Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Pandangan FPKS DPR RI terhadap Keterangan Pemerintah mengenai RUU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN TA 2021

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

PANDANGAN FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TERHADAP KETERANGAN PEMERINTAH MENGENAI RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2021

 

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

 

Pimpinan dan Anggota DPR RI, Saudara Menteri beserta jajaran, serta hadirin yang kami hormati.

Pertama-tama, perkenankan kami mengajak hadirin sekalian untuk senantiasa memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kita semua dapat menghadiri Rapat Paripurna Pandangan Fraksi-Fraksi terhadap Keterangan Pemerintah Mengenai Rancangan Undang-Undang Tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara Tahun Anggaran 2021.

Selanjutnya, untuk menyikapi Keterangan Pemerintah Mengenai Rancangan Undang-Undang tentang Pertangungjawaban Atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2021, yang telah disampaikan Pemerintah kepada DPR pada Rapat Paripurna, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memandang perlu memberikan beberapa catatan penting.

Secara umum, Fraksi PKS menilai bahwa kinerja Pemerintah dalam pelaksanaan APBN Tahun 2021 masih kurang memuaskan, sehingga berdampak tidak optimalnya upaya penanganan pandemi dan menjaga kesejahteraan rakyat. Selain itu terkait dengan kualitas akuntabilitas keuangan Negara, Fraksi PKS juga mendesak Pemerintah untuk meningkatkan penyajian laporan 4 (empat) Kementerian/Lembaga yaitu Kementerian Perdagangan, Kementerian Tenaga Kerja, Badan Riset dan Inovasi Nasional, dan Lembaga Ilmu Pengetahun Indonesia yang sebelumnya mendapatkan Opini WTP menjadi WDP atas Laporan Keuangan tahun 2021. Kemudian, BPK RI juga menemukan 27 (dua puluh tujuh) permasalahan terkait kelemahan pengendalian internal dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan Perundang-undangan yang sebelumnya sebanyak 26 (dua puluh enam) permasalahan.

Selanjutnya, Fraksi PKS secara lebih khusus memberikan catatan sebagai berikut:

