Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

HNW: Setelah Revisi Draft Peta Jalan Pendidikan, Mendikbud Harusnya Revisi SKB Seragam Sekolah

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

 

Jakarta (13/03) — Anggota DPR sekaligus Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid, mengapresiasi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim yang mendengarkan kritik dan saran publik dan menyatakan sepakat untuk merevisi Peta Jalan Pendidikan 2020-2035 dengan memasukkan frasa “Agama”.

Tapi karenanya, HNW berharap sikap akomodatif atas kritikan tersebut diterapkan juga terhadap Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Seragam Sekolah berbasis keagamaan, yang juga dikritisi oleh banyak pihak karena alasan yang sejenis; ketidaksesuaian dengan konstitusi.

“Sikap Mendikbud untuk merevisi draft Peta Jalan Pendidikan bermasalah itu merupakan langkah yang benar, dan sudah seharusnya dilakukan, mengingat banyaknya kritikan yang disampaikan oleh sejumlah elemen bangsa peduli Pendidikan Nasional seperti Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan Nahdlatul Ulama (NU), juga oleh Partai Politik seperti PKS dan PPP. Apalagi kritik terhadap draft ini juga sudah disampaikan oleh Komisi X DPRRI, mitra kerja Kemendikbud, sejak Januari 2021. Sayangnya tidak mendapatkan respons positif yang cepat dari Kemendikbud,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Jumat (12/03).

Baca juga: Aleg PKS Desak Kemendikbud Sertakan Seleksi PPPK Bagi Guru Honorer Sekolah Swasta

HNW sapaan akrabnya mengingatkan Mendikbud Nadiem yang sempat berkilah bahwa kata ‘agama’ tidak eksplisit dimasukkan, karena sudah diakomodir dengan ketentuan tentang Pelajar Pancasila yaitu pelajar yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia.

Menurut HNW, itu tidak cukup untuk menggantikan konstitusionalisasi penyebutan frasa ‘Agama’ sejak dalam draft. Karena Pasal 31 ayat (5) UUDNRI 1945 maupun Pasal 1 angka 2 UU Sistem Pendidikan Nasional pun, secara eksplisit menyebutkan Agama, dikaitkan dengan Pendidikan Nasional, selain penyebutan frasa Budaya. Dan kesalahpahaman berpikir ini yang agaknya menjadi pangkal dari berbagai kebijakannya yang seakan kerap alergi dengan penyebutan Agama.

“Bila merujuk pasal 31 ayat (3) UUD NRI 1945 memang hanya disebutkan iman, takwa dan akhlak mulia. Tapi, jangan lupa, Pasal 31 ayat (5) menyebutkan agama secara eksplisit. Demikian juga UU no 20/2003 Pasal 1 angka 2 malah secara eksplisit lebih dahulu menyebut Agama sebelum menyebut Budaya dikaitkan dengan Pendidikan Nasional. Jadi tidak perlu berkilah bahwa di draft Peta Jalan Pendidikan Nasional tersebut Agama sudah disebut secara implisit,” jelasnya.

Baca juga: Mimbar Demokrasi Kebangsaan, HNW: Jangan Lupakan Sejarah dan Jasa Umat Islam

Apalagi, lanjut HNW, UUD NRI 1945 maupun UU Sisdiknas yang menjadi rujukan Peta Jalan itu juga sangat jelas menyebutkan frasa Agama tidak hanya secara implisit, tetapi juga eksplisit di kedua pasal tersebut. Nah, karenanya kalau rujukan Konstitusionalnya (UUD dan UU) tidak hanya menyebutkan frasa Budaya secara eksplisit dikaitkan dengan Pendidikan, tetapi juga menyebutkan frasa Agama secara eksplisit dikaitkan dengan Pendidikan, maka sudah seharusnya aturan peraturan perundangan dibawahnya wajib mengikuti dan tidak malah membuat ketentuan yang tidak sejalan dengan UUD NRI 1945 dan UU tersebut.

Anggota Komisi VIII DPR RI ini mengingatkan bila kesalahan berpikir dengan tidak sepenuhnya mengikuti ketentuan UUD seperti itu digunakan dalam mengambil kebijakan, maka akan bisa hadirkan ketidakbijakan yang lain, seperti hadirnya Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Mendikbud, Menag dan Mendagri tentang seragam sekolah berbasis keagamaan yang menimbulkan kontroversi dan penolakan dari banyak pihak seperti MUI, Muhammadiyah, PKS dan lain-lain serta pihak-pihak yang sekarang juga mengkritisi Peta Jalan Pendidikan Nasional itu.

“Jadi, sudah sepatutnya jika SKB Tiga Menteri yang dinilai tidak sesuai dengan Pasal 31 ayat (3) UUDNRI soal pendidikan yang meningkatkan keimanan ketakwaan dan akhlak mulia, serta tidak sesuai dengan Pasal 32 ayat (1) soal negara yang menjamin masyarakat untuk memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya, termasuk dalam hal berpakaian, agar SKB itu juga segera direvisi,” ujarnya.

Baca juga: Tiga Catatan Aleg Komisi X FPKS pada Kemendikbud Terkait Dana Bos

Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menambahkan memang sikap intoleran di dunia Pendidikan dan sebagainya tidak diperbolehkan, karenanya melarang siswi untuk memakai pakaian sesuai dengan ajaran Agamanya memang tidak dibenarkan sebagaimana dalam SKB, dan mewajibkan berpakaian yang tidak sesuai ajaran Agama yang dianut siswi juga tidak boleh.

“Tetapi ketentuan Konstitusi soal Pendidikan, Agama dan Budaya sangat jelas sekali. Di situlah SKB 3 Menteri soal seragam sekolah itu perlu segera direvisi, agar sesuai dengan Konstitusi dan untuk mengakomodasi kritikan banyak pihak yang sangat peduli dengan Pendidikan, Moderasi dan Toleransi,” ujarnya.

“Tujuannya adalah agar Pendidikan, termasuk Peta Jalan Pendidikan Nasional dan aturan berpakaian di sekolah, betul-betul mencerminkan pendidikan dan pemahaman yang baik dan benar terhadap Konstitusi dan peraturan perundangan dan ketaatan kepada Konstitusi tersebut. Agar melalui Kemendibud, maka Pendidikan bisa menghadirkan hasil dan tujuan Pendidikan Nasional sebagaimana dicantumkan dalam UUDNRI 1945 maupun UU Sisdiknas,” pungkas HNW.