Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Bertemu Konstituen di Dapil, Netty: Revolusi Mental dan Ber-AKHLAK ASN Jangan Hanya Jargon

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Jakarta (05/08) — Anggota DPR sekaligus MPR RI dari Fraksi PKS Netty Prasetiyani menyinggung peran keluarga sebagai unsur penting dalam membentuk karakter manusia Indonesia.

“Masyarakat kita banyak yang salah kaprah soal pendidikan bagi anaknya. Pendidikan tidak otomatis selesai ketika orang tua membayar dan menyerahkan anak ke lembaga pendidikan. Upaya menanamkan nilai-nilai kebaikan, melindungi hak diri, memahami kewajiban dan mencegah keburukan harus dimulai dari keluarga,” ujar Netty dalam acara Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di Kota Cirebon, Jumat (05/08).

Netty meminta pemerintah agar serius dan fokus membangun ketahanan keluarga di rumah-rumah masyarakat. Menurutnya, masih banyak keluarga yang belum mampu memenuhi kebutuhan dasar seperti, pangan, air bersih, pelayanan kesehatan, pendidikan, perumahan, perlindungan dan keamanan.

Masyarakat, kata Netty, membutuhkan role model yang dapat mengarahkan mereka menjalani fungsi keluarga dengan baik.

“Kampanye revolusi mental dan berAKHLAK harus terealisasi dalam kehidupan, jangan hanya jargon. Harus ada political will dalam bentuk kebijakan untuk mewujudkannya,” kata Netty.

Ber-AKHLAK adalah nilai utama yang disebutkan Presiden Jokowi sebagai upaya transformasi Aparatur Sipil Negara (ASN), yaitu berorientasi pelayanan, akuntabel, kompeten, harmonis, loyal, adaptor dan kolaboratif.

Menurut Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI ini, kebijakan revolusi mental dan ber-AKHLAK harus tampak pada perilaku ASN sebagai role model di masyarakat dalam hal membangun ketahanan keluarga.

“Ketahanan keluarga akan melahirkan generasi Indonesia berkualitas unggul dan berkarakter Pancasilais. Jika ini tercapai maka masalah-masalah sosial dan ekonomi akan lebih mudah teratasi karena kualitas SDM adalah pilar utama dalam pemecahan masalah,” kata Netty.

“Banyaknya kasus kejahatan seksual, salah satunya disebabkan oleh minimnya peran keluarga dalam menanamkan nilai, memonitor perilaku anggota keluarga dan melindungi yang rentan. Keluarga akan makin sulit menjalani fungsinya jika tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya,” ungkapnya.