Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Utang Membengkak Tetapi Pertumbuhan ‘Mlempem’, FPKS DPR Anggap Pemerintah Lamban

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

 

Jakarta (25/05) — DPR RI melakukan rapat paripurna dengan salah satu agendanya membacakan pandangan fraksi-fraksi atas penyampaian pemerintah terhadap kerangka ekonomi makro (KEM) dan pokok-pokok kebijakan fiskal (PPKF) RAPBN tahun 2022.

Fraksi PKS yang diwakili oleh Ecky Awal Mucharam menegaskan berbagai poin yang harus Pemerintah perbaiki dalam capaian kinerja mendatang. Diantanya terkait dengan defisit dan pembiayaan yang masih lebar namun tidak menjadi daya dorong pertumbuhan ekonomi.

Dalam naskah pidato yang disampaikan oleh Menteri Keuangan pada Kamis, 20 Mei 2020, defisit anggaran 2022 diproyeksi sebesar 4,51-4,85 persen.

Ecky mengemukakan pandangan Fraksinya bahwa range angka tersebut masih perlu kajian komprehensif dalam penetapan proyeksi. Sebagai catatan dalam kurun waktu lima tahun terakhir sebelum masa pandemi, defisit anggaran tidak mampu menjadi pengungkit tercapainya angka pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan.

Kondisi defisit diperparah pada masa pandemi, pada 2020 meskipun defisit telah terjadi relaksasi dengan nilai yang besar tetapi pertumbuhan tetap harus dilakukan revisi sebanyak empat kali.

Periode Maret-April 2020 Pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi di kisaran 0,4-2,3 persen, Mei-Junikembali menurunkan target menjadi 0,4-1 persen, September-Oktober direvisi terkontraksi 1,7-0,6 persen, serta akhirnya pada akhir tahun target kembali terjun menjadi minus 2,2-minus 1,7 persen.

“Penetapan target defisit yang kurang akurat disertai belanja yang tidak optimal dan produktif dapat memicu persoalan turunan berupa timbulnya beban utang atas Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) atau dengan kata lain adanya beban utang atas likuiditas yang idle. Sebagai catatan 2019 dan 2020 masing-masing mengalami kenaikan beban bunga utang sebesar 10 persen dan 14 persen,” Ecky menjelaskan.

Berikutnya adalah persoalan keseimbangan primer yang diestimasi masih minus 2,31-2,65 persen.

FPKS melalui Ecky berpendapat bahwa Pemerintah masih lambat dalam mengejar keseimbangan primer atau perbaikan neraca fiskal.

Tercatat keseimbangan primer pada KEM PPKF 2022 masih diproyeksi akan terjadi defisit setelah pada 2020 mencapai juga dibukukan negatif 4,09 persen dari PDB.

“Keseimbangan primer yang terjebak dalam angka negatif akan menyebabkan negara makin sulit keluar dari jeratan utang. Penerbitan utang baru digunakan untuk pembayaran utang lama ditambah dengan beban bunga yang terus bertambah dan bersifat tidak produktif.” tutur Ecky.

Fraksi PKS kembali mengingatkan bahwa defisit keseimbangan primer merupakan konsekuensi logis ketika pemerintah menetapkan strategi kebijakan fiskal ekspansif dalam rangka menstimulasi pertumbuhan ekonomi.

“Namun demikian, kebijakan intensifikasi pajak yang dicanangkan juga kontraproduktif dengan program pemulihan ekonomi nasional. Sehingga Pemerintah perlu sangat berhati-hati terhadap kedua kebijakan fiskal tersebut,” ungkap Ecky.

Hal berikutnya yang menjadi dampak dari defisit anggaran dan keseimbangan primer adalah utang. FPKS mencatat bahwa utang Indonesia pada dua periode pemerintahan terakhir terjadi lonjakan tajam, Hingga 2022 pemerintah mengestimasi bahwa utang akan membengkak menjadi 43,76-44,28 persen dari PDB.

FPKS melalui Ecky menilai bahwa Pemerintah masih lemah dalam manajemen utang. Ecky menerangkan Pemerintah dalam pengelolaan utang tidak efektif dan kurang inovatif.

Alokasi utang belum secara optimal digunakan untuk hal-hal yang produktif, bahkan masih terdapat penyalahgunaan dana pinjaman sehingga mempersulit pengembalian pinjaman pokok maupun utang bunga. Pengelolaan utang masih mengesampingkan manajemen risiko keuangan Negara dan penerapan Fiscal Sustainability Analysis (FSA) termasuk Debt Sustainability Analysis (DSA) secara komprehensif.

“Perkembangan utang telah terjadi sebelum masa pandemi, kemudian terjadi lonjakan tajam pada 2020 mencapai 39,4 persen dan pada 2021 diproyeksi akan menembus angka 41,1 persen” pungkas Ecky.