
Jakarta (04/09) — Anggota DPR RI yang juga Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PKS, Hidayat Nur Wahid mendukung sikap Aliansi Organisasi Penyelenggara Pendidikan yang merupakan gabungan organisasi pendidikan di lingkungan Muhammadiyah, NU, Persatuan Guru Republik Indonesia dan lainnya yang menolak aturan baru Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dalam Permendikbud Nomor 6 Tahun 2021 sebagai aturan yang diskriminatif dan tidak memenuhi rasa keadilan sosial.
HNW sapaan akrabnya menilai Dana BOS seharusnya diberlakukan secara adil tanpa diskriminasi serta menjadi hak setiap murid, dalam rangka Negara melaksanakan kewajiban mencerdaskan kehidupan bangsa.
Bahkan, selain diskriminasi dalam aturan baru Permendikbud 6/2021 soal syarat minimal 60 peserta didik di lembaga pendidikan untuk mendapatkan Dana BOS, HNW juga mengkritisi adanya ketidakadilan anggaran antara APBN untuk Sekolah-sekolah di bawah Kemendikbud dengan Sekolah-sekolah di bawah Kemenag, yang sebagiannya tercermin dalam diskriminasi soal pembagian Dana BOS di antara keduanya.
Fraksi PKS, kata HNW, saat Raker dengan Kemenag, sudah berulang kali menyuarakan pentingnya keadilan anggaran sehingga alokasi anggaran dan Dana BOS bagi Kemendikbud dan Kemenag bersifat adil dan proporsional, namun hingga kini berbagai aspirasi dan kritik tersebut belum juga direalisasikan oleh Pemerintah.
“Saya dukung kritik NU, Muhammadiyah, PGRI dan lainnya soal jumlah siswa minimal sebagai syarat penerima Dana BOS, agar terjadi keadilan dan tidak diskriminatif, sekaligus kembali mengingatkan Pemerintah soal kritik dan saran kami untuk pentingnya keadilan anggaran dan tidak terjadinya diskriminasi alokasi Dana BOS antara lembaga pendidikan di bawah Kemendikbud dengan Kemenag. Semoga kedua persoalan tersebut bisa dituntaskan segera dalam koridor pemenuhan keadilan, sesuai dengan Pancasila serta UUD NRI 1945,” ujar Hidayat dalam keterangannya, Sabtu (04/09).
Hidayat yang merupakan Anggota DPR-RI Komisi VIII membidangi urusan agama ini menjelaskan, pada tahun 2021 misalkan, alokasi Dana BOS untuk sekolah di bawah Kemendikbud sebesar Rp 52,5 Triliun yang diberikan kepada 216.662 satuan pendidikan dari SD, SMP, SMA, SMK, dan SLB.
“Adapun di tahun yang sama alokasi dana BOS untuk lembaga pendidikan di bawah Kemenag hanyalah Rp 10,077 Triliun untuk sekitar 48.000 madrasah. Ketimpangan jelas terjadi mengingat alokasi BOS diberikan kepada hampir 100 persen dari sekolah di bawah Kemendikbud, dan hanya sekitar 90 persen untuk sekolah keagamaan (di luar Raudhatul Athfal),” pungkasnya.
Apalagi, lanjutnya, 95 persen lembaga pendidikan di bawah Kemenag merupakan milik swasta yang tidak mendapatkan dukungan operasional rutin dari Negara, berbeda dengan lembaga di bawah Kemendikbud yang 77 persennya merupakan Sekolah Negeri.
“Oleh karena itu kami terus mendesak agar Pemerintah memberlakukan keadilan anggaran dengan antara lain menjadikan Dana BOS proporsional antara Sekolah di bawah Kemendikbud dengan Madrasah/Sekolah-sekolah di bawah Kemenag. Bahkan pada Raker Komisi VIII terbaru (30/8) dengan Kemenag, disepakati bahwa Komisi VIII akan turut memanggil Menteri Dikbud Ristek dan Menteri Keuangan di antaranya untuk mendesak kebijakan keadilan anggaran termasuk anggaran BOS yang berkeadilan dan tidak diskriminatif,” ujarnya.
Wakil Ketua Majelis Syura PKS ini mengingatkan, rujukan soal anggaran Pendidikan yang sekurang-kurangnya 20% dari APBN/APBD itu adalah UUD NRI 1945 pasal 31 ayat (4) yang didahului dengan ayat (3) dan dilanjutkan dengan ayat (5) yang dalam kedua ayat tersebut secara eksplisit menyebut ‘iman taqwa dan akhlak mulia’ (ayat 3) dan ‘agama’ (ayat 5), sehingga sudah semestinya diberlakukan anggaran yang adil dan tidak mendiskriminasi.
Pada pasal 31 ayat (1) juga sudah disebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dan di ayat (2) ditegaskan bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Tanpa membedakan antara Sekolah-Sekolah di bawah Kemendikbud atau di bawah Kemenag.
“UUD jelas tidak menginginkan adanya ketidakadilan anggaran dan diskriminasi dalam hal akses kepada bantuan pendidikan, baik itu diskriminasi dalam bentuk jumlah minimal siswa sebagaimana aturan Permendikbud 6/2021, maupun dalam bentuk jenis lembaga pendidikan sebagaimana selama ini dialami oleh Madrasah/lembaga pendidikan di bawah Kemenag. Karenanya Pemerintah harus mengoreksi ketidakadilan selama ini, dan memfasilitasi seluruh lembaga pendidikan sesuai dengan ketentuan UUDNRI 1945 dan Pancasila (sila ke 2 dan 5),” pungkasnya.