
Jakarta (18/01) — Anggota Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-undang (RUU) Ibu Kota Negara (IKN) dari Fraksi PKS, Ecky Awal Mucharam mengatakan bahwa apa yang diajukan Pemerintah atau yang mewakilinya tidak memberikan gambaran meyakinkan bahwa ini layak untuk pindah ibukota.
Dalam Public Expose RUU IKN yang digelar Fraksi PKS DPR RI, Ecky menegaskan ketiga membahas rencananya seperti apa, master plannya seperti apa itu tidak terjawab bahkan terkesan belum siap.
“Yang menarik dan pertama adalah satu ‘concern’ dari seluruh anggota pansus seluruh Fraksi dan DPD bahwa naskah awal RUU ini berpotensi bertentangan dengan UUD 1945, bertentangan dengan konstitusi kita. Karena memang sejak awal, RUU ini ingin Pemerintahan ibukota ini otorita,” terang Anggota Komisi XI DPR ini.
Bahwa di dalam pasal 18 UUD 1945, lanjut Ecky, itu jelas negara kesatuan Republik Indonesia itu dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan Provinsi dibagi atas beberapa Kabupaten/Kota.
“Jadi tidak mengenal ada otorita. Itu dari awal saja sudah bermasalah. Maka perdebatan seputar otorita ini berhari-hari, baik sebelum reses hingga setelahnya. Dan semua berkutat pada otorita saja, Pemerintah tetap tidak mau mundur terkait otorita. Padahal itu tidak ada di nomenklatur pasal 18 UUD 1945,” jelas Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI ini.
Kedua, lanjut Ecky, terkait dengan pendanaan. Janji bahwa ini tidak akan membebani APBN tidak terbukti. Karena berdasarkan naskah yang ada menggunakan APBN dan sumber lain yang sah serta KPBU. Tapi berapa yang dari APBN tidak disebutkan.
“Ketika APBN saat ini menghadapi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional, yang berbahaya nanti adalah dari sisi peruntukan anggaran, yang semestinya untuk pemulihan ekonomi nasional (PEN) dialihkan untuk anggaran pembangunan ibukota,” ungkapnya.
Ketiga, imbuh Ecky, terkait dengan barang milik negara di Jakarta yang eks Kementerian itu dibuka pasal lebar-lebar untuk pengalih tanganan.
“Ketika menjelaskan sumber pendanaan dan skema PBU itu tidak diatur secara jelas disini. Tapi pasal terkait pemindah tanganan itu diatur secara jelas atau dipermudah,” jelas Ecky.
PKS, kata Ecky, berpendapat bahwa kalaupun Barang Milik Negara (BMN) ini tidak akan dipakai karena akan pindah ibukota, maka harus diingat kalau barang milik negara sebagiannya sudah menjadi ‘underline’ sukuk dan masuk ke dalam neraca pemerintah pusat dan nilainya signifikan.
“Perlu diingat barang milik negara di Jakarta ini nilai valuasinya selalu naik sehingga selalu di revaluasi sehingga menjadi ‘underline’ aset. PKS sangat tidak setuju barang ini dipindahtangankan,” tutup Anggota Komisi XI DPR ini.