Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Berada di Dapil, Toriq Harap Ormas Islam Jadi Pelopor Menjaga NKRI

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

 

Tasikmalaya (02/12) — Anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Toriq Hidayat menyebut Organisasi Masyarakat Persaudaraan Muslimah (Salimah) sebagai pionir pemberdayaan perempuan dan keluarga.

Hal ini disampaikan Toriq, saat memberikan arahan pada kegiatan Sosialisasi Empat Pilar (16/11/2021).

“Sebagai Ormas Perempuan di Indonesia yang menitikberatkan pada pemberdayaan perempuan dan keluarga, Salimah harus menjadi pelopor dalam menjaga NKRI dengan menguatkan keluarga-keluarga Indonesia untuk mencetak generasi berkarakter Pancasila,” sebut Politisi PKS.

Dalam kegiatan yang digelar di Aula Rumah Kreatif, Kawalu, kota Tasikmalaya ini sebagian besar peserta berasal dari ormas Salimah.

Dihadapan Ketua PD Salimah kota Tasikmalaya Siti Julaeha dan Ketua PD Salimah Wilayah Jabar Wiwi Hartanti, Toriq menyampaikan rasa bangga atas respon Salimah terhadap beberapa permasalahan yang timbul di masayarakat.

“Sikap tegas Salimah terhadap Permendikbud No. 30 Tahun 2021 merupakan wujud nyata dalam menjaga kedaulatan bangsa. Memastikan nilai-nilai agama, Pancasila, dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjadi dasar Pemerintah dalam menghadirkan kebijakan melalui aturan yang dibuat,” ucap Aleg Pusat asal Tasikmalaya.

Toriq menuturkan Permendikbud ini telah menuai protes ditengah masyarakat. Selain tidak sesuai tujuan Pendidikan Nasional, beberapa isinya dan proses pembentukannya pun tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila terutama Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat dan Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan.

“Dalam Permendikbud No. 30 Tahun 2021 Pasal 5 ayat (2) huruf l, m dan n ada frasa ‘tanpa persetujuan korban’ yang mendegradasi substansi kekerasan seksual, yang mengandung makna dapat dibenarkan apabila ada ‘persetujuan korban (consent)’,” jelasnya.

Toriq menilai hal ini menimbulkan makna legalisasi terhadap perbuatan asusila dan seks bebas berbasis persetujuan. Standar benar dan salah dari sebuah aktivitas seksual tidak lagi berdasar nilai agama dan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa, tetapi persetujuan dari para pihak.

Kemudian Permen Dikbudristek No.30 Tahun 2021 juga tidak memenuhi asas keterbukaan.

“Pihak-pihak yang terkait dengan materi Permen Dikbudristek No 30 Tahun 2021 tidak dilibatkan secara luas, utuh, sekaligus minimnya informasi dalam setiap tahapan pembentukan,“ ujarnya.

Toriq menambahkan bahwa hal ini bertentangan dengan Pasal 5 huruf g Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang menegaskan bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan (termasuk peraturan menteri) harus dilakukan berdasarkan asas keterbukaan.

“Kedepan, Pemerintah dalam hal ini Kementerian dan Lembaga dalam merumuskan kebijakan dan peraturan dan hal teknis lainnya harus berdasarkan pada nilai-nilai agama, Pancasila, dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” tutupnya.