Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Peringati Hari Hak Asasi Manusia Nelayan dan Masyarakat Sipil, Aleg PKS Berikan Sejumlah Catatan

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

 

Jakarta (22/01) — Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) drh Slamet memberi sejumlah catatan pada peringatan Hari Hak Asasi Manusia Nelayan dan Masyarakat Sipil yang jatuh pada 13 Januari lalu.

Slamet menyoroti soal pemenuhan hak asasi manusia bagi nelayan di Indonesia, khususnya yang bekerja sebagai abak buah kapal atau ABK di kapal asing.

Slamet meminta pemerintah Indonesia harus bekerja keras memaksimalkan perlindungan bagi tenaga kerja Indonesia atau TKI yang bekerja sebagai ABK di luar negeri atau pada kapal ikan asing.

“Kewajiban negara untuk memberikan perlindungan kepada ABK Indonesia yang bekerja di kapal asing saat ini masih lemah,” katanya kepada awak media, Jumat (22/01).

Menurut Slamet, kelemahan perlindungan terhadap ABK Indonesia secara umum merupakan dampak dari regulasi yang berlaku saat ini, dimana masih bersifat parsial atau dengan kata lain belum mengatur proses penempatan ABK asal Indonesia dari hulu ke hilir.

“Pemerintah ataupun DPR sudah saatnya mencermati kembali regulasi yang ada saat ini, yakni UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, UU Nomod 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, dan UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia,” jelas Slamet.

Selain itu, imbuhnya, ada juga Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 35 Tahun 2015 tentang Sistem dan Sertifikasi Hak Asasi Manusia Pada Usaha Perikanan.

“Keberadaan tenaga kerja Indonesia yang bekerja di atas kapal perikanan asing selama ini telah memberikan manfaat  yang banyak secara ekonomi,” ucapnya.

Akan tetapi di sisi yang lain, kata Slamet, tidak sedikit yang mendapat perlakuan menjurus pada perbudakan (slavery) saat sedang bekerja. Bahkan beberapa kasus telah menyebabkan kematian.

“Para ABK juga banyak yang mendapatkan praktik kerja paksa atau perbudakan dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO),” jelasnya menambahkan.

Slamet memberi contoh, salah kasus yang mencuat tahun lalu adalah praktik kerja paksa ABK Indonesia di kapal perikanan Long Xing 629. Ia juga mempertanyakan sejauh mana perkembangan kasus tersebut.

“Saya meminta untuk adanya tindakan hokum yang tegas terhadap pelaku TPPO ataupun pelaku perbudakan nelayan di atas kapapl. Sehingga dapat memberikan efek jera bagi para pelaku,” tegasnya.

Terakhir Slamet meminta pemerinntah melakukan pemetaan terhadap perlindungan ABK di luar negeri. Pasalnya,  regulasi yang ada saat ini memang belum relevan. Termasuk Permen KP Nomor 35 Tahun 2015 yang hanya ditujukkan dan berlaku bagi kapal-kapal perikanan dalam negeri.

“Upaya lain yang harus dilakukan pemerintah adalah melalui harmonisasi peraturan yang saat ini ada, serta berkoordinasi bersama pemangku kepentingan terkait, terutama dengan agen penyalur tenaga kerja untuk melakukan pendataan keberadaan ABK yang bekerja pada kapal perikanan, baik legal atau ilegal,” pungkasnya.