
Jakarta (12/03) — Pemerintah secara resmi meminta kepada Badan Legislasi (Baleg) DPR untuk memasukkan Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) untuk dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly menjelaskan, meskipun sebagian ketentuan perpajakan sudah diatur sebelumnya di dalam Undang-Undang Cipta Kerja, namun demi penerimaan negara RUU KUP ini diminta untuk masuk dalam Prolegnas 2021.
“Karena persoalan pajak ini yang juga merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang sangat penting, perlu kita pertimbangkan (masuk dalam Prolegnas 2021) jika fraksi-fraksi setuju,” jelas Yasonna saat melakukan rapat dengan Baleg DPR, dikutip CNBC Indonesia, Rabu (10/3/2021).
Yasonna mengatakan sebenarnya RUU KUP juga sebelumnya sudah pernah dibahas bersama DPR, namun kemudian tertunda.
Baca juga: Rapat Dengan Menkeu, Anggota FPKS Tekankan Insentif Pajak Harus Tepat Sasaran
“Karena ini sebelumnya juga sudah masuk, tinggal kita mau dorong saja. Karena kita sudah bicarakan, bahkan hampir dulu sempat dibahas, kemudian karena kita masuk ke undang-undang yang lain, ini tertunda,” kata Yasonna melanjutkan.
Dalam kesempatan terpisah, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas menjelaskan RUU KUP ini mencakup banyak bahasan tentang perpajakan. Intinya, RUU KUP ini akan mengatur secara keseluruhan perpajakan Indonesia.
Pun sebenarnya kata Andi sebelumnya RUU tentang Perubahan Kelima atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ini juga pernah dibahas antara pemerintah dengan Komisi XI DPR, namun tidak selesai.
Kendati demikian, RUU KUP yang diusulkan oleh pemerintah ini belum diserahkan kepada DPR. “Kita berharap ini segera diajukan oleh pemerintah ke depan,” jelas Supratman kepada CNBC Indonesia, Rabu (10/3/2021).
Baca juga: Legislator PKS Anis Byarwati Dilantik sebagai Wakil Ketua BAKN DPR RI
Anggota Komisi XI DPR Fraksi PDI Perjuangan Hendrawan Supratikno menilai sangat perlu memasukkan RUU KUP masuk di dalam Prolegnas 2021. Agar terciptanya perpajakan yang adil, berkelanjutan dan efektif.
Terpenting kata Hendrawan agar bisa meningkatkan penerimaan negara, yang pada akhirnya tax ratio bisa meningkat. Terpenting lewat RUU KUP ini, kata Hendrawan bisa dijadikan momentum yang tepat untuk melakukan evaluasi dan perbaikan rezim perpajakan Indonesia.
“Saat ini, peluang meningkatkan tax ratio terutama adalah memperbaiki administrasi perpajakan. Bolak-balik orang bisa membobol penerimaan perpajakan kita,” ujar Hendrawan kepada CNBC Indonesia.
“Padahal bila sistemnya bagus dan fraud-free (kalis penyimpangan), penerimaan diduga bisa 1,5 kali dari realisasi sekarang. Ini peningkatan yang berarti di tengah kecenderungan utang yang terus meningkat,” kata Hendrawan melanjutkan.
Baca juga: Anggota FPKS: Kinerja Perpajakan Harus Dievaluasi Besar-Besaran
Senada, Anggota Komisi XI DPR Fraksi PKS Anis Byarwati memandang RUU KUP ini adalah pondasi dan pilar penyangga untuk reformasi perpajakan. Untuk memulai reformasi perpajakan yang komprehensif, menurut dia bisa dimulai dari RUU KUP ini.
“Intinya dengan adanya UU KUP ini, bagaimana DJP (Direktorat Jenderal Pajak) bisa berperan maksimal dalam mengupayakan penerimaan negara dari sektor pajak,” jelas Anis.
Untuk diketahui, setidaknya ada 10 poin penting tentang perpajakan yang diatur di dalam UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Berikut rinciannya:
1. Penurunan tarif PPh Badan secara bertahap menjadi 22% (2021 & 2022) dan 20% (2023 dst).
2. Penurunan tarif PPh Badan WP yang masuk bursa atau go public.
3. Penghapusan PPh atas dividen dari dalam negeri.
4. Pasal 26 atas penghasilan bunga dari dalam negeri yang diterima subjek pajak luar negeri (SPLN) dapat diturunkan lebih rendah dari tarif pajak 20%.
5. Penghasilan tertentu (termasuk dividen) dari luar negeri tidak dikenakan PPh sepanjang diinvestasikan di Indonesia.
6. Penghasilan WNA yang dikatakan sebagai subjek pajak dalam negeri (SPDN) hanya atas penghasilan dari Indonesia.
7. WNI tinggal di luar Indonesia selama lebih dari 183 hari dalam 12 bulan bisa ditetapkan sebagai SPDN
8. WNI yang tinggal di luar negeri tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan ditetapkan sebagai SPLN (Subjek Pajak Luar Negeri).
9. PKP (Pengusaha Kena Pajak) yang membeli barang atau jasa dari non-PKP dapat mengkreditkan pajak masukannya maksimal 80%.
10. Pemajakan transaksi elektronik: penunjukkan platform dan pengenaan pajak kepada SPLN atas transaksi elektronik di Indonesia.