
Pontianak (28/11) — Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS, Alifudin, bersyukur atas keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bersifat inkonstitusional bersyarat.
Bang Alif sapaan akrabnya juga mengajak masyarakat, buruh, tani serta mahasiswa untuk berikhtiar mengawal bersama.
“Bersyukur atas putusan MK yang menyatakan bahwa UU Ciptaker Inkonstitusional bersyarat dan menyatakan ditangguhkan selama 2 tahun serta harus ada perbaikan, dari awal PKS menolak karena ada pasal yang tidak berpihak terhadap rakyat,” tutur Alifudin, Jum’at (26/11).
Mahkamah Konstitusi (MK) melarang pemerintah mengeluarkan kebijakan yang bersifat strategis terkait Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
“Point dalam putusan tersebut menyebutkan bahwa MK menangguhkan segala tindakan kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas serta tidak dibenarkan menerbitkan peraturan pelaksana baru” tegas Alifudin.
Alifudin menambahkan, bahwa jika putusan tersebut memang benar menangguhkan kebijakan strategis yang berdampak luas, maka apakah kebijakan UMP (gaji) untuk para buruh juga bisa saja di tangguhkan? karena sangat berdampak luas dan strategis, mungkin itu harus diperjelas dulu.
“Kita harus bersama sama mengawal keputusan MK ini, karena tahun lalu di Parlemen hanya Fraksi PKS dan Demokrat yang menolak UU Ciptaker ini, maka kita harus bersama sama, khususnya masyarakat, buruh, tani dan mahasiswa,” ucap Alifudin.
Dalam pembentukannya, UU Cipta Kerja tidak memegang asas keterbukaan pada publik meski sudah melakukan beberapa pertemuan dengan beberapa pihak, hal itu dinyatakan dalam Putusan MK.
“Kami berharap kedepannya dalam perbaikan UU Ciptaker ini, harus lebih melibatkan publik, dan berpihak kepada rakyat, karena UU ini sangat berkaitan dengan rakyat, juga pengusaha serta buruh harus sama sama diskusi mengenai ini,” tutur Alifudin.
Sebelumnya, Ketua MK Anwar Usman dalam sidang uji formil UU Cipta Kerja menyatakan, pembentukan UU Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat, sepanjang tidak dimaknai tidak dilakukan perbaikan dalam waktu dua tahun sejak putusan ini diucapkan.
Adapun dalam pertimbangannya, Mahkamah menilai, metode penggabungan atau Omnibus Law dalam UU Cipta Kerja tidak jelas apakah metode tersebut merupakan pembuataan UU baru atau melakukan revisi.