
Jakarta (13/06) — Problem umum perkotaan adalah kekumuhan. Tak terkecuali Surabaya, suatu kota dengan jumlah penduduk sebesar 2,87 juta jiwa berdasar sensus tahun 2020 lalu.
Bahkan pada pada tahun 2017 di Kota Pahlawan itu sampai dibentuk Pansus Penataan Pemukiman dan Perumahan Kumuh mengingat saat itu masih ada sekitar 150 hektare kawasan pemukiman kumuh yang perlu mendapat perhatian dari pemerintah dan pihak terkait.
Dalam kesempatan Rapat Dengar Pendapat dengan Dirjen Perumahan Kementerian PUPR, Sigit Sosiantomo menyampaikan bahwa sudah sering orang mencoba untuk menghilangkan kekumuhan pada suatu kawasan. Namun ternyata dalam tempo sepuluh atau lima belas tahun kemudian kekumuhan itu kembali lagi.
“Banyak rusun di dapil saya (Surabaya-red) yang usianya sudah dua puluh atau dua puluh lima tahun yang sekarang kondisinya kumuh. Yang seperti itu bagaimana, Jika rusunawa seperti apa hitungannya, jika rusunami seperti apa hitungannya?” tanya Sigit.
Sebelumnya dalam paparan, Dirjen Perumahan menyampaikan arah kebijakan dan prioritas Tahun 2022. Antara lain berupa Pemugaran, Peremajaan, dan Permukiman Kembali Permukiman Kumuh. Selain itu juga Pembangunan Infrastruktur Permukiman Berbasis Masyarakat.
Diketahui Pagu Indikatif Tahun Anggaran 2022 Direktorat Jenderal Perumahan Kementerian PUPR sebesar 5 triliun rupiah. Dengan exercise 2,3 triliun rupiah untuk Rumah Swadaya, 1,5 triliun rupiah untuk Rumah Susun, 420 milyar rupiah untuk Rumah Khusus dan 200 milyar rupiah untuk Rumah Umum dan Komersil.
Program Rumah Susun adalah pembangunan rumah susun untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), Pekerja, Aparat Sipil Negara (ASN), Mahasiswa Perguruan Tinggi dan Lembaga Pendidikan Keagamaan Berasrama. Sedangkan program Rumah Khusus adalah pembangunan rumah khusus untuk masyarakat terdampak program pemerintah, bencana alam dan konflik sosial, petugas di perbatasan dan MBR di daerah terluar (3 T yaitu Terdepan, Terpencil dan Tertinggal).
“Saya berharap ada suatu skema dari Dirjen Perumahan untuk mengganti atau merenovasi rusun MBR. Dan hendaknya ada pilot project di dapil dengan program rumah bagi MBR mengganti rusun yang kumuh-kumuh”, lanjutnya.
Sudah 75 tahun Indonesia merdeka, Legislator Fraksi PKS DPR RI ini menginginkan adanya terobosan-terobosan dalam kebijakan anggaran pembangunan. Untuk pengentasan kekumuhan, perlu dukungan Direktorat Jenderal Perumahan dalam penanganan kumuh kota. Itu untuk kondisi eksistingnya memang kumuh.
“Misalnya perumahan nelayan di pinggir Surabaya Timur, bisa diselesaikan dengan apa. Dan kita pernah membahas Undang- Undang Tapera. Implementasi Tapera ini bagaimana, apakah mereka bisa mendapatkan Tapera itu karena mereka termasuk non fixed income. UU Tapera memberikan ruang kepada non fixed income atau orang yang tidak punya pendapatan rutin untuk nyicil rumah”, pungkasnya.