
Jakarta (27/02) — Anggota DPR sekaligus Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid, mengingatkan semua pihak agar meneladani kenegarawanan M. Natsir yang taat konstitusi UUD 1945.
Karenanya, imbuh Hidayat, memperjuangkan terwujudnya Indonesia Merdeka menjadi NKRI sebagaimana ketentuan UUD 45 pasal 1 ayat 1, sebagai koreksi atas pemberlakuan RIS, dan kembali mengusulkan agar Pemerintah menetapkan peristiwa mosi integral yang disampaikan oleh Mohammad Natsir pada 3 April 1950 yang mengembalikan Indonesia sebagai NKRI, setelah dibentuknya Republik Indonesia Serikat (RIS) pada 27/12/1949, sebagai hari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Mosi integral pada 3 April tersebut adalah tonggak sejarah yang sangat penting bagi bangsa dan negara, bahwa kita bisa kembali menjadi NKRI dan berlangsung hingga sekarang. Dan kita menyambutnya dengan pekik ‘NKRI Harga Mati!’ Maka dalam rangka menguatkan komitmen melaksanakan, membela dan memenangkan ketentuan konstitusi, sudah sewajarnya apabila tanggal 3 April itu oleh negara diakui sebagai hari NKRI,” ujarnya dalam sosialisasi 4 pilar MPR RI dan seminar bersama Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), di Padang, Sumatera Barat, Sabtu (26/2).
Acara tersebut sekaligus dalam rangka Tasyakuran 55 tahun berdirinya DDII, Ormas Islam yang didirikan oleh Buya M Natsir.
Hadir dalam acara hybrid, daring dan luring tersebut Ketua Umum DDII, Adian Husaini dan para Ulama dan pimpinan DDII dari berbagai daerah se Indonesia.
HNW sapaan akrabnya mengingatkan, Indonesia saat ini telah mengakui tanggal 13 Desember, saat Deklarasi Djuanda, sebagai hari Nusantara berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 126 Tahun 2001.
“Maka wajarnya kalau peristiwa penting Mosi Integral 3 April 1950 Deklarasi Juanda pada 13-12/ 1957 juga diakui pemerintah sebagai Hari Nasional. Sebab tanpa Mosi Integral yang menjadikan Republik Indonesia kembali menjadi NKRI, maka Republik Indonesia adalah negara serikat (RIS), yang bukan negara Nusantara, yang akan mentolerir adanya sekat-sekat yang memisahkan antar pulau dengan laut, selat dan lainnya,” ungkapnya.
HNW menambahkan setelah secara politik RI menjadi NKRI dengan Mosi Integral 3 April 1950, dan kemudian M. Natsir ditunjuk sebagai PM yang pertama di era NKRI, eksistensi bangsa Indonesia makin kuat dengan diakui sebagai anggota tetap PBB.
“Barulah kemudian kita bisa berkiprah di dunia internasional, yang salah satunya memungkinkan suksesnya Deklarasi Djuanda, pada 13/12/1957 yang menyatukan NKRI dengan tanah dan airnya, menjadi Negara Nusantara,” jelasnya.
Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menegaskan bahwa penepatan Hari NKRI melalui peristiwa mosi integral (3 April) tersebut bukan hanya sekadar pengakuan terhadap jasa dan kiprah M. Natsir.
“Ini bukan sekadar pengakuan saja, tetapi pengingatan sejarah akan pentingnya memperjuangkan konstitusi, dan menguatkan kesadaran akan keragaman yang ada tidak menjadi penghambat untuk bersama-sama memperjuangkan NKRI dan menjaga keutuhannya, sebagaimana diteladankan oleh M. Natsir, Ketua Fraksi Masyumi. Juga penyegaran ingatan bahwa perjuangan Parpol Islam Masyumi melalui parlemen (DPR RIS) nyata manfaatnya dengan kembalinya Indonesia menjadi NKRI dan diakui sebagai anggota oleh PBB. Jadi jangan ada lagi framing dan disinformasi bahwa perjuangan politik umat Islam di Parlemen dianggap sebagai politisasi agama, atau politik identitas yang mempunyai hidden agenda atau tuduhan-tuduhan lainnya yang ahistori dan tidak menguatkan ber-Pancasila, melaksanakan UUD 45, menguatkan NKRI serta prinsip Bhinneka Tunggal Ika. 4 hal yang disebut sebagai 4 Pilar MPR RI,” tukasnya.
Dan perjuangan konstitusional mengembalikan RI menjadi NKRI oleh M Natsir, juga bukan berarti untuk menguatkan sentralisasi, melainkan justru untuk menguatkan keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia, dengan otonomi daerah dan desentralisasi. Itulah yang kemudian terwujudkan dalam UUD NRI 1945 pasca amandemen di era Reformasi.
Lebih lanjut, HNW mengatakan bahwa jasa M. Natsir, yang merupakan tokoh Partai Islam Masyumi sangat besar dalam sejarah bangsa Indonesia. Selain mosi integralnya yang menyelamatkan NKRI, M Natsir juga yang menggagas lambang bintang dalam sila pertama Pancasila.
“Jadi apabila kita bicara 4 Pilar MPR RI, yakni NKRI, Pancasila, UUD NRI 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika, maka kita akan teringat dengan peran penting M Natsir. Yang membuktikan bahwa antara ke-Islaman dan ke-Indonesiaan tidak ada jaraknya, bahkan menyatu, tidak dipisahkan. Fakta sejarah yang penting disegarkan untuk menguatkan NKRI dan menghilangkan phobia diantara sesama warga Bangsa,” tukasnya.
Bahkan, imbuh HNW, pembentukan Kementerian Agama (Kemenag) juga tidak lepas dari peran M. Natsir dan tokoh Masyumi lainnya. Berawal dari usulan Komite Nasional Indonesia Daerah Keresidenan Banyumas, lalu didukung secara penuh oleh sejumlah tokoh Masyumi, termasuk M Natsir.
“Lalu kemudian Kementerian Agama disetujui pada Kabinet Sjahrir II dan ditetapkan oleh Presiden Soekarno. Disitu ada juga peran M Natsir yang luar biasa. Oleh karenanya, sudah selayaknya pemerintah memberi penghargaan salah satu ‘karya besarnya’, yakni mosi integral, 3 April, diakui dan ditetapkan sebagai Hari NKRI yang diperingati setiap tahunnya secara resmi oleh negara. Untuk menguatkan kecintaan semua warga bangsa Indonesia yang mayoritasnya beragama Islam ini terhadap NKRI, buah perjuangan dari Tokoh Partai Islam Masyumi,” pungkas HNW mengakhiri.