
Jakarta (14/02) — Anggota DPR sekaligus Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PKS, Hidayat Nur Wahid mengingatkan generasi muda muslim khususnya kalangan milenial dan Gen Z untuk tak anti politik dan buta politik.
Hidayat pun menekankan generasi milenial untuk membangun wawasan politik yang positif, aktif dan konstruktif, demi masa depan mereka sendiri dan Negara Indonesia yang lebih baik.
“Indonesia adalah Negara demokrasi warisan perjuangan para Ulama yang ada di partai-partai Politik Islam maupun Ormas-Ormas Islam bersama Bapak-Bapak Bangsa dari kalangan nasionalis kebangsaan. Karenanya sangat sewajarnya bila Generasi muda muslim baik milenial maupun gen Z juga harus memahami dan memposisikan politik dan partai politik dengan baik dan benar, sehingga bisa menjaga dan melanjutkan peran historis, untuk merealisasikan cita-cita Indonesia Merdeka dan cita-cita Reformasi. Itu semua kemaslahatan bagi mereka sendiri, juga kualitas demokrasi dan kepemimpinan Indonesia di masa mendatang,” disampaikan Hidayat kepada para mahasiswa STID Al-Hikmah dalam acara Seminar Politik, Minggu (13/02/2022).
HNW sapaan akrabnya menjelaskan, kesadaran tentang pentingnya berbangsa dan bernegara di Indonesia turut dibangkitkan oleh tokoh Umat Islam dan Organisasi mereka. Misalnya oleh Jamiatul Khair di tahun 1903, Sarekat Dagang Islam di tahun 1904 dan Syarikat Islam pada tahun 1911, yang semuanya menegaskan pentingnya kesadaran politik untuk kemerdekaan dan kebebasan dari penjajahan Belanda baik dalam aspek politik maupun aspek ekonomi.
“Bahkan para tokoh Umat Islam baik dari Orpol Islam (seperti Partai Syarikat Islam, PII, Partai Penyadar, Partai Masyumi) maupun Ormas Islam (Muhammadiyah, Persis, NU, PUI) terlibat aktif dalam forum politik kebangsaan untuk mempersiapkan Indonesia Merdeka,” ungkapnya.
Menyepakati Pancasila, imbuh HNW, UUD 1945, bahkan mengembalikan Indonesia dari RIS jadi NKRI. Mereka aktif dan diterima dengan sangat terhormat dalam BPUPKI, Panitia 9 dan PPKI.
Kesadaran politik itu juga, jelas HNW, dilakukan oleh kalangan pemuda terpelajar, melalui Sumpah Pemuda tahun 1928, yang salah satu unsurnya adalah Jong Islamiten Bond, organisasi pemuda dari kalangan Umat Islam.
“Oleh karena itu generasi muda muslim sekarang sudah sangat sewajarnya bila menjaga dan melanjutkan peran menyejarah tersebut. Apalagi dalam sistem hukum di Indonesia juga tetap diperbolehkan adanya Partai Politik Islam bersama partai-partai Politik lainnya dalam rangka memperjuangkan cita-cita mereka dalam koridor kesepakatan-kesepakatan Nasional seperti Pancasila dan lainnya. Karena Partai Politik sejatinya adalah sarana dan alat perjuangan seperti Ormas, Yayasan, sistem Pendidikan atau TV dan Radio, yang semuanya juga tidak ada pada masa Rasulullah SAW, tetapi dipergunakan dan diterima oleh Umat untuk memperjuangkan kemaslahatan mereka dan bangsa dan negara yang mereka tinggali yaitu Indonesia. Maka generasi muda Muslim, di negeri demokratis seperti Indonesia ini, sewajarnya tidak bersikap apolitis atau termakan propaganda kaum sekuleris dan kelompok islamophobia, karena tidak membawa maslahat bagi Umat dan Negara Indonesia, dan masa depan mereka sendiri juga,” lanjutnya.
Wakil Ketua Majelis Syura PKS ini menerangkan, bahwa dalih kelompok anti politik Islam yang sering disebar dikalangan generasi muda biasanya adalah agar Agama tidak dibawa ke Politik, karena Agama itu suci bersih, sementara Politik itu kotor.
“Maka kalau konsisten dengan logika seperti itu, justru mestinya agama harus dihadirkan dalam urusan politik, agar politik menjadi bersih dan bisa menghasilkan produk kebijakan yang juga bersih; tidak korupsi, amanah, berlaku adil, menjaga lingkungan hidup dan sebagainya,” terang HNW.
Apalagi sebagai negara demokrasi, lanjutnya, Indonesia menjunjung tinggi aspirasi dan perjuangan politik dari seluruh pihak, apalagi yang mayoritas yaitu umat Islam.
Sehingga bukan hal yang tabu dan wajar saja bagi generasi muda muslim untuk terlibat dalam politik, baik melalui partai politik Islam maupun melalui organisasi masyarakat Islam, maupun kegiatan lainnya.
“Sebagai mahasiswa misalkan, karena sudah berusia diatas 17 tahun maka sesuai UU bisa bergabung menjadi anggota Partai Politik. Kalaupun tidak melalui jalur partai secara langsung, maka keterlibatan politik generasi muda milenial bisa dilakukan dalam aktivitas di ormas maupun keseharian seperti keaktifan dalam kegiatan mendidik masyarakat, mengajak warga kepada kebaikan dan tidak melakukan kejahatan, mencerdaskan masyarakat agar masyarakat berlaku yang positif untuk menggunakan hak pilih dengan kritis baik dan benar, sehingga dapat memilih calon Wakil Rakyat maupun pemimpin yang benar-benar jujur, baik, profesional, dan pro kepada Rakyat. Agar maslahat yang diperjuangkan generasi muda dapat diwujudkan melalui para Pemimpin atau Wakil mereka di Parlemen,” ujarnya.
HNW menegaskan, mayoritas bangsa Indonesia hari ini adalah berusia muda dan beragama Islam. Jika mereka justru abai terhadap politik, maka jangan heran jika kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan tidak memperhatikan dan mementingkan aspirasi generasi muda muslim, serta banyak yang tidak ber-maslahat bagi Umat Islam dan masa depan NKRI.
“Namun jika generasi muda muslim yang meyakini bahwa Islam adalah rahmatan lil alamin juga memiliki kesadaran penuh untuk memperjuangkan hak dan masa depan mereka dan negara melalui jalur politik baik melalui Parpol Islam maupun melalui Ormas Islam dan lainnya, maka potensi menghadirkan kemaslahatan bagi generasi muda dan Umat Islam dalam rangka membumikan Islam yang rahmatan lil aalamin, dan karenanya juga rahmat bagi generasi Milenial dan Gen Z, serta menghadirkan cita-cita legal konstitusional dari Proklamasi dan Reformasi, menyongsong NKRI dalam 100 tahun ulang tahun kemerdekaannya, akan juga bisa diwujudkan,” pungkasnya.