK tidak terus dalam gejolak ketidakpastian.

“Aspirasi sudah kami dengar dan kami catat. Tapi lebih bagus lagi jika diusulkan dalam bentuk tertulis. Perlu kami (Komisi X) tegaskan RUU Sisdiknas ini adalah usul inisiatif pemerintah, selama berlangsungnya proses pengajuan, tentu saja itu menjadi domain pemerintah. Kami tidak mendapatkan informasi apa pun. Beberapa kali merilis draft, beberapa pihak mempertanyakan, Komisi X belum berada pada masanya. Kita juga mendengar bagaimana ormas besar, akademisi, pemerhati, bingung ini apa? Ke arah mana?” terang Fahmy.

“Sebelumnya pemerintah telah klaim mendapat masukan. Sekarang akhirnya pemerintah mengajukan, jadi sekarang bolanya di Baleg, bukan Komisi X. Baleg adalah satu badan yang tugasnya membahas UU ataupun perubahan atas UU. Jika Baleg bersepakat, mulailah pembahasan UU itu bergulir. Belum sampai tahap itu. Komisi X harus mencermati prosesnya. Jangan sampai proses pembahasan dibuat terburu-buru dan tidak melibatkan banyak pihak karena UU ini pasti akan mengikat seluruh warga negara. Oleh karena itu harus dipastikan partisipasi publik ini harus maksimal,” lanjutnya.

Fahmy menyarankan agar IGTKI bersuara lantang di luar sana dan jika diperlukan bisa berdialog langsung dengan Baleg bahkan pemerintah. Selain itu, diperlukan kolaborasi dengan ormas-ormas yang menyelenggarakan pendidikan non-formal. Bagi Fahmy, itulah usaha yang dapat dikerahkan agar lebih terdengar.

“Kita tidak ingin RUU ini disahkan terburu-buru karena masih ada urgensi lain, terlebih pasca pandemi. Boleh saja mengikuti perubahan zaman, tapi jangan terburu-buru. Tunda pembahasan revisi ini,” kata Fahmy.

“Sampaikan konten yang diaspirasikan, suarakan ke media, berikan saran dalam bentuk naskah akademik. Kita harus mampu mematahkan argumentasi mereka (pemerintah), misalnya TK berbeda secara filosofi dan akademis dengan taman anak, sampaikan itu. Kemudian, 3-5 tahun berbeda signifikan dengan 4-6 tahun, sampaikan dengan perspektif psikologi pendidikan. Kemudian, fokus kepada anak-anak kita, maaf, bukan kepada kami (guru-guru TK). Sampaikan bahwa anak-anak tercabik-cabik masa depannya, berorientasi pada anak-anak agar didengarkan. Ini demi kemaslahatan anak-anak kita. Sampaikan dalam bentuk FGD, seminar, atau konferensi media,” pungkasnya.