Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Anggota FPKS Tegaskan Jalan Tol Adalah Alternatif, Jangan Dijadikan Backbone

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

 

Jakarta (28/01) — Anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Sigit Sosiantomo, mengkritisi pernyataan dari pejabat Kementrian PUPR tentang jalan tol sebagai backbone.

Hal itu dilakukan pada saat Rapat Dengar Pendapat dengan eselon satu kementerian tersebut pada hari ini Rabu (27/1).

Menurut Sigit, yang harus dijadijkan backbone bukanlah jalan tol, namun jalan nasional non tol.

Pada Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 yang merupakan aturan turunan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, jelas disebutkan bahwa jalan tol merupakan lintas alternatif dari ruas jalan umum yang ada.

Jalan tol dapat tidak merupakan lintas alternatif apabila pada kawasan yang bersangkutan belum ada jalan umum dan diperlukan untuk mengembangkan suatu kawasan tertentu.

“Jalan tol adalah jalan alternatif, oleh karena itu dia berbayar. Jadi kalau ini dijadikan backbone menurut saya melanggar undang-undang atau tidak taat pada undang-undang. Backbone-nya ya jalan arteri nasional non tol itu”, kritik Sigit.

Karena namanya lintas alternatif, imbuhnya, sudah seharusnya pemerintah tidak mendahulukan atau menjadikan jalan tol sebagai prioritas dibandingkan dengan jalan nasional non tol.

“APBN yang tersedia tak seharusnya menjadikan jalan tol lebih dipentingkan dibanding pembangunan jalan baru dan preservasi jalan nasional non tol. Menjadikan jalan tol sebagai backbone hanya akan menjadikan masyarakat terbebani dengan keharusan membayar tol,” papar Sigit.

Diketahui capaian pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan tahun anggaran 2020 yaitu pembangunan jalan tol sepanjang 246 kilometer, pembangunan jalan baru sepanjang 463 kilometer, pembangunan jembatan sepanjang 16.923 meter dan pembangunan Flyover/Underpass sepanjang 987 meter. Terlihat bahwa panjang pembangunan jalan baru tak sampai dua kali lipat dari pembangunan jalan tol.

“Pembangunan jalan tol adalah padat modal. Diketahui untuk melaksanakan RPJMN tentang jalan tol dibutuhkan Rp60 triliun Penyertaan Modal Negara (PMN). Sementara anggaran Ditjen Bina Marga tahun 2021 hanya Rp58 triliun. Sehingga wajar misalnya jika pada pemerintahan yang dulu tidak menjadikan jalan tol sebagai prioritas karena menghabiskan uang negara”, lanjutnya.

Porsi APBN untuk pembangunan tol umumnya sebagai viability gap fund (VGF) dari pemerintah. Sedangkan sisanya sebagian besar dibiayai oleh Badan usaha dan juga melalui pinjaman. Bentuk dukungan dari pemerintah pada pembangunan jalan tol, biasanya direalisasikan pada seksi-seksi tertentu dimana nilai Internal Rate of Return (IRR)-nya cukup rendah. Termasuk juga pembangunan jembatan dan ruas-ruas tertentu yang dianggap kurang menguntungkan bagi Badan Usaha.

Legislator DPR RI Fraksi PKS tersebut juga mengkritik kenaikan tarif tol termasuk adanya kenaikan tarif seratus persen di Jalan Tol Waru – Porong untuk kendaraan Golongan I. Kenaikan tarif tol juga berlaku pada golongan kendaraan logistik yang pasti membebani biaya logistik, akibatnya logistik menjadi mahal.

“Terkait tarif tol yang ada, saya sudah minta untuk dibatalkan. Jika tidak bisa dibatalkan ya direvisi yang naik tarifnya cukup pada kendaraan penumpang pribadi saja, sedangkan kendaraan umum dan logistik tak perlu dinaikkan,” pungkasnya.