Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Komisi X FPKS: Kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka Tak Nampak Desain Besarnya

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

 

Bandung (15/09) — Kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka dikritisi para Anggota Komisi X DPR RI yang tergabung dalam Panja Merdeka Belajar Kampus Merdeka.

Mulai dari konsep dasar, landasan hukum hingga rencana implementasi di lapangan tak luput dari cecaran pertanyaan para Aleg ini, termasuk Ledia Hanifa Amaliah yang menyampaikan sederet masukan.

“Desain besar atau ‘grand design’ dari kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka ini tidak kelihatan. Apalagi ketika disebutkan bahwa program ini berupa episode-episode yang sampai 13 bagian, semacam eceran kebijakan yang tidak menunjukkan apa desain utuhnya. Seolah anggota Komisi X ini hanya mitra penonton yang cukup disuguhkan bagian demi bagian tayangan prime time di televisi tanpa tahu cerita utuhnya, cukup menunggu saja seri demi seri ditampilkan.” katanya

Ledia menyayangkan bahwa kebijakan yang disebutkan mengacu pada Undang-undang Sisdiknas No 20 Tahun 2003 bahkan disebutkan pula mengacu pada UUD Negara Rerpublik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 tidak berangkat utuh untuk menunjukkan rencana sistem pendidikan di negeri ini.

“Bila sudah ada desain besar tentang pendidikan di negeri ini, tentu dengan satu kajian mendalam dan dukungan naskah akademis maka entah pembabakan programnya akan dicicil atau langsung dikeluarkan dalam satu bentuk besar tidak masalah sepanjang kita semua sudah sama memahami desain besarnya apa. Mau seperti apa.”

Kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM)yang digagas oleh Mendikbudristek Nadiem Makarim sejak awal menjabat sebagai Menteri pada Oktober 2019 sudah berjalan 20 bulan namun masih memunculkan banyak pro dan kontra. Bahkan gagasan mendasarnya masih memerlukan pendalaman hingga Komisi X DPR RI secara khusus membentuk Panja Merdeka Belajar Kampus Merdeka.

Kebijakan yang dikeluarkan secara bertahap oleh Kemendikbudristek tanpa penjelasan mendalam dan menyeluruh pada Komisi X DPR RI ini menurut Ledia seperti menunjukka ada yang belum tuntas dalam proses pembuatan kebijakan ini secara mendasar.

“Langkah awalnya saja misalnya, karena kita punya Undang-undang Sitem Pendidikan Nasional yang masih menjadi acuan dan mengikat kita semua, tentu harus berupa sebuah langkah evaluasi pada implementasi Undang-undang Sisdiknas ini. Kalau dianggap sudah tidak cocok, apa yang tidak cocok, yang mana dan bagaimana evaluasi dari Kemendikbudristek?” tegas Aleg Asal Dapil Kota Bandung dan Kota Cimahi ini pula.

Apalagi kata Ledia, ketika bicara episode 1 saja dari program MBKM yang digagas sejak 2019 itu, payung hukumnya berupa PP 57 baru keluar di Tahun 2021.

“Bagaimana kita tidak miris melihat pola munculnya kebijakan seperti begini. Episode 1 sudah lewat, payung hukum baru muncul. Menuai masalah pula sehingga membutuhkan revisi yang itupun tidak kunjung direvisi meski sudah diminta berkali-kali oleh kami di Komisi X DPR RI.”

Bahkan upaya untuk bergerak melakukan pembenahan langkah demi langkah pun seperti tidak jelas acuan dan arah ke depannya.

“Kalau mau bergerak dari pinggiran seperti tadi pihak Kemendikbud berkata problem di negeri ini salah satunya adalah besarnya disparitas pencapaian pendidikan di beberapa wilayah, ya harus berangkat dari situ jugalah kebijakan ini. Bagaimana misalnya agar ‘gap’ 12 persen antara DKI, Jogja dan Papua bisa diatasi. Jadi menyisir dari pinggir untuk mendekatkan kesenjangan-kesenjangan yang ada terlebih dahulu baru kemudian mengeluarkan satu kebijakan yang bersifat diratakan secara nasional,” tutup Sekretaris Fraksi PKS ini.