
Jakarta (11/07) — Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Suryadi Jaya Purnama, menyampaikan pendapatnya terkait proyek LRT Jabodetabek yang menemukan banyak kejanggalan. Hal itu ia sampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi V DPR RI bersama Dirut PT. KAI, Didiek Hartantyo, Rabu silam (06/07).
“Proyek ini sangat tidak wajar karena melibatkan PT. KAI dalam melakukan pembayaran proses pembangunan yang dilakukan, padahal sedari awal kami tidak pernah dilibatkan”, ujar didiek.
Baca juga: LRT Jabodebek Bebani KAI, Aleg PKS: Jangan Jadi Alasan Naikkan Tarif Commuter Line
Seperti yang diketahui, proyek pembangunan LRT Jabodetabek telah masuk kedalam Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dimulai dari tahun 2015 silam melalui Perpres 98/2015. Dalam Perpres tepatnya pasal 2 menerangkan bahwa proyek LRT akan dibebankan pada BUMN tepatnya PT. Adhi Karya Tbk dengan tahapan pelaksanaannya dituangkan dalam perjanjian antara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dengan PT. Adhi Karya Tbk dengan harga perkiraan, spesifikasi teknis dan pembayaran pengeluaran akan dibebankan pada Kementerian Perhubungan sebagai owner proyek LRT Jabodetabek.
Mirisnya, menjelang 2(dua) tahun keberjalanan proyek tersebut, PT. Adhi Karya Tbk mengalami kesulitan untuk menagih ongkos pembangunan pada pemerintah alhasil, permasalahan mulai terjadi ketika keluarnya peraturan yang mengatakan bahwa dalam pembayaran keberlangsungan prasana proyek LRT Jabodetabek akan dibebankan pada PT. KAI melalui Perpes 49/2017 untuk mengganti Perpres 98/2015.
Menyikapi hal tersebut, Suryadi Jaya Purnama menegaskan bahwa dalam permasalahan ini PT. KAI tidak berhak diikutsertakan dalam melunasi beban hutang proyek LRT jabodetabek. Mengingat, imbuh Suryadi, PT. KAI tidak ikut serta dalam menetapkan harga perkiraan, spesifikasi teknis dan konsep pembayaran proyek ini.
“Dari awal kan pemerintah sudah bilang bahwa pengeluaran proyek ini akan dibebankan kepada anggaran Kemenhub, kenapa sekarang jadi terbit Perpes untuk membebankan pembayaran pada PT. KAI? ini sebuah kejanggalan dan ketimpangan regulasi yang dibuat sedari awal proyek ini ditetapkan” ujarnya dengan sangat tegas.
Ia pun menambahkan bahwa selain dari ketimpangan regulasi ia merasa bahwa terdapat kerancuan dalam mengkoordinasi dengan instansi lain yang berkaitan.
“Tentunya, dari permasalahan ini bisa dilihat bahwa pemerintah ragu-ragu dalam menjalankannya jadi, membebankan tanggungan anggaran kepada PT. KAI padahal sangat jelas pemerintah terlihat wanprestasi dari ketentuan Perpes 98/2015 perihal proyek LRT jabodetabek ini” ungkapnya.
Baca juga: LRT Jabodebek Bebani KAI, Aleg PKS: Jangan Jadi Alasan Naikkan Tarif Commuter Line
Terakhir dalam menutup pendapatnya dalam RDP bersama Komisi V, ia menuturkan solusi yang patut dilakukan yakni dengan mengubah Perpes 49/2017 dengan Perpres baru yang menghilangkan tanggungjawab PT. KAI untuk melunasi pembayaran. Ia pun menerangkan bahwa BPK harus ikut serta dalam menyelidi proyek ini agar sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
“Sudah seharusnya PT. KAI tidak ikut terlibat dalam permasalahan ini. Oleh karenanya menurut saya solusinya cukup mengubah Perpes tersebut dengan Perpres baru yang ketentuannya menghapus kewajiban PT. KAI membayar hutang proyek LRT Jabodetabek, kalaupun sudah terlanjur membayar saya sangat berharap BPK bisa ikut turut serta dalam menyelidiki proses pembangunan ini dengan harapan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada.” ungkapnya.