
Jakarta (26/05) — Ketua Asosiasi Fakultas Kedokteran Gigi Indonesia, Rahardyan Parnaadji menghadiri FGD mengenai RUU Pendidikan Kedokteran dan membahas mengenai solusi pemerataan dokter/dokter gigi di Indonesia.
Dalam membahas permasalahan pemerataan, Rahardyan membaginya menjadi input-proses-output-outcome. Di mana, permasalahan input, berada pada calon mahasiswa kedokteran gigi dan status pendirian fakultas. Ia menitikberatkan pada pemerataan bagi mahasiswa, sehingga pada daerah terbelakang, mereka harus tetap mendapatkan peluang yang tinggi untuk bersekolah kedokteran gigi.
“Sedangkan untuk proses, mengenai penguatan pendidikan kedokteran gigi. Harus ada upaya-upaya yang di sinkronkan, pada para mahasiswa untuk dijaga keselamatannya. Harus ada tambahan sarana prasarana. Harus ada penguatan pendidikan kedokteran gigi, yang sangat dinamis sekali untuk menerima perubahan dari eksternal.” Ucapnya.
Baca juga: Ketua AIPKI di FGD FPKS: Perubahan RUU Dikdok Harus Jamin Layanan Kesehatan Masyarakat
Rahardyan juga mengatakan, yang menjadi permasalahan pemerataan adalah terdapat pada sarana prasarana dan pembiayaan, sehingga harus ada kebijakan, upaya peraturan, yang bisa meningkatkan pemerataan ini. Hal ini juga bisa didorong dengan meningkatkan daya tarik faktor pendukung, meliputi fasilitas, insentif, dan lain-lain.
Selain itu, Rahadryan berharap juga ada penguatan rumah sakit gigi dan mulut pendidikan, di mana rumah sakit ini mendapat pengecualian dalam pembangunannya.
“RSGM itu mendidik profesi dan juga spesialis. Jadi memang berbeda sekali dengan RS umum. Kami mengharapkan adanya kolaborasi penguatan penelitian pada dokter gigi, yang sifatnya transnasional.”
Menurut Rahardyan, keberadaan COVID-19 ini tidak bisa dikatakan pandemi sementara, tetapi ini akan terus-menerus, sehingga harus ada peningkatan peran selama pandemi.