  1. Fraksi PKS mencermati tidak tercapainya target penurunan kemiskinan yang ditugaskan kepada pemerintah pada tahun 2021. Per akhir September angka kemiskinan sebesar 9,71 persen. Sementara target APBN 2021 ada pada kisaran 9,2 – 9,7 persen. Perlu dicatat bahwa tingkat kemiskinan kita masih dibawah kondisi sebelum pandemi, yakni 9,22 persen dan target angka kemiskinan pada RPJMN 20202024 adalah 7 persen hingga 6,5 persen. Fraksi PKS memandang pemerintah harus mengantisipasi lebih serius dampak naiknya harga-harga pangan dan komoditas. Kenaikan harga membuat batas garis kemiskinan bergerak naik. Rakyat yang sebelumnya berstatus rentan miskin akan berpotensi menjadi miskin.
  2. Fraksi PKS memandang turunnya Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) secara nasional menjadi sebesar 6,49 persen pada Agustus 2021 jika dibanding tahun sebelumnya sebesar 7,07 persen belum cukup memadai, karena masih di atas ratarata TPT sebelum pandemi di kisaran 5 persen.
  3. Fraksi PKS juga sangat prihatin bahwa tingkat pengangguran usia muda di Indonesia adalah yang tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Pengangguran usia muda Indonesia (usia 15-25 tahun) sebesar 18,03 persen pada tahun 2021. Sementara negara lain seperti Thailand (8 persen), Vietnam (8,87 persen), begitupun Brunei, Philipina, Singapura, dan Malaysia masih berada di bawah 15 persen. Tingginya pengangguran usia muda mengancam bonus demografi, bahkan bisa berubah menjadi bencana demografi.
  4. Fraksi PKS juga mencermati target rasio gini yang tidak tercapai. Pada target APBN 2021 ditetapkan rasio gini pada kisaran 0,377 sampai 0,379, sementara realisasinya 0,381. Fraksi PKS mendesak Pemerintahan untuk lebih proaktif dan progresif dalam menyelesaikan permasalahan ketimpangan.
  5. Fraksi PKS juga mencatat target Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang tidak tercapai. IPM yang mampu dicapai sebesar 72,29 dari target 72,78 – 72,95. Perlu diingat bahwa Pemerintah perlu mengejar target IPM pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 sebesar 75,54.
  6. Fraksi PKS juga menilai ketidakmampuan Pemerintah dalam menjaga kesinambungan fiskal yang terlihat dari masih tingginya defisit keseimbangan primer mencapai Rp431,57 triliun atau 2,54 persen dari PDB. Kebijakan fiskal yang diambil Pemerintah belum efektif, tidak hanya selisih negatif pendapatan dengan belanja yang masih sangat tinggi, bahkan anggaran tidak mampu untuk membayar beban bunga utang. Sehingga seluruh kewajiban beban bunga utang harus ditutupi dengan pembentukan utang baru.
  7. Fraksi PKS memandang bahwa kenaikan rasio utang pada 2021 menjadi sebesar 40,74 persen dari PDB menjadi sinyal buruk terhadap kinerja Pemerintah. Debt Service Ratio (DSR) Indonesia berada pada 41,4% artinya bahwa utang pemerintah saat ini telah melampaui batas yang direkomendasikan IMF dan International Debt Relief (IDR) dengan rasio sebesar 25%-35%. Sebagai catatan, utang yang dipupuk Pemerintah sebagian besar berasal dari SBN yang yieldnya sangat tinggi sebesar 6,74 persen (tenor 10 tahun). Sebagai perbandingan, yield Thailand sebesar 2,23 persen. Artinya sumber pendanaan APBN Indonesia tidaklah murah, pada 2022 tercatat beban pembayaran bunga utang Indonesia kembali meningkat menjadi Rp405,9 triliun.
  8. Fraksi PKS menyoroti penggunaan anggaran untuk Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp113,46 triliun yang sebagian besar ditujukkan untuk BUMN dan program PEN yang tidak sesuai dengan tujuan. Pemerintah cenderung mengalamatkan dana PMN kepada BUMN yang mengalami gangguan kesehatan keuangan akibat dari adanya fraud, moral hazard dan kelalaian manajemen.
  9. Fraksi PKS kembali mencermati buruknya proses perencanaan dan realisasi program yang tercermin dari tingginya SiLPA dan SAL. Pada 2021 tercatat adanya Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) sebesar Rp96,66 triliun dan akumulasi Saldo Anggaran Lebih (SAL) menjadi Rp337,78 triliun. Hal ini menjadi ironi dengan biaya perolehan utang yang tidak murah, seharusnya Pemerintah memanfaatkan setiap rupiahnya dengan produktif dan efisien.
  10. Fraksi PKS berpandangan bahwa kegagalan pemerintah mencapai target pertumbuhan ekonomi membuktikan rendahnya kemampuan pemerintah untuk memacu berbagai sektor di dalam perekonomian. Padahal, tahun 2021, peluang mencapai pertumbuhan tinggi cukup terbuka sejalan dengan pemulihan ekonomi global. Fraksi PKS mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup rendah dibandingkan negara-negara G20. Tahun 2021, pertumbuhan G-20 mencapai 6,1 persen sedangkan Indonesia hanya tumbuh 3,69 persen.
  11. Fraksi PKS juga mencermati rendahnya peranan belanja negara terhadap PDB disebabkan kualitas belanja yang belum kunjung membaik. Salah satu indikator yang menunjukkan situasi tersebut adalah kecenderungan belanja negara terealisasi di akhir tahun.
  12. Fraksi PKS menilai tidak ada yang istimewa dari realisasi inflasi umum tahun 2021 sebesar 1,87 persen ketika inflasi bahan makanan dan inflasi barang-barang bergejolak naik lebih tinggi. Fraksi PKS sangat prihatin terhadap kenaikan harga minyak goreng selama tahun 2021 padahal Indonesia merupakan produsen utama CPO di dunia. Minyak goreng merupakan komoditas yang telah memberikan andil cukup tinggi pada inflasi selama 2021 dan sangat membebani rakyat.
