Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Permendikbud No 30/2021, Legislator PKS: Pembentukannya Minim Partisipasi Publik

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

 

Jakarta (12/11) — Legislator Fraksi PKS DPR RI, Abdul Fikri Faqih menuturkan bahwa sebuah peraturan sebaiknya mengakomodir masukan dari berbagai elemen masyarakat agar tidak menimbulkan kontroversi pasca disahkannya. Pernyataan tersebut diungkapkannya dalam kesempatan PKS Legislative Corner pada Jumat siang (12/11/2021).

“Undang-undang seharusnya bersifat komprehensif dan menjadi titik temu bagi setiap usulan masyarakat.
Permendikbud ini memang di satu sisi bagus untuk memayungi permasalahan kekerasan seksual di kampus, namun di sisi lain jangan sampai ada memunculkan problematika yang lebih besar bagi generasi mendatang.” Ungkap Wakil Ketua Komisi X DPR RI ini.

PKS Legislative Report bertajuk “Cabut! Permendikbud No 30/2021” mengulas mengenai pandangan Fraksi PKS yang mempermasalahkan adanya frasa ‘tanpa persetujuan korban’ di Pasal 5. Frasa tersebut secara filosofis dinilai multitafsir, seakan melegalkan hubungan seks diluar pernikahan dengan alasan suka sama suka dan non kekerasan.

Permendikbud No 30/2021 yang membahas mengenai Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual tersebut dibentuk untuk mengatur proses pengaduan, sanksi hingga konseling baik bagi korban maupun pelaku. Sebelumnya pun sudah ada produk hukum Permendikbud No 82 Tahun 2015 yang membahas mengenai hal yang sama meskipun dalam beberapa konteks belum sespesifik Permendikbud baru yang disahkan 3 November lalu ini.

“Perlu ada penjelasan dari produk hukum yang sebelumnya apakah implementasinya belum efektif atau bagaimana. Substansi Permendikbud No 82 Tahun 2015 ini juga sama sekali tidak disinggung tentang persetujuan korban. Nah ini yang memunculkan kecurigaan adanya ideologi barat yang menunggangi permen ini.” Ungkap Fikri menyampaikan kekhawatirannya.

Pasalnya, dalam UU Pasal 31 Ayat 3 sudah dijelaskan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, dan yang utama adalah untuk membentuk ketaqwaan dan akhlaq mulia. Menurut Fikri, para stakeholder seharusnya membuat regulasi yang tidak bertentangan dengan aturan diatasnya dan tidak merugikan kepentingan umum baik itu dalam segi norma maupun adat istiadat.

“Kita harus membangun budaya belajar mengajar di perguruan tinggi dan juga tingkatan pendidikan dibawahnya sesuai dengan cita-cita bangsa. Bangsa ini mengakui kemerdekaan atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa. Maka sudah seharusnya visi pendidikan sejalan dengan konstitusi negara.” Ujar Legislator Dapil Jawa Tengah 9 ini.

Beberapa pihak yang menolak permen ini seperti FPKS, perhimpunan MOI dan IKADI akan mengadakan pertemuan pada 24 November untuk membahas lebih dalam terkait aturan tersebut. Di akhir sesi, Fikri menekankan bahwa visi pendidikan jangan hanya terkotakkan pada satu golongan, namun pendidikan adalah kepentingan bagi generasi kedepan yang perlu menggunakan visi berbangsa dan bernegara.