Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Kunker ke Undip, Aleg PKS: Jangan Sampai RUU EBT Jadi Regulasi yang Mati

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

 

Jakarta (04/02) — Anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Saadiah Uluputty bersama Anggota Komisi VII DPR RI lainnya melakukan Kunjungan Kerja (kunker) Spesifik ke Pusat Studi Energi dan Lingkungan Universitas Diponegoro (UNDIP), Semarang, dalam rangka FGD RUU Energi Baru Terbarukan (EBT), Jumat (05/02/2021) lalu.

Dalam kesempatan tersebut, Saadiah menyatakan Bahwa Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan (RUU EBT) menjadi momentum yang menjamin adanya kepastian hukum bagi pengembangan energi terbarukan, serta memudahkan dan mempercepat proses transisi Indonesia dari penggunaan energi fosil menjadi energi terbarukan.

Baca Juga: Anggota FPKS Salurkan Bantuan bagi Korban Pergerakan Tanah di Sukabumi

“RUU ET sangat diperlukan untuk memenuhi target porsi energi terbarukan di Indonesia sebesar 23% di tahun 2025 nanti. Di tahun 2019, porsi energi terbarukan di Indonesia baru mencapai 12% atau setara 10,17 gigawatt (MW). Hal ini patut diperhatikan karena cadangan energi fosil terus menurun, di sisi lain potensi energi terbarukan yang belum dimanfaatkan sangat besar,” ujarnya.

Menurut Saadiah yang hadir secara virtual, dengan adanya RUU EBT ini, dapat diarahkan untuk mengatasi krisis energi dan transisi dari energi fosil yang memiliki dampak buruk bagi lingkungan dan masyarakat.

Dalam aspek sosial dan lingkungan, imbuhnya, RUU EBT perlu diperhatikan juga ruang hidup bagi masyarakat untuk menghindari atau meminimalisasi dampak sosial dan lingkungan pada tingkat lokal.

Politisi PKS Minta Pemerintah Tegas terhadap Perusahaan yang Tidak Lakukan….

“Ini terutama pada pembangunan energi terbarukan skala atau kapasitas besar di wilayah dengan nilai konservasi tinggi,” imbuhnya.

Dalam penyusunan RUU EBT tersebut, lanjutnya, UNDIP memberikan masukan agar pemerintah lebih memerhatikan soal Legal Evidance dan Empiric Evidence, yaitu adanya kepastian hukum dan fakta empirik mengenai kondisi energi di Indonesia.

“Selain itu, mengenai nuklir yang masuk dalam batang tubuh RUU EBT, Para ahli memberikan catatan serius agar pemerintah mendahulukan potensi EBT dan mempertimbangkan kembali penggunaan energi nuklir serta keamanan dan limbah radiaktif yang dapat merusak lingkungan,” pungkas Saadiah.

Diharapkan, ungkap Saadiah, RUU EBT dapat dibahas dan ditetapkan menjadi Undang-Undang yang sesuai dengan harapan para ahli dan para politisi yang mewakili masyarakat.

“Dan juga semoga RUU EBT tersebut tidak menjadi regulasi yang mati dalam catatan lembaran negara, tetapi bisa berimplikasi luas dan diimplementasikan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat,” tutup Saadiah.