  13. Fraksi PKS mencatat bahwa pemerintah belum mampu menciptakan sumber penerimaan yang berkelanjutan. Secara historis, tren penerimaan perpajakan sangat berfluktuasi dan tidak stabil. Selama masa ledakan komoditas, penerimaan perpajakan mampu mencatatkan pertumbuhan yang signifikan hingga 2 digit, namun setelah itu pertumbuhan perpajakan tumbuh tidak menentu. Fraksi PKS mencermati bahwa fluktuasi tersebut menandakan reformasi fiskal dan administrasi perpajakan tidak berjalan.
  14. Rasio perpajakan pernah mengalami tren kenaikan pada periode tahun 2001 hingga 2008, dari sebelumnya 11,3 persen menjadi 13,3 persen terhadap PDB. Namun demikian, penurunan terus terjadi hingga pada 2021 rasio pajak berada pada angka 9,12 persen. Berbagai celah pendapatan yang semestinya dapat dioptimalkan justru tidak dilakukan.
  15. Fraksi PKS mencatat bahwa Penganggaran, Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Belanja Non-Program PC-PEN pada 80 K/L masih ada yang belum sepenuhnya sesuai ketentuan. BPK RI telah memberikan catatan permasalahan tersebut apda Belanja Pegawai; Belanja Modal, dan Belanja Bantuan Sosial. Permasalahan ini perlu menjadi perhatian dan memerlukan tindak lanjut serius oleh pemerintah.
  16. Fraksi PKS mencermati LHP pada LKPP 2021, Pemerintah mendapatkan catatan temuan oleh BPK RI yang merupakan kelanjutan temuan atas LKPP 2020 terkait program PC-PEN. Temuan tersebut terkait dengan Pemerintah belum menyusun mekanisme perlaporan kebijakan Keuangan Negara untuk menangani dampak pandemi Covid19 pada laporan keuangan Pemerintah, sehingga BPK RI kembali melaporkan temuannya. Temuan berulang memberikan indikasi masih lemahnya kemampuan pemerintah dalam pengelolaan dan optimalisasi kinerja dalam penggunaan anggaran.
  17. Fraksi PKS berpandangan bahwa Pemerintah belum memiliki pengaturan lebih lanjut atas kriteria dan Mekanisme perhitungan alokasi anggaran Mandatory spending dalam APBN. Berdasarkan temuan BPK RI, hal tersebut terjadi karena alokasi mandatory spending pendidikan melalui mekanisme cadangan pada pembiayaan belum jelas penggunaannya; Terdapat irisan anggaran mandatory spending pendidikan dan kesehatan pada Kementerian Kesehatan; Anggaran Program Kartu Prakerja tidak tepat dialokasikan sebagai mandatory spending pendidikan; Alokasi mandatory spending pendidikan dan mandatory spending kesehatan melalui mekanisme transfer minimal tidak dapat dipastikan akurasinya. Pemerintah perlu mengatur mekanisme perhitungan porsi pelayanan publik dari mandatory spending kesehatan.
  18. Fraksi PKS berpandangan bawah pengendalian dalam pelaksanaan belanja program PC – PEN sebesar Rp10,20 triliun pada 10 Kementerian/Lembaga tidak memadai, sebagaimana temuan BPK. Fraksi PKS juga mencatat bahwa Pengelolaan Penggantian Belanja Kementerian/Lembaga untuk kegiatan vaksinasi Covid19 dan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di daerah melalui pemotongan DAU/ DBH Pemerintah daerah tidak memadai.
  19. Fraksi PKS memandang Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) Tahun 2021 yang jumlahnya mencapai Rp795,48 triliun merupakan satu bagian penting dari belanja negara yang harus digunakan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. TKDD 2021 terserap Rp785,70 triliun, atau 98,77 persen dari target APBN yang sebesar Rp795,48 triliun. Serapan ini menurun dibandingkan dengan tahun 2020 dimana realisasi TKDD mencapai 99,82 persen. Dari realisasi TKDD Tahun 2021 masih tersisa Rp100 triliun yang tidak dibelanjakan sampai dengan akhir tahun. Sisa pagu tersebut seharusnya bisa dimaksimalkan untuk pemulihan ekonomi bagi rakyat.
  20. Fraksi PKS sangat menyesalkan kejadian berulang besarnya dana yang mengendap di perbankan yang mencapai Rp113,38 triliun hingga 31 Desember 2021, meskipun nilai ini sudah turun fantastis dari bulan sebelumnya sebesar Rp203,05 triliun atau 44,41 persen dari November 2021. Ditengah beban berat dampak pandemi seharusnya serapan anggaran daerah yang optimal diperlukan untuk proses percepatan pemulihan ekonomi rakyat di daerah.
  21. Fraksi PKS juga kembali mengingatkan atas hasil reviu Indeks Kemandirian Fiskal (IKF) yang diterbitkan BPK pada tahun 2021 yang menunjukkan bahwa sebanyak 443 dari 503 Pemda (88,07 persen) yang direviu masih masuk dalam kategori “Belum Mandiri”. Kondisi ini masih sangat memprihatinkan

Hadirin yang Kami Muliakan,

Fraksi PKS juga memberikan beberapa catatan lebih lengkap yang tidak dibacakan dan menjadi dokumen yang tidak terpisahkan dan akan langsung diserahkan kepada Pemerintah.

Demikian pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPR RI agar dapat menjadi perhatian dan dapat ditindaklanjuti dalam pembahasan selanjutnya. Atas perhatian dan kesabaran Bapak/Ibu, kami ucapkan terima kasih.

Wallahul Muwafiq ila Aqwamith Thoriq, Billahi Taufiq wal Hidayah,  Wassalaamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

 

Jakarta, 05 Dzulhijjah 1443 H

05 Juli 2022 M

 

Baca Selengkapnya:

Pandangan FPKS DPR RI terhadap Keterangan Pemerintah mengenai RUU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN TA 2021