
Jakarta (27/01) — Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PKS, Nevi Zuairina menyoroti PT Pupuk Indonesia yang saat berperan sebagai BUMN dengan performa perusahaan mendapatkan laba, tapi juga sekaligus penerima beban untuk memproduksi pupuk subsidi dari PSO yang anggarannya dari APBN.
Nevi melihat dari paparan jawaban PT Pupuk Indonesia pada kunjungan kerja Komisi VI DPR ke Banten, menunjukkan untuk produksi Pupuk berdasar PSO, dari 2015 hingga 2020 menunjukkan pada angka sekitar 8 juta ton lebih hingga 9 juta ton lebih. Sedangkan pada produksi pupuk Non PSO, hanya sekitar 2,8 juta ton hingga 4,9 juta ton atau hanya setengah kinerja produksi pupuk PSO.
“PT Pupuk Indonesia idealnya membangun profitabilitas nya tidak mengandalkan pada alokasi APBN di PSO. Performa perusahaan mesti kuat bukan karena pengelola PSO. Sehingga kemampuan produksi antara pupuk PSO dan non PSO tidak jomplang terlalu jauh”, tutur Nevi.
Legislator PKS Dorong Pemerintah Lakukan 6T sebagai Kunci Keberhasilan Pupuk Bersubsidi
Politisi PKS ini agak menyayangkan, ketika pupuk dari PT Pupuk Indonesia dinyatakan cukup untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri, bahkan dikatakan beberapa pihak dapat melakukan ekspor, tapi pada kenyataan ada kelangkaan pupuk.
Kelangkaan pupuk ini bukan kelangkaan tidak ada pupuk, tapi pupuk yang berlabel subsidi ini yang langka. Sehingga petani dengan kapasitas dibawah 2 Ha, tidak dapat mengakses pupuk subsidi.
“Banyak Petani kecil tidak kebagian pupuk subsidi. Mereka membayar pupuk sesuai harga pasaran non subsidi. Inikan ironi ya karena dilihat produksi pupuk khusus untuk subsidi dari tahun 2017 hingga 2020 reratanya sekitar 8 sd 9 juta ton. Ini setara dengan rerata antara 28,5 triliun hingga 31 Triliun”, tutur Nevi.
Legislator asal sumatera Barat II ini memang menyadari bahwa rata-rata realisasi penyaluran pupuk bersubsidi tahun 2014-2018, membutuhkan pupuk sebanyak 9,12 juta ton atau setara dengan Rp 32,58 triliun.
“Sehingga untuk alokasi pupuk bersubsidi, secara rata-rata data series kekurangan uang lebih kurang Rp 7,3 triliun di 3 tahun terakhir,” pungkasnya.
Untuk tahun 2021 ini, Nevi mempertanyakan kebutuhan pupuk subsidi yang mencapai 23,3 juta ton atau senilai Rp 67,12 triliun. Sementara itu, kemampuan APBN 2021 tidak bisa memberikan sesuai dengan kebutuhan subsidi pupuk tersebut.
“Saya meminta pada kementerian BUMN, agar sekalian memperjelas roadmap nya hingga 2024. Sehingga perusahaan-perusahaan holding seperti PT Pupuk Indonesia, mampu memberikan performa yang baik ketika bertindak sebagai perusahaan yang berorientasi profit, juga sekaligus menerima beban APBN yang menjalankan kinerja non profit seperti PSO. PT Pupuk Indonesia mesti dapat menjalankan kinerjanya membagi dua bidang ini secara baik sehingga profesionalitasnya terjaga dan integritasnya terlindungi”, tutup Nevi Zuairina.