Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Penggunaan Public Service Obligation (PSO) untuk Kapal Isoter, Anggota FPKS: Berpotensi Langgar Aturan

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

 

Jakarta (31/08) — Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PKS, Sigit Sosiantomo mempertanyakan pembiayaan operasional Kapal Public Service Obligation (PSO) penumpang milik PT Pelni untuk kapal isolasi terpusat (isoter) terapung untuk pasien Covid-19.

Sigit menilai ada potensi pelanggaran peraturan jika anggaran PSO angkutan laut digunakan untuk isoter terapung.

Hal itu disampaikan Sigit menyusul penempatan enam kapal PSO Penumpang milik PT Pelni sebagai tempat isolasi terpusat pasien covid 19 di enam provinsi.

Menurut Sigit, sesuai dengan UU No. 17/2009 tentang Pelayaran yang sudah direvisi menjadi UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja, PSO sebagai bentuk pelayanan publik yang diberikan pemerintah untuk memperlancar konektivitas di daerah tertinggal dan terpencil dengan angkutan perintis.

“Dalam pasal 24 UU Pelayaran, pemerintah wajib memberikan PSO sebagai bentukan pelayanan publik untuk angkutan perintis dengan rute wilayah tertinggal dan terpencil. Kalau anggaran PSO ini digunakan untuk membiayai operasional kapal isoter terapung bisa jadi akan berpotensi melanggar peraturan. Mohon pemerintah berhati-hati dan taat aturan dalam menggunakan PSO. Jangan sampai nanti menjadi temuan BPK,” Kata Sigit.

Selain berpotensi melanggar UU, pengalihan PSO angkutan laut untuk program isoter juga berpotensi melanggar peraturan lainnya seperti PP 20/2010 Tentang Angkutan Perairan, PP No. 31/2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Pelayaran dan Permenhub No. 10/2021 tentang Komponen Biaya Pendapatan yang diperhitungkan dalam penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik bidang angkutan laut.

“Pasal 75 PP 20/2010 (pasal ini dinyatakan tetap dan tidak cabut dalam PP 31/2021) menegaskan kembali bahwa pemerintah dapat memberikan penugasan kepada perusahaan angkutan laut nasional untuk melayani daerah tertinggal dan terpencil dengan mendapat kompensasi berupa PSO. Artinya, harus ada rute yang dilayani untuk bisa mendapatkan PSO. Kalau digunakan untuk isoter, rute apa yang dilalui karena posisi kapalnya portstay? Dan sesuai dengan Permenhub No. 10/2021, pendapatan yang diterima penyelenggara PSO diberikan berdasarkan dari penjualan tiket ekonomi. Kalau melayani isoter, bagaimana nanti pembuktian tiket perjalanannya,” Kata Sigit.

Sigit yang juga anggota Badan Anggaran (Banggar) mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dan taat aturan dalam menggunakan PSO mengingat pada tahun 2020 BPK juga sudah memberikan catatan untuk penyelenggaran PSO yang diterima oleh PT Pelni.

“Tahun lalu, BPK memberikan catatan untuk PT Pelni terkait PSO. Catatannya antara lain PSO yang diterima Pelni tidak memenuhi aspek efesiensi keuangan negara, berpotensi tidak tepat dalam pengelompokan komponen biaya dan potensi dispute dalam proses verifikasi komponen biaya yang diperhitungkan dan nilai kewajaran.” Kata Sigit.

Karena itu, Sigit meminta pemerintah transparan dan taat aturan dalam penggunaan anggaran PSO. Terlebih setiap tahun anggaran PSO meningkat sementara jumlah penumpang menurun.

“Soal PSO ini pemerintah harus transparan. Setiap tahun anggaran PSO naik, tapi selama 2 tahun ini penumpang anjlok. Kami paham selama PPKM penumpang anjlok. Tapi jangan sampai, hanya karena mengejar penyerapan dana PSO pemerintah sampai membuat program yang berpotensi bermasalah dan melanggar aturan,” Kata Sigit.